Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Minat investor terhadap proyek perpanjangan jalur Light Rail Transit (LRT) Jabodebek ke Bogor meningkat. Pemerintah bersama para pemangku kepentingan tengah mengkaji skema investasi kreatif guna merealisasikan proyek transportasi massal ini tanpa membebani anggaran negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Executive Vice President LRT Jabodebek, Mochamad Purnomosidi, menyebut bahwa kajian kelayakan atau feasibility study sedang berlangsung untuk menentukan model investasi terbaik. Dengan terbatasnya anggaran pemerintah pada 2024, opsi pembiayaan alternatif menjadi sorotan utama dalam pembahasan proyek tahap kedua ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami sedang berdiskusi dengan Kementerian Perhubungan dan Bappenas agar proyek ini bisa segera direalisasikan. Kami juga mencari investor dengan skema investasi yang tepat agar fase dua ini bisa segera berjalan,” katanya dalam konferensi pers di kantor Divisi LRT Jabodebek, Senin, 24 Februari 2025.
Berbeda dengan fase pertama yang menggunakan pinjaman dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) serta bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), pemerintah kali ini ingin mengurangi beban finansial PT KAI. Skema investasi baru pun sedang dipertimbangkan untuk menarik lebih banyak investor.
“Kalau dari PT KAI lagi, pasti tidak akan kuat. Oleh karena itu, kami mencari investor yang bersedia membiayai proyek ini dan nantinya akan kami bayar secara mencicil,” kata Purnomosidi.
Ketertarikan terhadap proyek ini diklaim sebagai tanda yang menunjukkan proyek LRT ke Bogor dipandang peluang investasi yang menjanjikan, terutama dalam sektor transportasi berkelanjutan. "Sejumlah investor asing dari Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Jepang, dan Eropa telah melakukan diskusi awal dengan pemerintah," katanya.
Nilai investasi yang dibutuhkan untuk tahap kedua masih menunggu hasil final kajian kelayakan. Namun, dengan panjang lintasan sekitar 23 kilometer, kebutuhan investasinya diperkirakan lebih rendah dibandingkan fase pertama yang mencapai 44 kilometer.
Pemerintah juga memastikan bahwa proyek ini tidak mengalami cost overrun atau biaya yang melebihi anggaran proyek yang ditetapkan pada awal proyek, karena belum memasuki tahap konstruksi. “Cost overrun terjadi jika proyek sudah berjalan lalu mengalami keterlambatan. Dalam hal ini, proyek fase kedua belum dimulai sehingga tidak ada cost overrun,” ucapnya.
Sebelumnya, dalam cetak biru perencanaannya, karakteristik pembangunan LRT fase 2 akan berbeda dengan fase 1. Jalur kereta fase 2 yang merentang mulai Cibubur hingga Bogor akan dibangun di atas permukaan tanah guna menghemat biaya investasi sampai 50 persen.
Pilihan Editor: Dampak WFH, Penumpang LRT Jabodebek Merosot dalam Seminggu