Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kami Melakukan Proses Transparan

19 Desember 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBANYAK 60 negara donor dan penerima bantuan berkumpul dalam pertemuan yang digelar International Development Association (IDA) di Yogyakarta pada Rabu-Kamis pekan lalu. Dalam pertemuan tersebut, lembaga bentukan Bank Dunia ini berhasil membukukan komitmen US$ 75 miliar (sekitar Rp 1.003,4 triliun). Dana jumbo itu digunakan untuk menggenjot pembangunan di negara-negara miskin. "Terutama untuk transformasi ekonomi dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan," kata penjabat sementara Direktur Pelaksana Grup Bank Dunia, R. Kyle Peters, kepada Iqbal Muhtarom dan Shinta Maharani dari Tempo di Yogyakarta, Kamis malam pekan lalu. Selama 30 menit, Peters—yang juga menjabat Chief Operating Officer Bank Dunia—bercerita mengenai fokus penyaluran bantuan.

Indonesia bukan lagi negara anggota IDA. Apa alasan pertemuan IDA ke-18 dilaksanakan di Yogyakarta?

Agenda spesifik dari pertemuan ini adalah penambahan pagu anggaran IDA ke-18. Pertemuan di Yogyakarta menjadi pertemuan terakhir dalam rangkaian IDA 18 Replenishment Meeting pada 2016. Dalam pertemuan ini, negara-negara donor menyampaikan komitmen dana yang diberikan untuk mendukung program IDA. Kami berhasil menghimpun US$ 75 miliar dari negara donor. Indonesia pernah menjadi negara penerima bantuan sepanjang 1999-2008. Meski saat ini sudah tidak menjadi negara anggota, Indonesia berkontribusi sebagai donor. (Dalam pernyataannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Indonesia berperan aktif menentukan kebijakan IDA dalam rangka pengentasan angka kemiskinan global. Berdasarkan data per 31 Agustus 2016, dari 173 negara anggota IDA, Indonesia memiliki 229.403 vote atau 0,88 persen voting power.)

Apa masalah utama yang dihadapi negara penerima bantuan dan hibah?

Kami berfokus meningkatkan efektivitas sektor swasta. Sebab, sekitar 90 persen ketersediaan pekerjaan di negara-negara IDA didorong dari sektor swasta. Kami juga akan mengalirkan pendanaan ke proyek-proyek infrastruktur, termasuk membantu meningkatkan akses energi, sanitasi, juga yang berkaitan dengan kesehatan dan anak, angka kematian ibu hamil, pendidikan, serta imunisasi. Beberapa hal tadi akan menjadi fokus penyaluran paket pendanaan IDA.

Bagaimana Anda memastikan transparansi dari penyaluran tersebut?

Bank Dunia memiliki kebijakan keterbukaan informasi soal seluruh bantuan yang kami salurkan. IDA mempublikasikan semua dokumen di website, seperti dokumen keuangan yang terkait dengan program yang kami danai. Ketika proyek berjalan, Bank Dunia juga melakukan supervisi. Kami membuat laporan dari setiap program yang dilaksanakan, yang tersedia di situs IDA.

Tapi bagaimana caranya memastikan efektivitas bantuan sehingga sesuai dengan kebutuhan negara penerima?

IDA memiliki proses yang sangat ketat dalam mendesain proyek dan menyalurkan bantuan. Kami mendesain program sesuai dengan kebutuhan negara penerima. Kami menggunakan standar operasi IDA pada setiap program. Kami memiliki standar moneter untuk melihat proyek secara obyektif. Di akhir proses, IDA melakukan evaluasi untuk melihat bagaimana kinerja proyek beserta hasilnya. Evaluasi dilakukan oleh unit independen yang levelnya setara direksi untuk memvalidasi hasil dari proyek yang dikerjakan.

Tapi ada kritik yang menyebutkan bahwa bantuan Bank Dunia justru tidak menekan angka kemiskinan.…

Seperti yang saya katakan sebelumnya, kami berusaha mencapai dua cita-cita, yakni mengurangi angka kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan. Itu sebabnya kami mengupayakan kesediaan 36 dari 48 negara donor untuk memberi dukungan dalam paket pendanaan IDA yang ke-18. Ini mengindikasikan operasi pendanaan Bank Dunia sangat efektif.

Apa ukuran sukses penyaluran bantuan dalam menekan angka kemiskinan?

Kami baru saja menyampaikan laporan yang mengukur kemajuan dunia dalam mengakhiri kemiskinan ekstrem. Laporan kami menunjukkan bahwa angka kemiskinan ekstrem dunia turun 10 persen. Laporan kami juga mencatat bahwa sejumlah negara yang populasinya di bawah 40 persen mengalami pertumbuhan yang positif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus