Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan mewacanakan pengembangan moda transportasi massal perpaduan dua moda light rail transit dan bus rapid transit, O-Bahn. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan pihaknya bakal menggelar benchmark atau studi banding ke Australia sebelum mendesain O-Bahn.
Baca juga: Cara Kerja Moda Transportasi O - Bahn yang Dikaji Kemenhub
"Kami lihat dulu negara yang sudah memiliki O-Bahn sebelumnya. Kami pilih benchmark ke Australia," ucapnya saat dihubungi Tempo pada Selasa, 25 Juni 2019.
Selain Australia, menurut Budi, Cina, Jepang, dan Jerman telah menyediakan O-Bahn sebagai alternatif transportasi massal di negaranya. Namun, Kemenhub memilih menggelar studi di Australia lantaran negara Kanguru itu lebih dulu mengoperasikan moda transportasi kombinasi bus dan kereta tersebut.
Meski demikian, Budi mengatakan masih akan mengajukan wacana studi ini ke Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Rencananya, Budi Setiyadi mengajukan rencana studi tersebut pada pekan ini.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Zulfikri di acara Ngobrol Seru Transportasi Kementerian Perhubungan mengklaim moda O-Bahn lebih efisien dari Transjakarta, meski modal pembangunannya bisa lebih mahal. "Secara umum, pembangunan O-Bahn 20 persen lebih mahal dari Busway. Tapi biaya operasi bisa lebih murah karena dibandingkan dengan total produksinya," ujarnya pada Ahad, 23 Juni 2019 lalu.
O-Bahn nantinya bakal melaju di lintasan khusus. Karena itu, O-Bahn lebih unggul dari BRT lantaran bisa berjalan lebih cepat sehingga waktu operasi pun lebih efisien.
CAESAR AKBAR
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini