Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Identitas pemilik batu bara tumpah di perairan Muara Berau, Samarinda, Kalimantan Timur mulai terkuak. Kementerian ESDM mengatakan, batu bara tersebut dimiliki oleh PT Bukit Baiduri Energi, namun tengah diangkut oleh kapal tongkang MV Parnon milik Perusahaan Bongkar Muat (PBM) PT Suka Maru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Investigasi oleh independen surveyor sedang dilakukan untuk mencari sebab terjadinya insiden ini,” kata Kepala Sub Direktorat Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Lana Saria, saat dihubungi di Jakarta, Senin, 16 Desember 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Teknik Tambang (KTT) Bukit Baiduri Energi juga telah melaporkan tumpahan batu bara ini kepada Kepala Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Timur, Wahyu Widhi Heranata. Sebab, Bukti Baiduri Energi berada di bawah pengawasan Dinas ESDM Kalimantan Timur.
Tapi menurut aturan yang berlaku, kata Lana, tanggung jawab KTT hanya berada di wilayah pertambangan. Sehingga kejadian ini menjadi tanggung jawab Suka Maru, bukan Bukit Baiduri Energi. Nantinya, Dinas ESDM pula yang akan mengawasi hasil investasi atas insiden ini.
Lalu siapa Bukit Baiduri Energi?
PT Bukit Baiduri Energi merupakan perusahaan yang terdaftar di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM. Perusahaan ini memiliki dua alamat.
Pertama di Dusun Merandai, RT XVIII, Sungai Pinang, Desa Loa Duri Ulu, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kedua di Wisma BNI 46, Jakarta Pusat.
Saat ditelusuri di laman Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, eks lubang tambang batubara Bukit Baiduri Energi rupanya pernah menyebabkan kecelakaan bagi warga sekitar. Di eks lubang tambang tersebut, dua pelajar SMK Negeri di Samarinda tenggelam hingga tewas. Keduanya yaitu Diki Aditya Pratama dan Noval Fajar Slamet Riyadi, sama-sama berusia 15 tahun.
Kejadian ini pula yang membuat Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pada 26 Februari 2019 mendesak pemerintah mencabut izin pertambangan Bukit Baiduri Energi, karena telah membayakan keselamatan manusia. Menurut Jatam, tuntutan mereka sesuai dengan aturan yang ada.
Aturan pertama Undang-Undang 31 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan kedua Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Catatan buruk lainnya juga dimiliki oleh Bukit Baiduri Energi. Tahun 2012, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Samarinda menilai ada lima perusahaan tambang batu bara di kota itu yang pengelolaan limbah dan lingkungannya buruk, sehingga empat perusahaan mendapat peringatan dan satu dihentikan operasinya.
Empat perusahaan tambang batu bara yang mendapat peringatan yaitu, CV Baratama Makmur, CV Shaka, PT Bukit Baiduri Energi, PT Graha Benua Etam dan PT Internasional Prima Coal. Sedangkan perusahaan yang dihentikan operasinya yakni PT Bara Energi Kaltim.
BISNIS