Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GAGALNYA upaya pemerintah mendongkrak angka penjualan kendaraan listrik dengan pelbagai program insentif menjadi bukti kebijakan yang dibuat tidak menyentuh akar persoalan. Saatnya meniru total langkah pemerintah Cina dan India yang berhasil membangun industri kendaraan listrik dan menekan tingkat konsumsi bahan bakar minyak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah bakal memangkas syarat kendaraan pembelian sepeda motor listrik bersubsidi karena sepi peminat. Dari target sebanyak 200 ribu unit sepeda motor listrik, sampai pekan lalu masih tersisa 198.579 unit. Setali tiga uang, pertumbuhan jumlah penjualan mobil listrik yang semula diharapkan bisa berlari kencang juga meleset.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Situasi di Tanah Air berbeda jauh dengan yang terjadi di Cina dan India. Cina berhasil melahirkan BYD, raksasa baru produsen mobil listrik dunia, yang mampu memproduksi 1,8 juta unit kendaraan elektrik pada 2022, unggul atas Tesla (Amerika Serikat) yang hanya membuat 1,3 juta unit. Di India, Ola Electric, startup yang mengakuisisi pembuat skuter listrik Etergo (Belanda), kini sudah bisa menjual 108 ribu skuter atau memenuhi 17,57 persen pasar India pada 2022. Separuh lebih pasar kendaraan listrik India berasal dari penjualan sepeda motor.
Dua negara tersebut menebar insentif perangsang pasar kendaraan listrik dalam negeri untuk menciptakan ekosistem yang berumur panjang, bukan kebijakan sekali pukul yang hanya menguntungkan pengusaha-penguasa atau pengusaha yang dekat dengan penguasa dan bisa mempengaruhi kebijakan.
Pemerintah India memberi insentif fiskal buat produsen kendaraan listrik dan subsidi bagi konsumen. Pembelian besar-besaran bus listrik dilakukan. Bus-bus itu kemudian disebar ke sejumlah kota sebagai alat transportasi publik. India juga memberi subsidi dan membangun sendiri ribuan stasiun pengisian daya baterai kendaraan listrik.
Cina menebar insentif buat kendaraan listrik sekaligus menerapkan disinsentif untuk kendaraan fosil. Ada pajak tinggi dan pembatasan buat pembelian kendaraan berbahan bakar minyak. Cina juga membeli banyak bus listrik untuk kota-kota mereka. Kebijakan ini tidak hanya memberikan napas bagi perusahaan yang baru merintis produksi kendaraan bertenaga listrik, tapi juga menyediakan fasilitas transportasi publik bagi masyarakatnya.
Baca artikelnya:
- Gula-gula Investasi Kendaraan Listrik
- Mengapa Subsidi Tak Mendorong Minat Masyarakat Membeli Kendaraan Listrik?
- Berburu Investor Baterai Kendaraan Listrik
Adapun kebijakan pemerintah Indonesia lebih banyak menguntungkan pengusaha yang kebetulan menjadi penguasa ataupun yang dekat dengan kekuasaan. Subsidi diberikan untuk sepeda motor listrik. Sejumlah pengusaha dadakan pun siap menadah welas asih anggaran negara. Untuk menghindari kesan mensubsidi orang kaya, pemerintah akhirnya mengatur hanya orang miskin yang boleh menikmati gula-gula itu. Pengaturan ini sia-sia karena masyarakat miskin sudah sibuk dengan kesusahan sendiri.
Insentif untuk merangsang pembelian mobil elektrik juga hanya menguntungkan produsen, konsumen kaya raya, dan sedikit industri. Maka jangan salahkan publik jika tak akan pernah merestui insentif dan subsidi seperti ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Salah Rute Insentif Kendaraan Listrik"