Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kabar tentang usulan dibukanya kasino internasional di Bali mencuat dalam dua hari ini. Isu ini dipicu pernyataan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih, yang mengusulkan agar di Bali dapat dibangun kasino bertaraf internasional.
Pernyataan itu memicu kontroversi dari pihak pemerintah, karena kasino bertentangan dengan undang-undang yang melarang semua bentuk perjudian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agung Bagus Pratiksa Linggih mengatakan, kasino yang dibuka di Bali diperuntukkan bagi orang-orang yang mampu dan kaya. "Ide pembangunan kasino nantinya berupa kawasan, seperti ITDC, yang dibangun di kawasan miskin di Bali seperti di Kabupaten Karangasem, Buleleng, bisa juga di Jembrana atau Bangli sehingga pemerataan ekonomi bisa terjadi," ujarnya seperti dikutip Antara, Senin, 5 Agustus 2024.
Ia menambahkan, dengan kasino dibangun dalam kawasan tertentu, sekaligus agar dampak buruk terhadap adat dapat dikontrol.
"Harapan saya, nanti di kasino itu 50 persen manajemennya adalah orang Bali sehingga kita tidak menjadi penonton di negeri sendiri," ujarnya sembari mengatakan penghasilan yang didapat dari kasino bisa dipakai untuk pelestarian budaya dan mengelola sampah.*
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun ide itu langsung ditolak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. “Pertama, langsung saja tegas tidak ada rencana seperti itu,” ujar Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno dalam jumpa pers mingguan yang digelar, di Jakarta, Senin.
Senada, Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Kemenparekraf Nia Niscaya mengatakan, kegiatan judi yang ada dalam kasino merupakan tindakan melanggar hukum dan dilarang keras dihadirkan di Indonesia.
“Judi kasino pasti tidak (dibangun) karena secara undang-undang juga jelas itu sesuatu yang dilarang. Kita negara hukum jadi itu tidak bisa,” ujar Nia menegaskan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun menyebut, terkait adanya usulan pembangunan kasino di Pulau Dewata, sampai saat ini belum memungkinkan dan tidak bisa direalisasikan karena judi dilarang dalam KUHP.
"Usulan itu (pembangunan kasino) belum memungkinkan karena KUHP masih berlaku," kata Tjok Pemayun ditemui usai Rapat Paripurna DPRD Bali, di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, sebelumnya dalam suatu sosialisasi dan diskusi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), ada juga pertanyaan terkait pembangunan kasino, dan dinyatakan belum dimungkinkan untuk diwujudkan.
"Yang jelas memang kita ini basic (dasarnya) budaya, sehingga pariwisata yang dikembangkan adalah pariwisata budaya. Bukan masalah tolak apa, ini pariwisata budaya," ujarnya pula.
Hal itu ia sampaikan berkaitan dengan usulan Ketua Hipmi Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih.
Kasino dari Zaman bang Ali sampai Judi Buntut
Di masa Gubernur Ali Sadikin (1966-1977), Jakarta mempunyai pusat perjudian seperti di Ancol dan kawasan Kota. Alasan Bang Ali waktu itu, pelegalan judi untuk mengumpulkan dana pembangunan. Meskipun mendapat banyak penentangan, kebijakan itu terus berlanjut karena waktu itu pemerintah belum melarang judi.
Ragam judi di zaman Bang Ali mulai kasino, loto, greyhound sampai taruhan pacuan kuda. Pemerintahan Presiden Soeharto kemudian mengeluarkan Undang-Undang 7 tahun 1974 yang melarang perjudian.
Namun pada tahun 1970-sampai 1990-an, pemerintah melalui Departemen Sosial juga mengadakan Undian Berhadiah dengan berbagai nama silih berganti mulai dari Undian Harapan, Porkas, sampai Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB) yang diundi setiap hari Rabu. Undian ini dimaksudkan pemerintah untuk menggalang dana bagi sosial dan olahraga.
Dampak dari undian berhadiah ini adalah muncul banyak judi buntut di hampir seluruh wilayah Indonesia. Para penjudi membeli kupon ilegal dengan menebak dua sampai empat nomor terakhir undian berhadiah. Setelah SDSB dihentikan, sempat marak Togel atau Toto Gelap Singapura yaitu judi menebak nomor buntut untian toto di Singapura.
ANTARA | TIM TEMPO