Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTEMUAN Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dan Kwon Young-soo, Chief Executive Officer LG Energy Solution, pada Kamis, 3 Agustus lalu, di kantor BKPM berbuah manis. Kwon memastikan investasi baterai kendaraan listrik senilai US$ 9,8 miliar atau setara dengan Rp 142 triliun bakal berlanjut. “Pemerintah mengapresiasi komitmen LG,” tutur Bahlil seusai pertemuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedatangan konsorsium LG ke Indonesia pekan lalu bukan tiba-tiba. Menurut Gandi Sulistiyanto, Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan yang turut hadir dalam pertemuan itu, pemerintah Indonesia bolak-balik ke Korea untuk memastikan rencana investasi tak putus di tengah jalan. “Terakhir Juli lalu, mereka mematangkan syarat dan ketentuan investasi,” kata Gandi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk investasi baterai kendaraan listrik, LG Energy Solution membentuk konsorsium bersama LG Chem, Huayou, LX International, Posco Future M, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation. Dalam pertemuan di kantor Bahlil, perwakilan konsorsium sudah merancang waktu yang pas untuk menandatangani pembentukan perusahaan patungan (joint venture). Presiden Joko Widodo meminta BKPM meminta peresmian dilakukan pada akhir September mendatang.
Sembari menunggu waktu penandatanganan, Gandi menambahkan, konsorsium akan menyelesaikan beberapa isu minor serta hal teknis seputar investasi, seperti pengurusan legalitas dan penguasaan saham. “September waktu yang cukup realistis,” ucapnya.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia (tengah) dan CEO LG Energy Solution Young Soo Kwon (kiri), usai pertemuan membahas kelanjutan investasi LG untuk baterai kendaraan listrik di Indonesia, 3 Agustus 2023. Dok.BKPM
Saat ini LG sudah menentukan negosiasi antarkonsorsium mengenai penentuan saham di perusahaan pada setiap rantai pasok. “Setelah kesepakatan tercapai, konsorsium akan memulai konstruksi pabrik katoda pada akhir 2023,” ujar Kwon.
Rencana investasi grand package pabrik baterai kendaraan listrik konsorsium LG sempat nyaris batal lantaran negosiasi antarperusahaan mandek. Salah satu penyebabnya adalah buntunya pembicaraan manajemen LG dengan PT Aneka Tambang Tbk alias Antam, yang punya konsesi tambang nikel di Sulawesi Tenggara. Saat itu Antam tengah menjalin diskusi dengan LG Energy Solution dan Zhejiang Huayou Cobalt Co, salah satu bagian konsorsium yang bakal mengembangkan sektor hulu baterai kendaraan listrik.
Proses investasi juga terhambat aturan Inflation Reduction Act di Amerika Serikat yang mempengaruhi rantai pasok bahan baku baterai kendaraan listrik dunia. “Setelah kesepakatan struktur saham, negosiasi akan jauh lebih mudah untuk memulai konstruksi pabrik katoda,” kata Kwon.
Ide membentuk konsorsium LG bermula pada 2020. Saat itu LG Energy Solution, anak usaha LG Chem di Korea Selatan, menjadi perusahaan pertama yang menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintah Indonesia mengenai investasi pengembangan baterai kendaraan listrik yang terintegrasi serta fasilitas penambangan, peleburan atau smelter, dan pemurnian (refining) hingga industri prekursor dan katoda.
Antam juga menjajal kerja sama dengan perusahaan lain. Perusahaan pelat merah Indonesia itu meneken perjanjian jual-beli saham bersyarat atau conditional share purchase agreement dan perjanjian pemegang saham bersyarat atau conditional shareholder agreement dengan Hong Kong CBL Limited (HKCBL) pada 16 Januari 2022. Nilai investasinya US$ 5,97 miliar atau sekitar Rp 85,77 triliun.
Setahun kemudian, pada Mei lalu, Antam bersama anak usahanya, PT International Mineral Capital, dan HKCBL menandatangani perjanjian jual-beli saham bersyarat atas pengalihan sebagian kepemilikan saham mereka di PT Feni Haltim untuk pengembangan dan pengoperasian kawasan industri sebagai lokasi pabrik baterai kendaraan listrik terintegrasi.
Kerja sama tiga pihak ini meliputi penambangan dan pengolahan nikel, bahan baterai kendaraan listrik, manufaktur baterai kendaraan listrik, dan daur ulang. Baterai yang dihasilkan bakal dijual oleh anak usaha Contemporary Amperex Technology Co Limited. “Langsung atau tidak langsung akan meningkatkan nilai tambah nikel Antam,” tutur Syarif Faisal Alkadrie, Kepala Divisi Sekretariat Perusahaan Antam.
Kerja sama dengan Korea Selatan tak hanya terjalin bersama LG. Pemerintah, lewat Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, juga mencanangkan program konversi motor listrik dari sepeda motor berbahan bakar minyak. Tahun ini, program tersebut punya target mengubah 50 ribu unit sepeda motor berbahan bakar minyak menjadi sepeda motor elektrik. Tahun depan, angka itu naik menjadi 150 ribu unit.
Kementerian Energi bekerja sama dengan True Digital Leaders (TDL) untuk memproduksi baterai sepeda motor listrik mulai tahun ini. Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Senda Hurmuzan Kanam mengatakan baterai yang dibuat bersama TDL itu diproduksi di Cina untuk menekan biaya. Baru tahun depan, Senda menerangkan, produksi baterai motor bisa dimulai di Indonesia.
Baterai yang dibuat TDL khusus untuk sepeda motor hasil konversi karena memerlukan penyesuaian yang berbeda dibanding memproduksi baterai sepeda motor listrik langsung. “Agak sulit membuat baterai buat motor konversi. Beda dengan baterai untuk kendaraan yang dari awal memang motor listrik,” ujar Senda.
Konversi sepeda motor berbahan bakar minyak ke listrik, Senda menambahkan, menjadi solusi untuk mengurangi jumlah sepeda motor bensin. Saat ini, dia melanjutkan, terdapat 120 juta unit sepeda motor berbahan bakar minyak dengan tingkat pertumbuhan 5-6 persen per tahun.
Dari hitungan Kementerian Energi, tiap 1 liter bensin menghasilkan 2,5 kilogram emisi karbon. Artinya, dari 120 juta sepeda motor, setiap hari langit Indonesia dikotori oleh 300 juta kilogram gas rumah kaca. Dengan konversi, tiap sepeda motor bisa menghemat bahan bakar minyak 354 liter per tahun dan menurunkan emisi 0,7 ton CO2 per tahun.
Jika sepeda motor bensin tak diubah menjadi sepeda motor listrik, Senda menambahkan, tujuan mengurangi emisi karbon melalui kendaraan listrik sulit tercapai. “Makanya program ini juga penting,” tutur Senda. Sampai kini, dari 24 bengkel yang diajak bekerja sama oleh pemerintah untuk mengkonversi sepeda motor bensin, baru delapan yang benar-benar siap menjalankan program tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Berburu Baterai Sampai ke Korea"