Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan Indeks Kepercayaan Industri atau IKI periode Desember 2024 stagnan pada level 52,93. Juru bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif mengatakan angka tersebut mengalami penurunan sebesar 0,02 poin dari November 2024, namun meningkat 1,61 poin dibandingkan pada Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Posisi IKI bulan Desember ini ditopang oleh terjadinya ekspansi 19 subsektor dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri manufaktur non-migas triwulan II 2024 sebesar 90,5 persen,” ujar Febri Hendri dalam keterangan resminya pada Senin, 30 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan hasil IKI pada Desember 2024 ini karena adanya ekspansi dari seluruh indeks pembentuk IKI, di antaranya pesanan baru, produksi, hingga persediaan. Indeks produksi misalnya, mengalami kenaikan terbesar dan berubah dari kontraksi menjadi ekspansi di angka 55,53 atau naik 5,81 poin. Sementara, lanjut Febri, untuk indeks pesanan baru dan persediaan mengalami penurunan beruntun dari 3,49 poin menjadi 50,71 dan 0,1 menjadi 54,58.
Menurut dia, kenaikan produksi ini karena adanya dorongan dalam perayaan natal 2024 dan tahun baru 2025 (Nataru). Febri mengatakan hal tersebut telah diantisipasi para pelaku usaha industri manufaktur, namun untuk para konsumen cenderung mengambil sikap seperti menunggu dan melihat saat melakukan pesanan hingga pembelian produk.
Selain itu, Febri menjelaskan faktor lain adanya penurunan pemanfaatan industri manufaktur. Menurut dia, hal tersebut karena kebijakan pemerintah menaikan pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen, yang mengakibatkan penurunan utilisasi industri manufaktur sebesar 2 hingga 3 persen.
“Tapi penurunan utilisasi tersebut sudah diantisipasi dengan dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi oleh pemerintah,” kata dia.
Meskipun demikian, Febri menyatakan pemerintah telah mempersiapkan beberapa insentif untuk mendukung para pelaku usaha sektor manufaktur. Menurut dia, hal tersebut guna mempertahankan dan meningkatkan produktivitasnya serta daya saing untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Seperti yang disampaikan oleh Bapak Menperin, insentif diberikan baik untuk supply side maupun demand side,” ucap Febri.
Adapun empat kebijakan insentif bagi industri otomotif yang diberikan oleh pemerintah. Pertama, insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) bagi electric vehicle (EV) sebesar 10 persen atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) paling rendah 40 persen, serta insentif sebesar 5 persen atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20 persen sampai dengan kurang dari 40 persen.
Kedua, pajak pertambahan nilai barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) EV dengan besaran insentif sebesar 100 persen atas impor kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) roda empat tertentu secara utuh (completely built up/CBU) dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produk dalam negeri (completely knock down/CKD).
Ketiga, insentif PPnBM DTP kendaraan bermotor hybrid sebesar 3 persen. Terakhir, pemberian insentif pembebasan bea masuk EV CBU sebesar 0 persen.
Pilihan Editor: 537 Perusahaan Sawit Terindikasi Tidak Berizin