ORGANISASI karet alam internasional (INRO) dinilai tak bermanfaat lagi oleh para produsen karet alam Indonesia. Asosiasi mereka, Gapkindo, mencetuskan hal tersebut dalam kongres tahunan, pekan lalu. Syamsir Rachman, yang terpilih kembali sebagai ketua Gapkindo (Gabungan Pengusaha Karet Indonesia), mengatakan bahwa andil Indonesia ke INRO lebih baik digunakan pemerintah untuk menstabilkan harga karet bagi eksportir. Konon, jumlah andil itu sekitar Rp 50 milyar per tahun. Para eksportir karet alam di Malaysia juga belum lama ini mengkritik kontribusi M$ 200 juta (sekitar Rp 85 milyar) pemerintahnya ke INRO. INRO, yang anggotanya adalah produsen karet alam (antara lain Malaysia, Indonesia, dan Muangthai) dan importir (antara lain Singapura) dibentuk untuk menyangga harga pasar karet internasional. Tapi, tampaknya badan itu tak melindungi produsen. Harga pasar karet alam telah merosot terus dari Mal/Sin$ 3 per kg, sekitar 1978, menjadi sekitar Mal/Sin$ 1,85 dewasa ini. Akibatnya, harga karet bagi petani produsen sekarang ini ikut jatuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini