BUKAN hanya karangan bunga dan ucapan selamat yang diterima Subekti Ismaun ketika, Sabtu lalu, dilantik sebagai direktur utama Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Tapi juga berita sumbang: koran Kompas, mengutip sebuah sumbernya, menyatakan Bapindo kini sedang menghadapi kesulitan sangat berat gara-gara sebagian besar nasabahnya tidak mampu lagi menembalikan pinjaman. Dari jumlah kredit sebesar Rp 1.010 milyar, per Oktober 1985 lalu, yang terpengaruh tunggakan meliputi Rp 532,4 milyar - terutama dari para debitur di sektor maritim dan industri. Secara terinci, koran itu menyebut nama-nama nasabah yang tidak mampu membayar clcilan bunga dan utang pokok. Sahid Detolin Textile, milik Ketua Kadin Sukamdani Sahid Gitosardjono, bahkan disebut sebagai yang perlu menjadwalkan utang pokoknya yang Rp 4.085,5 juta. Ketika ditemui wartawan TEMPO Budi Kusumah, Dirut Subekti Ismaun menyatakan kaget, dan tidak mengerti dengan sumber pemberitaan koran itu. Kata bankir lulusan FE UI itu, di dalam dokumen pemberian kredit, Bapindo lazimnya tidak memberikan nama jelas nasabah. Jumlah kredit yang terpengaruh tunggakan bukan 52,7%, katanya, tanpa mau menyebut ancar-ancar yang benar. Bagi para pemberi kredit bahan baku (pemasok) untuk para debitur Bapindo tadi, pemberitaan itu jelas merupakan informasi berharga. Boleh jadi mereka sekarang makin mengetatkan syarat-syarat pembayaran, yang akibatnya mungkin akan menyulitkan perputaran dana nasabah Bapindo. Jadi, masuk akal kalau Sukamdani Gitosardjono, seperti dikutip koran Bisnis Indonesia, memperingatkan agar Bapindo tidak melanggar kode etik. "Bapindo jangan malah membunuh nasabahnya yang sedang dalam kesulitan dengan menyiarkan rahasia mereka di koran," katanya. Merasa belum cukup berkomentar di koran, Ketua Kadin Sukamdani kemudian menelepon Subekti, dan mengutarakan konsekuensi pemberitaan tersebut bagi usahanya. Telepon serupa itu juga masuk dari pengusaha lain. Singkat cerita, kata Subekti mengutip keluhan para nasabahnya, mereka sekarang menghadapi kesulitan perputaran dana gara-gara para pemasok minta pembayaran kontan. Lebih dari itu, para nasabah Bapindo itu, termasuk sejumlah badan usaha milik negara, kini memang seperti orang telanjang dalam menghadapi pemasok. Bisa dimaklumi bila Kaptin Adisumarta, yang dikenal sebagai kolumnis Kompas, sekalipun cukup marah melihat perusahaan tekstil miliknya, Detta Marina, ikut disebut-sebut. "Berita itu sama dengan membunuh saya dan seribu karyawan saya," katanya. Dalam koran itu, Detta, yang diresmikan Maret 1985 lalu, dikatakan menghadapi kesulitan karena keadaan manajemen dan pemasaran. Untuk membantu perusahaan itu, Kompas menyebut Bapindo setuju untuk memberikan tambahan kredit modal kerja, dan memperkuat pengikatan barang agunan kredit. Dengan tambahan itu, seluruh kredit yang diterimanya berjumlah Rp 13.310 juta. Tak jelas benar apakah sesudah itu Detta bisa lancar memasarkan selimut, bedcover, maupun kain gordennya sesudah ditinggalkan penyalur tunggalnya. Betapapun terasa pahit, berita itu tampaknya membawa hikmah bagi direksi baru untuk melakukan konsolidasi ke dalam. Hampir semua bank, yang mempunyai nasabah industri kayu lapis, perhotelan, maritim, dan tekstil kasar, memang sedang sulit menagih piutang mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini