Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bancakan Uang Sebelum Laga

Polisi mengusut dugaan korupsi dana sosialisasi Asian Games 2018. Sekretaris Jenderal Komite Olimpiade Indonesia menjadi tersangka.

19 Desember 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OGAH berstatus tersangka sendirian, Dody Iswandi berusaha menyeret rekannya di Komite Olimpiade Indonesia (KOI). "Polisi salah orang," kata Alamsyah Hanafiah, pengacara Dody, Rabu pekan lalu. "Yang bertanggung jawab bukan klien saya."

Polisi menetapkan Dody sebagai tersangka pada 22 November lalu. Sekretaris Jenderal KOI itu diduga menggelembungkan dana pawai persiapan Asian Games XVIII di Surabaya yang digelar pada 30 Desember 2015. "Sehingga ada kemahalan harga," kata Kepala Subdirektorat Korupsi Kepolisian Daerah Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ferdy Irawan, Selasa pekan lalu. "Modusnya, dia menunjuk langsung vendor untuk menggarap karnaval."

Alamsyah tak terima kliennya disebut menunjuk langsung pelaksana karnaval. Menurut dia, Wakil Ketua Umum KOI Muddai Madang yang menunjuk langsung vendor acara pawai itu. Sebelum menandatangani kontrak, menurut Alamsyah, Muddai sudah mengantongi nama-nama vendor yang akan dia tunjuk menggarap pawai persiapan Asian Games 2018.

Toh, polisi berkukuh telah mengantongi bukti kuat untuk menjerat Dody. Menurut Ferdy, polisi mencium bau persekongkolan antara Dody dan perusahaan pelaksana sosialisasi Asian Games. Selaku pejabat pembuat komitmen yang ditunjuk Indonesia Asian Games Organizing Committee (Inasgoc), Dody menentukan biaya karnaval di enam kota. Tapi, dalam membuat harga perkiraan sendiri, Dody tak mengkaji harga pasar. "Dasarnya hanya usul vendor yang ia tunjuk langsung," ujar Ferdy.

Sejauh ini polisi juga telah menetapkan Ihwan Agus Salim, Direktur PT Hias Gitalis Indonesia, sebagai tersangka. Perusahaan ini merupakan vendor karnaval di Surabaya. Menurut Ferdy, polisi akan mengusut karnaval Asian Games di kota lain. Selain di Surabaya, pawai serupa berlangsung di Banten, Balikpapan, Medan, Makassar, dan Palembang. "Vendornya berbeda-beda. Semuanya ditunjuk tanpa lelang," kata Ferdy.

n n n

Bau korupsi anggaran persiapan Asian Games ini mulai tercium dalam rapat dengar pendapat di Komisi Olahraga Dewan Perwakilan Rakyat pada medio Januari lalu. Pertemuan tersebut dihadiri perwakilan Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komite Olimpiade Indonesia, serta Inasgoc.

Dalam rapat tersebut, DPR mempersoalkan transfer uang Rp 61,34 miliar dari Kementerian Pemuda dan Olahraga ke rekening Inasgoc pada pertengahan Desember 2015. Dana tersebut untuk membiayai 14 proyek sosialisasi Asian Games 2018, termasuk karnaval di enam kota.

Ketua Komisi Olahraga DPR Teuku Riefky Harsya menduga ada penyimpangan dalam transaksi tersebut. Indikasinya, anggaran sosialisasi Asian Games yang semula diajukan oleh KOI belakangan ditransfer ke rekening Inasgoc. "Ada aturan yang ditabrak," kata politikus Partai Demokrat ini.

Urusan transfer semakin runyam karena uang tersebut kemudian dicairkan oleh Inasgoc. Sekitar Rp 27 miliar di antaranya untuk membiayai karnaval Asian Games di enam kota. Padahal, menurut Teuku, Inasgoc sebagai panitia nasional penyelenggara Asian Games tidak berhak menggunakan anggaran.

Juru bicara Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot Dewa Broto, membenarkan adanya transfer dana dari Kementerian ke rekening Inasgoc. Menurut dia, pengucuran dana itu merupakan tindak lanjut atas nota kesepahaman antara Kementerian dan KOI pada Agustus 2015. Menurut dia, uang tersebut tidak ditransfer ke KOI karena panitia resminya adalah Inasgoc. Alokasi dana ini masuk pos anggaran belanja barang non-operasional di Kementerian. "Rapat dengan DPR menjadi masukan bagi kami agar lebih berhati-hati," kata Gatot.

Inasgoc dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 pada 30 April 2015. Di dalamnya bercampur unsur Kementerian, gubernur provinsi tempat berlangsungnya Asian Games, pengusaha, serta perwakilan KOI. Berdasarkan Keputusan Presiden, Inasgoc harus membentuk panitia pelaksana Asian Games. Panitia pelaksana itulah yang berwenang menggunakan anggaran. Masalahnya, menurut Teuku, sampai acara karnaval digelar di enam kota pada akhir Desember 2015, Inasgoc belum membentuk panitia pelaksana.

Politikus Senayan lantas meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentuatas anggaran persiapan Asian Games, khususnya anggaran untuk sosialisasi. Sebelum audit dengan tujuan tertentu kelar, pada 6 Juni lalu, BPK menyerahkan hasil audit tahunan Kementerian Pemuda dan Olahraga ke DPR. Dalam audit tersebut, BPK menemukan ketidakwajaran penggunaan anggaran Asian Games pada tahun anggaran 2015. Dari sekitar Rp 200 miliar anggaran persiapan dan pembinaan atlet Asian Games, Rp 46,44 miliar tak jelas laporan pertanggungjawabannya.

Badan Pemeriksa menemukan beragam dugaan penyimpangan. Misalnya kontrak dipecah menjadi 63 paket dengan nilai di bawah Rp 200 juta untuk menghindari lelang. Sebagian proyek juga tidak dilaksanakan oleh perusahaan yang meneken kontrak. Proyek diserahkan kepada pihak ketiga (subkontraktor). Di samping itu, banyak pembayaran yang tidak disertai bukti kuitansi.

Untuk mencegah penyelewengan dana persiapan Asian Games, Presiden Joko Widodo telah merevisi susunan kepanitiaan dalam Inasgoc. Melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2016 yang diteken pada 13 Mei lalu, Jokowi memasukkan nama baru, seperti Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Adapun audit dengan tujuan tertentu atas keuangan Asian Games selesai pada awal Oktober lalu. Dalam audit ini, indikasi penyimpangan semakin jelas saja. Lembaga audit negara ini antara lain menemukan kelebihan pembayaran untuk proyek karnaval di enam kota sebesar Rp 5,3 miliar, dari total anggaran Rp 27 miliar. Hasil audit inilah yang menjadi pegangan polisi dalam mengusut dugaan korupsi.

Menanggapi temuan auditor negara itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga berdalih promosi dan sosialisasi Asian Games dipercepat setelah mendapat "lampu kuning" dari Olympic Council of Asia. Sebab, sebagai tuan rumah, Indonesia dianggap terlambat melakukan persiapan.

Menurut Ajun Komisaris Besar Ferdy Irawan, polisi memprioritaskan pengusutan karnaval di Surabaya karena penggelembungan dananya paling besar. Berdasarkan audit khusus BPK, ada kelebihan Rp 1,1 miliar dari total Rp 4,3 miliar yang dibayarkan. Di samping itu, pelaksanaan karnaval tidak sesuai dengan rencana dalam kontrak. "Idenya megah, ada pawai keliling Kota Surabaya," kata Ferdy. "Realisasinya hanya panggung rakyat kecil."

Membela kliennya, Alamsyah mengatakan bahwa Dody sudah berusaha menindaklanjuti temuan BPK. Dody, misalnya, pernah mengirim surat somasi ke PT Hias Prima Gitalis Indonesia, sebagai vendor pekerjaan di Surabaya, agar mengembalikan kelebihan pembayaran Rp 1,1 miliar.

Pekan lalu Tempo menelusuri alamat kantor PT Hias Prima di Wisma Gitalis, Cigadong, Garut, Jawa Barat. Petugas keamanan wisma ini menuturkan, kantor tersebut kosong sejak lima bulan lalu. Karena pengurus PT Hias Prima tak ada di tempat, sepucuk surat dari BPK pun masih dipegang petugas keamanan.

n n n

Vendor karnaval sosialisasi Asian Games 2018 ditentukan dalam rapat di kantor KOI, FX Sudirman, Jakarta Pusat, pertengahan Desember 2015. "Ada sembilan perusahaan yang mendaftar untuk mengerjakan proyek karnaval di enam kota," kata Dody, seperti dikutip dalam berita acara pemeriksaannya di hadapan polisi pada akhir November lalu.

Kepada polisi, Dody menerangkan, Wakil Ketua KOI Muddai Madang menunjuk enam dari sembilan perusahaan. Dody mengaku sempat memprotes keputusan tersebut. Namun Muddai mematahkan protes Dody dengan alasan program sosialisasi Asian Games 2018 harus cepat jalan. Muddai kemudian menugasi Dody untuk mengurus pelaksanaan karnaval di enam kota, termasuk untuk mencairkan dana.

Alamsyah memperkuat cerita kliennya. Menurut dia, Muddai sudah cawe-cawe sejak awal dalam proyek Asian Games. Muddai pula yang menandatangani surat persetujuan pencairan dana Rp 61,34 miliar dari Kementerian Pemuda dan Olahraga. "Ketika pencairan dana itu dipermasalahkan, seharusnya Muddai yang bertanggung jawab," kata Alamsyah.

Alamsyah pun menuduh Muddai memainkan proyek sosialisasi Asian Games. Menurut dia, Muddai yang menandatangani kontrak dengan salah satu stasiun televisi swasta untuk peluncuran logo Asian Games. Menurut Alamsyah, dari kontrak selama dua jam, acara peluncuran logo Asian Games 2018 hanya tayang selama 15 menit. "Ada kelebihan harga sekitar Rp 4,7 miliar," kata Alamsyah. Kontrak dengan stasiun televisi swasta ini mendapat sorotan audit khusus BPK.

Muddai membantah tudingan Dody dan pengacaranya. Menurut dia, Dody hanya mengarang cerita agar tidak terseret sendirian. Muddai menjelaskan, pengucuran dana Rp 61,34 miliar merupakan tindak lanjut atas nota kesepahaman antara Kementerian dan KOI pada Agustus 2015. "Tapi uangnya ditransfer ke Inasgoc, bukan KOI," kata Muddai, Kamis pekan lalu.

Menurut Muddai, ketika uang mengalir ke rekening Inasgoc, namanya belum masuk susunan kepanitiaan Inasgoc. "Makanya aneh kalau saya dituduh mencairkan uang dan menunjuk langsung," kata Muddai. Ia mengaku baru masuk Inasgoc setelah Presiden Joko Widodo merevisi susunan pengurusnya pada Mei 2016. "Artinya, sewaktu karnaval itu saya tak punya kewenangan apa-apa."

Setelah pengelolaan dana Asian Games menjadi masalah hukum, menurut juru bicara Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot Dewa Broto, pemerintah akan memperketat syarat administrasi dan pencairan dana. "Ini perhelatan besar," katanya. "Jangan sampai memalukan negara."

Syailendra Persada, Sigit Zulmunir (Garut)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus