Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengapa Subsidi Tak Meningkatkan Penjualan Kendaraan Listrik?

Pemerintah menghapus syarat penerima subsidi sepeda motor listrik. Akan dibuka untuk semua orang.  

6 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FORMULIR pendaftaran program bantuan pemerintah untuk mengkonversi sepeda motor menumpuk di kantor Elders Garage, Jakarta. Ada sekitar 800 nama pendaftar yang masuk ke meja administrator bengkel pengubah sepeda motor konvensional menjadi sepeda motor listrik itu. Namun Elders hanya akan memproses lima di antaranya. “Kami uji coba dulu,” kata Saugi, Manajer Pemasaran Elders, kepada Tempo pada Kamis, 3 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bila pengurusan program bantuan pemerintah sukses, setiap unit sepeda motor berbahan bakar bensin yang diubah menjadi sepeda motor listrik berbasis baterai akan mendapat subsidi Rp 7 juta. Dengan begitu, pemilik kendaraan tinggal menambah kekurangan biaya konversi sepeda motor. Di Elders Garage, tarif konversi motor listrik sekitar Rp 17 juta untuk sepeda motor bebek sekelas Honda BeAT. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Uji coba menalangi subsidi konversi sepeda motor di Elders merespons kebijakan pemerintah yang mengubah skema program subsidi motor listrik. Dalam rapat kabinet terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan pada Senin, 31 Juli lalu, pemerintah menghapus empat syarat utama penerima bantuan. Semula subsidi ini hanya disediakan untuk anggota masyarakat yang terdaftar sebagai penerima kredit usaha rakyat, bantuan produktif usaha mikro, bantuan subsidi upah, dan/atau subsidi listrik sampai 900 volt-ampere. 

Syarat itu tertuang dalam Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah untuk Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Dua. Peraturan ini akan diubah sesuai dengan keputusan rapat kabinet. 

Pemerintah akhirnya memutuskan merevisi skema program percepatan penggunaan kendaraan listrik karena tingkat serapannya sangat minim meski sudah berjalan lebih dari tiga bulan. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, dari evaluasi pemerintah terhadap skema itu, syarat-syarat penerima bantuan mengganjal minat masyarakat membeli sepeda motor listrik.

Selanjutnya, Agus menambahkan, pembelian sepeda motor listrik akan menggunakan basis nomor induk kependudukan (NIK) atau kartu tanda penduduk. “Satu KTP atau satu NIK hanya boleh untuk beli satu sepeda motor listrik,” Agus menjelaskan seusai rapat.

Pengunjung melihat motor listrik di pameran Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 17 Mei 2023. Tempo/Tony Hartawan

Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, keputusan itu mempertimbangkan angka realisasi penyaluran insentif yang minim, yakni hanya 1 persen dari target 200 ribu unit. Insentif semula hanya diberikan untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Rupanya, Bahlil mengungkapkan, cara ini kurang berhasil sehingga insentif akan dibuka untuk umum. Karena itu, pemerintah menilai perlu penyederhanaan aturan dari sisi syarat. 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, hingga 27 Juli 2023, baru ada 4.578 pemohon konversi sepeda motor konvensional menjadi sepeda motor listrik. Padahal pemerintah menargetkan jumlah kendaraan yang terkonversi tahun ini bisa tembus 50 ribu unit.

Dari target penjualan sepeda motor listrik sebanyak 200 ribu unit tahun ini, hingga Sabtu, 5 Agustus lalu, menurut Sistem Informasi Pemberian Bantuan Pembelian Kendaraan Listrik Roda Dua atau Sisapira, masih ada sisa kuota 198.505 unit. Artinya, selama empat bulan lebih sejak diluncurkan pada akhir Maret lalu, bantuan baru terdistribusikan untuk 1.495 unit kendaraan atau sekitar 0,74 persen dari target. 

Ada 1.232 orang yang berstatus calon pembeli sepeda motor listrik. Sebanyak 38 pendaftar dalam posisi terverifikasi sesuai dengan syarat-syarat menjadi pemilik kendaraan listrik. Adapun 225 orang telah disetujui dan insentifnya sudah dicairkan kepada pedagang atau dealer sebesar Rp 1,57 miliar.

 

•••

PEMERINTAH sebenarnya sudah tahu ada banyak masalah yang membuat realisasi program percepatan penggunaan kendaraan listrik lambat. Dalam rapat evaluasi tiap dua pekan, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan ada banyak hal yang mengganjal program ini. “Tapi, karena program belum tiga bulan, belum ada rencana revisi,” tuturnya. “Kami kumpulkan persoalannya dulu.”

Soal syarat penerima bantuan program sepeda motor listrik itu yang paling mengganjal. Menurut Moeldoko, pemerintah menghadapi dilema psikologi politik. Bila syarat dihilangkan, program bantuan ini akan tanpa pembatasan. Akibatnya, dia menambahkan, pemerintah khawatir muncul tuduhan negara mensubsidi orang kaya. “Bahasanya begitu."

Dalam sebuah diskusi dengan Moeldoko, Presiden Joko Widodo juga mempertanyakan perkembangan insentif kendaraan listrik yang ia nilai lelet. Kata Moeldoko, Presiden juga mengkritik persyaratan yang sulit. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga merasa ada yang tidak pas dengan skema yang berjalan.

Moeldoko lalu mengusulkan mekanisme restitusi. Dalam restitusi, dealer menalangi insentif dulu senilai Rp 7 juta per unit kendaraan yang terjual. Masalahnya, durasi pencairan anggaran dari pemerintah kepada dealer akan mengganggu bisnis dealer sepeda motor. “Restitusi itu harus secepat-cepatnya. Bayangkan kalau restitusi sampai setahun,” ujar Moeldoko, yang juga Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia.

Dalam hal anggaran, Kementerian Keuangan menilai insentif Rp 1,75 triliun tak jadi soal. Menurut seorang pejabat di Kementerian Keuangan, pertimbangan pemberian insentif lebih ke soal persepsi masyarakat yang menganggap subsidi kendaraan listrik sebagai bantuan untuk orang kaya. Padahal masih banyak warga kelas bawah yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Soal lain adalah konflik kepentingan sejumlah pejabat publik yang memiliki perusahaan sepeda motor listrik. Electrum, misalnya, adalah perusahaan patungan antara PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk dan PT TBS Energi Utama Tbk, yang didirikan Menteri Luhut Pandjaitan. Di dalam GoTo ada pengusaha Garibaldi "Boy" Thohir, kakak Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. Pemain lain, PT Indika Energy Tbk, melalui PT Ilectra Motor Group meluncurkan sepeda motor listrik merek Alva. Juga ada PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk dari Bakrie Group yang membangun pabrik bus listrik di Magelang, Jawa Tengah.

Ekonom sekaligus pengamat kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai perluasan target penerima insentif motor listrik akan membuat program ini tidak tepat sasaran. “Kalau satu-satunya persyaratan adalah KTP, risikonya subsidi ini tidak tepat sasaran dan menimbulkan ketidakadilan,” ucap Achmad.

Menurut Achmad, insentif kendaraan listrik seharusnya diprioritaskan bagi masyarakat yang membutuhkan karena memiliki keterbatasan ekonomi. Sebab, jika tidak dialokasikan dengan tepat, subsidi kendaraan listrik dinilai hanya akan menguntungkan pabrik sepeda motor.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Arsjad Rasjid membantah anggapan Achmad. Dia menyatakan regulasi kendaraan listrik sudah cukup adil. Peraturan, kata dia, tidak membatasi siapa yang boleh membuat kendaraan listrik. “Masalahnya, tidak semua berani,” tutur Direktur Utama Indika Group ini.

Problem lain, Achmad melanjutkan, adalah infrastruktur pengisian daya sepeda motor listrik yang belum banyak tersedia. “Edukasi juga penting agar masyarakat memahami dampak positif kendaraan listrik,” katanya. Dengan begitu, percepatan program kendaraan listrik untuk menekan emisi karbon dari kendaraan berbahan bakar minyak dapat mencapai sasaran.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Antara Tak Tepat Sasaran dan Ketidakadilan"

Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus