Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ENAM bulan belakangan, Begin Troys rajin mendatangi belasan lembaga keuangan. Direktur Utama PT Migas Hulu Jabar itu menawarkan kerja sama pembiayaan bisnis hulu minyak dan gas bumi kepada sejumlah bank pelat merah. Antara lain Bank Mandiri, BNI, dan Bank Jabar Banten. Lembaga keuangan nonbank juga disambangi. Hasilnya, "Bank tidak mau jika tidak ada jaminan," kata Begin, Rabu pekan lalu.
PT Migas Hulu Jabar adalah perusahaan badan usaha milik daerah yang ditunjuk Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengelola 10 persen hak partisipasi (participating interest) di Wilayah Kerja Blok Minyak dan Gas Bumi Offshore North West Java (ONWJ). Berproduksi sejak 1971, ONWJ menyemburkan 40 ribu barel minyak per hari dan 181 juta kaki kubik gas per hari.
Kontraktornya PT Pertamina Hulu Energi, anak usaha Pertamina, yang mengantongi 58,28 persen saham; PT Energi Mega Persada Tbk, salah satu usaha Grup Bakrie, dengan kepemilikan saham 36,72 persen; dan Kuwait Foreign Petroleum Exploration Company (Kufpec) dengan 5 persen saham. Kontrak baru blok ini mulai berlaku pada pertengahan Januari tahun depan.
Dalam kontrak itu, pemerintah mengocok ulang komposisi saham. Pengendalian operasi blok itu per Januari 2017 sepenuhnya dipegang Pertamina selama 20 tahun ke depan. Kocok ulang yang dilakukan bulan lalu itu membuat Energi Mega terlempar dari ONWJ.
Padahal, pada Desember tahun lalu, Pertamina dan Energi Mega telah meneken kontrak baru kerja sama operasi ONWJ. Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi Gunung Sardjono Hadi membenarkan perjanjian dengan anak usaha Grup Bakrie itu. Namun, "Perjanjiannya bersifat sementara karena mitra lain, Kufpec dan Kementerian ESDM, belum tanda tangan," ujarnya.
Selain memutuskan Pertamina sebagai pengendali utama Blok ONWJ, pemerintah memberikan 10 persen saham hak partisipasi blok kepada pemerintah daerah, yaitu BUMD Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu serta BUMD Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Penyertaan saham inilah yang mendorong Migas Hulu mencari pembiayaan. Dana jumbo diperlukan untuk membiayai belanja modal, belanja operasi, dan signature bonus, yang harus disetor sebelum kontrak diteken.
Masalahnya, tidak mudah bagi BUMD memperoleh pendanaan. Salah satu sebabnya, kata Senior Vice President Strategic Planning and Business Development PT Petrogas Jatim Utama Hadi Ismoyo, ada regulasi pemerintah yang menyebutkan perjanjian yang diteken dengan investor tidak boleh mengurangi dominasi pemerintah daerah dalam BUMD.
Pemerintah khawatir kasus Blok Cepu terulang. Di blok yang terhampar di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dan Cepu, Jawa Tengah, ini ada empat BUMD yang mengantongi partisipasi saham 10 persen. Mereka saat itu mesti menyetorkan belanja modal dan operasi senilai US$ 20 juta.
Beban setoran ini membuat sejumlah perusahaan pelat merah daerah berburu utang. Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan mengatakan, dalam mencari pendanaan tersebut, sejumlah BUMD menggadaikan kepemilikan saham. Akibatnya, investor swasta menguasai 75 persen saham BUMD. Sisanya dimiliki pemerintah daerah.
Seorang direktur perusahaan pelat merah yang mengetahui kasus Cepu mengatakan investor yang dimaksud tak lain pengusaha pemilik stasiun televisi nasional sekaligus pemimpin partai politik dan salah satu taipan properti di kawasan Serpong, Tangerang, Banten. Kasus ini terungkap setelah ada audit Badan Pemeriksa Keuangan dan menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Ini masalahnya keuangan, kenapa kepemilikannya dibagi?" ujar Pahala.
Pahala membenarkan kasus Cepu menjadi catatan penting bagi pemerintah dalam merumuskan regulasi mengenai hak partisipasi di blok minyak dan gas. Ia membenarkan telah berkirim surat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mengantisipasi perusahaan swasta menguasai blok migas melalui BUMD.
Rekomendasi KPK itu mewarnai pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai participating interest yang digelar di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Maret lalu. Direktur Utama Migas Hulu Jabar Begin Troys mengatakan pemerintah mengisyaratkan bahwa BUMD harus dipegang 100 persen oleh pemerintah daerah. Adapun kerja sama dengan pihak lain dibatasi hanya dengan BUMD lain, lembaga keuangan nasional, atau perusahaan swasta yang sahamnya dikuasai mayoritas pengusaha nasional.
Syarat ini cukup memberatkan bagi daerah. Direktur Utama PT Bumi Wiralodra Indramayu Sujarwo angkat tangan dengan syarat itu. Ia tak sanggup jika harus menyediakan setoran modal di depan. "Dari mana kami mendapatkan pendanaan?" katanya kepada Tempo.
Berbeda dengan Sujarwo, Begin menolak mengibarkan bendera putih. Langkah awal yang diambilnya adalah membersihkan perusahaan pelat merah itu dari pemegang saham non-pemerintah. Begin juga bergerilya ke beberapa lembaga keuangan mencari pinjaman. Kebutuhan dana untuk mengantongi hak partisipasi 10 persen ONWJ sebesar US$ 56 juta. Angka ini mengacu pada besarnya belanja modal dan belanja operasi Blok ONWJ sebesar US$ 565 juta pada tahun ini.
Sebagai amunisi untuk mencari pembiayaan, Migas Hulu meminta Pertamina membuka data operasi ONWJ. Tujuannya sebagai bahan menghitung kelayakan bisnis di blok ini. Hasil pembukaan data ONWJ digunakan Migas Hulu untuk bergerilya mencari pembiayaan. Tidak hanya itu, Migas Hulu juga berkonsultasi dengan Kejaksaan Agung meminta pendapat hukum terkait dengan model kerja sama pembiayaan yang tidak menerabas aturan yang berlaku. Blusukan direksi Migas Hulu ke perbankan menemui gang buntu. Bank menolak karena perusahaan tersebut tidak bisa menyediakan jaminan.
Pahala Nainggolan paham tembok yang dihadapi sejumlah BUMD. Itu sebabnya, Kementerian Energi sempat membahas masalah ini. Hasilnya, kontraktor blok migas bisa menalangi pendanaan perusahaan pelat merah daerah. Pahala mengatakan aturan terkait dengan dana talangan dari kontraktor akan dimasukkan ke revisi Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi. "Ini masih proses revisi di Kementerian Hukum," ucapnya.
Di tengah penggodokan revisi peraturan pemerintah, Kementerian Energi menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016 pada pertengahan November lalu. Isinya: pemerintah mewajibkan kontraktor mengucurkan dana talangan kepada pemegang hal partisipasi 10 persen tanpa bunga. Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Amien Sunaryadi mengatakan Blok ONWJ dipilih sebagai prioritas untuk melaksanakan skema baru tersebut. "Karena kontrak baru akan dimulai 19 Januari mendatang," katanya.
Aturan itu membawa kabar gembira bagi Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas Andang Bachtiar. "Ini melebihi harapan Asosiasi," ujarnya. Andang, yang juga anggota Dewan Energi Nasional, meminta pemerintah mensosialisasi aturan tersebut agar kontraktor migas patuh dan benar-benar menjalankannya. Lobi pemerintah diperlukan karena dana talangan tanpa bunga berpotensi memberatkan kontraktor asing. Ia mewanti-wanti pemerintah agar pemberian dana talangan tidak mengurangi hak perusahaan pelat merah daerah dalam kontrak.
Kegembiraan dirasakan Begin Troys. Ia langsung bergerak mengundang direksi BUMD Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu berkumpul di kantor Migas Hulu di Wisma Staco, Jakarta, pada Kamis dua pekan lalu. Mereka sumringah karena mendapatkan jalan keluar memperoleh hak partisipasi. "Kami lega. Aturan baru membuat kami bisa berpartisipasi," kata Direktur Utama PT Bumi Wiralodra Indramayu Sujarwo. AKBAR TRI KURNIAWAN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo