Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kalau Bunga Terus Melorot

Berbagai bank devisa swasta nasional dan asing menurunkan tingkat bunga deposito berjangka. para pemilik uang menganggur mulai was-was dan banyak yang mulai menubruk rumah atau tanah.(eb)

14 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TINGKAT bunga deposito berjangka mulai kurang menggiurkan. Sehari sesudah devaluasi rupiah, 1 April, berbagai bank devisa swasta nasional dan asing mengerek tingkat bunga deposito hingga 20% setahun, termasuk untuk simpanan berjangka pendek -- 1-3 bulan. Itu berjalan sekitar dua minggu. Tapi sesudah itu banyak bank mulai menurunkan tingkat bunga, menjadi sekitar 17%. Pekan lalu malah merosot lagi. Citibank, misalnya, menurunkannya untuk deposito berjangka 1 bulan dari 17% ke 15%, untuk yang tiga bulan dari 16,5% ke 14,5%, dan untuk yang enam bulan dari 16% ke 15%. Tindakan serupa malah sudah lebih dulu dipelopori Panin Bank. "Kami sekarang sangat likuid," kata Direktur Panin Bank, Fuady Mourad. Maksudnya, posisi rupiah mereka sudah kuat. Tindakan devaluasi rupiah baru-baru ini rupanya berhasil menggiring sebagian pemilik uang yang menyimpan di bank luar negeri dalam bentuk dollar (biasanya AS) mencairkan kembali deposito mereka dalam rupiah. Namun, kembalinya rupiah yang diparkir di luar negeri itu rupanya punya akibat sampingan juga: banyak bank dan lembaga keuangan nonbank menjadi sarat dengan rupiah. Dan untuk mengerem arus rupiah yang deras itulah agaknya bank-bank merasa perlu menurunkan bunga depositonya. Banyak yang tampaknya ingin istirahat dulu menerima simpanan dalam rupiah, terutama yang berjumlah besar. Itu pula sebabnya direktur Panin tadi sampai berkomentar: "Nasabah tentu tidak akan senang kalau kami mengatakan tidak bisa menerima deposito lagi." Menurut bankir itu, masih banyak juga orang yang antre mau mendepositokan rupiah mereka. Sampai kapan? Itulah soalnya. Kalau tingkat bunga deposito cenderung semakin turun, bisa dipastikan sebagian nasabah akan kembali was-was. "Kalau sampai turun di bawah 15% saya jadi mulai berpikir untuk membeli rumah saja," kata seorang nasabah sebuah bank swasta besar. Orang ini, kebetulan pejabat yang tergolong jujur, baru saja mencairkan seluruh depositonya dalam dollar AS di sebuah bank di Singapura. Dia merasa rugi karena tingkat bunga dollar kini hanya sekitar 8,5% setahun untuk deposito yang satu bulan. Setelah dihitung-hitung, dia memutuskan merupiahkan saja seluruh depositonya, karena "lebih untung menyimpan di Jakarta," katanya. Tindakan memanggil kembali rupiah yang berkelana itu memang dianjurkan pemerintah. Dan pemerintah tentu akan senang kalau makin banyak pemilik rupiah menyimpan dalam deposito berjangka, membeli saham di pasar modal atau membeli obligasi. Perputaran rupiah akan lebih mudah dikontrol, dan tidak mengakibatkan efek inflasi. Dari ketiga bentuk simpanan itu, yang paling populer sampai sekarang jelas deposito berjangka. Sebuah bank asing di Jakarta, misalnya, memiliki volume deposito berjangka satu bulan sebanyak 70% dari seluruh penerimaan simpanannya. Keinginan menyimpan hanya dalam sebulan, menurut seorang bankir asing, disebabkan "sebagian besar nasabah masih punya perasaan tak menentu." Pendapat itu tak seluruhnya benar. Para penyimpan jangka pendek, selain pemilik 'uang panas', biasanya para pengusaha. Maka selain bisa mengatur kebutuhan uang dalam sebulan, para pengusaha itu juga kebagian bunga. Berapa besar andil para pemilik 'uang panas' itu, yang disimpan dalam deposito sebulan, sulit diketahui. Namun bisa dikatakan, deposito enam bulan ke atas biasanya lebih banyak disukai para pemilik uang yang bukan pengusaha. Kini bank pemerintah ingin menaikkan tingkat bunga deposito yang berjangka enam bulan -- dari 6% menjadi sekitar 8%, kabarnya. Maksudnya, tentu saja, menarik lebih banyak penabung. Apakah tindakan itu nanti akan berhasil, masih harus dibuktikan. Tapi menurut Dirut Bank Duta Ekonomi, Abdulgani, kenaikan bunga deposito yang 2% itu "belum berarti banyak untuk menyaingi bank swasta." Agaknya benar. Dengan tingkat bunga 6%, pelbagai bank pemerintah ternyata hanya berhasil menyedot dana masyarakat sebanyak Rp 11,6 milyar (sampai Maret lalu), untuk deposito berjangka enam bulan. Sebagian besar dana deposito bank pemerintah (Rp 849,7 milyar atau 93,8% dari total deposito yang Rp 905,3 milyar) berasal dari deposito berjangka 24 bulan. Itu pun kebanyakan terdiri dari simpanan yayasan pensiun pelbagai departemen, instansi pemerintah maupun bank. Bunganya: 12-15% setahun. Tingkat bunga deposito yang kurang menggiurkan dari bank swasta bukan mustahil akan mendorong usaha spekulasi, yang mengandung efek inflasi. Sebuah rumah di daerah Kemang, Jakarta Selatan, yang sebelum devaluasi ditawarkan seharga Rp 180 juta, dan sulit laku, sudah dengan gampang laku seharga Rp 250 juta sekitar dua pekan lalu. Dan sebuah rumah baru dengan luas tanah 750 m2 di daerah Pulo Emas, Jakarta, yang sebelum 30 Maret masih ditawarkan seharga Rp 140 juta, pekan lalu sudah laku dengan Rp 180 juta. Di kompleks perumahan mewah Pondok Indah lebih dahsyat lagi. Harga semeter persegi tanah di sana rata-rata sudah di atas Rp 150.000. Kenaikan cukup besar itu memang belum bisa dikatakan akan berjalan langgeng. Tapi setidaknya, gerakan orang menubruk rumah mulai terjadi setelah rupiah banyak yang pulang. Dan usaha spekulatif itu agaknya akan semakin terangsang kalau tingkat bunga deposito semakin turun. Pemilik uang menganggur tentu akan merasa lebih aman menyimpan hartanya dalam bentuk rumah atau tanah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus