CELANA jeans (jin) kini sudah mengenal mode. Yang lagi in belakanan ini, misalnya, celana model "kakek Betawi": longgar di sekitar pinggul (baggy). Tapi Levi's, yang sudah 100 tahun dibikin Levi's Strauss dan diproduksikan di Indonesia sejak 1970, hampir tidak berkembang modelnya. Walaupun begitu, "Saya kira merk kami lebih dikenal masyarakat daripada ratusan merk lain," kata Nico J. Mohan, direktur PT Jay Gee Enterprises, pemegang lisensi Levi Strauss & Co. AS. Levi's buatan PT Roda Mas Group (Probolinggo) dan Bali Nirwana Group Jakarta), yang dipasarkan PT Jay Gee di sini, sebenarnya sekarang rata-rata cuma 35.000 potong per bulan. Tapi, menurut dugaan Nico Mohan, ada sekitar 1.000 pemalsu Levi's mulai dari pengusaha kecil sampai perusahaan yang berstatus eksportir. "Kalau ada toko menjual Levi's yang bisa ditawar harganya itu Levi's palsu Toko-toko yang menjual dengan harga miring itu sering berada di sebelah penyalur resmi," kata Johan. Dari toko-toko penyalur Levi's, Jay Gee juga sering menerima laporan bahwa ada orang yang berlagak mau belanja, padahal hanya mau mengganti Levi's palsu di kamar pas. Mereka ini diduga "pemalsu kecil", sehingga tidak terlalu diributkan Jay Gee. "Pemalsu besar", 90 perusahaan, sudah diseret ke pengadilan, walaupun untuk itu Jay Gee harus mengeluarkan ongkos perkara minimum Rp 20 juta untuk satu kasus. PT Perfekta Indonesia, misalnya, sekarang ini sedang diadili di P.engadilan Negeri Jakarta Timur. Perusahaan di Kawasan Industri Pulo Gadung itu didakwa Jaksa A Hamid Thahir membuat lebih dari 11.000 potong Levi's tanpa izin pemilik hak paten. Kasus itu diikul secara serius olehJay Gee dan pemerintah AS. Tapi pihak Perfekta mengatakan kepada TEMPO, pekan lalu, bahwa perusahaan itu hanya membuat jin merk apa saja sesuai dengan pesanan dari pembeli dari Belanda, Inggris, Kanada, dan terutama AS. "Kami mengekspornya sepengetahuan Departemen Perdagangan, yang memberikan juga SE (Sertifikat Ekspor)," kata sebuah sumber di perusahaan itu. Perfekta dituntut oleh Levi Strauss (lewat Departemen Perdagangan dan kedubes AS) dan Jay Gee, bukan karena mengekspor Levi's ke negeri Levi's, AS, tapi ke Belanda. Februari 1983, Perfekta membuat kontrak 48.000 celana Levi's untuk perusahaan IBA (Belanda), dan sudah sempat mengirim 5.700 potong bernilai US$ 34.200. Hari-hari terakhir ini, sekitar 200 karyawan perusahaan itu masih menjalankan roda produksi, tapi sering disuruh pulang pukul 10 pagi. "Bukan karena kami dituduh - pemalsu, tetapi pesanan memang lagi sepi," kata sumber di Perfekta tadi. Perusahaan itu mampu menghasilkan sekitar 150.000 potong. Tapi pesanan sekarang ini paling tinggi 60.000 potong per bulan. Kurangnya pesanan dan pembeli di luar negeri juga dirasakan PT Tira Fashion, yang biasa mengekspor sekitar 35.000 potong ke Inggris, Belanda dan Jerman Barat, dua tahun lalu. Produk-produknya, yang cukup bergaya sesuai dengan selesa Eropa, kini tinal sekitar 18.000 potong yang setiap bulan ikirim ke Belanda. Dalam dua ltahun terakhir ini, Tira mencoba merebut pasar dalam negeri, dengan melemparkan jin untuk konsumen kelas menengah bawah (harga p 15.000 ke bawah). Tapi, anak perusahaan PT Tiga Raksa yang mempunyai Jaringan penyalur produk-produk buku dan kimia itu tak mempunyai jaringan distribusi pakaian jadi. Baru belakangan ini Tira merentangkan jalur pemasaran sendiri. Semula cuma di Jakarta, ini meluas ke delapan kota besar di seluruh Jawa dan Sumatera, dengan lebih dari 1.000 toko. Tapi, ketatnya persaingan di kelas menengah bawah yang kini berjumlah ratusan merk, dan terutama dikuasai Grafitti (dipasarkan Jay Gee juga) dan Raphael (dari PT Balliwig), Tira kini mulai melongok ke kelas atas. Sejak Natal 1983, Tira memperkenalkan jin Lois yang biasa diiklankan petenis kampiun Bjorn Borg. Jin berlabel matador itu dijual di luar negeri bisa 50% lebih mahal dari Levi's. Tapi di sini, Tira memperkenalkannya dengan harga Rp 30.000 per potong, 20% di atas harga Levi's rata-rata. Penjualan masih terbatas di Jakarta - itu pun baru di beberapa kompleks pertokoan mewah. Tapi Djamaludin menargetkan tahun ini bisa mencapai 10.000 potong per bulan. Tira Fashion tak berani memasang harga lebih mahal, karena dibendung juga oleh jin impor tentengan, sepertl Gloria Vanderbilt, yang dijual sekitar Rp 50.000 di butik-butik. "Itu bukan produksi kami," kata Ny. Djamal dari PT Balliwig - yan mempunyai label sendiri, Raphael dan California - yang biasa juga memproduksikan Gloria Vanderbilt, Givenchy, dan Paradise untuk diekspor. Harganya sekitar US$ 6 per potong, sama dengan Levi's yang diekspor Perfekta. Semua merk itu, menurut direktur utama PT Balliwig, harga sebenarnya memang cuma sekitar Rp 5.000 per potong, tapi di pasar rata-rata di atas Rp 8.000. Karena harus menutup ongkos promosi, dalam bentuk fashion sho? atau iklan di koran. Rajinnya Ny. Djamal menyertakan Raphael dan California dalam fashion shou membuat kedua merk itu mampu bertahan pada produksi sekitar 120.000 potong per bulan, dengan omset sekitar Rp 100 juta. Dalam jumlah Raphael kini merajai pasaran jin lokal, tetapi dalam hal omset Jay Gee mengklaim omsetnya yang paling besar sekitar Rp 300 juta per bulan. Hal ini yang menggiurkan orang untuk ikut memalsukan Levi's.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini