Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Merebut kue ke Singapura

Bisnis angkutan laut tanjungpinang-singapura menarik sejumlah pengusaha. jarak sekitar 30 mil itu kini dilayani 28 kapal penumpang aneka rupa, dengan tipe, bobot dan kecepatan berbeda. (eb)

13 Maret 1982 | 00.00 WIB

Merebut kue ke Singapura
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BISNIS angkutan laut Tanjungpinang-Singapura, pulang-pergi, belakangan ini makin ramai saja. Jarak sekitar 30 mil itu kini dilayani 28 kapal penumpang aneka rupa, dengan tipe, bobot, dan kecepatan berbeda. Dan dalam usaha bersaing mendapatkan penumpang, sejumlah pengusaha melengkapi kapalnya dengan vdeo tape, AC, serta tempat duduk yang nyaman. Imam Sudrajad, Direktur Utama PT Pelayaran Ayodia, rupanya melihat bisnis jasa angkutan laut di kawasan itu menjanjikan keuntungan menarik. Belum lama ini, dia membeli sebuah kapal, berharga US$ 219 ribu (Rp 68,3 juta) eks galangan Penang, Malaysia. Kapal pesiar yang digerakkan tenaga diesel dan mampu berlari 15 mil/jam itu kemudian diubahnya menjadi sebuah kapal penumpang berdaya angkut 80 orang. Model dan penampilan kapal tadi, dengan nama KM Mitra Express mirip bis air eks bantuan Yugoslavia yang kini melayani angkutan sungai di Kalimantan. Peluang baik itu tampaknya juga dilihat A. Phoa, Direktur PT Cuaca Terang. Dalam waktu yang hampir bersamaan, dia membeli pula dua kapal serupa, diberi nama KM Perinsa dan Yala Express, masing-masing berharga S$ 190 ribu dan berdaya angkut 90 penumpang. Seperti juga KM Mitra Express, rencananya akan dioperasikan melayani trayek Tanjungpinang-Singapura, pulang-pergi. Tapi rupanya Bea Cukai Tanjungpinang melarang ketiga kapal itu beroperasi. Alasannya: ketiganya dimasukkan ke Indonesia tanpa melalui prosedur pabean. Terutama KM Perinsa dan Yala Express disebut-sebut masuk tanpa memakai L/C dan invoice, hingga bisa didakwa sebagai barang selundupan. Dalam aturan pabean setiap kapal eks impor dikenakan bea masuk 5%. Kendati dokumennya lengkap, KM Mitra Express juga dianggap tidak melaporkan harga sebenarnya. Dalam L/C kapal itu disebut berharga S$ 219 ribu- Menurut taksiran bea cukai setempat harganya bisa lebih S$ 320 ribu. Benarkah? Sudrajad yang juga Ketua Asosiasi Pemilik Kapal Nasional (INSA) Tanjungpinang menganggap alasan perbedaan harga itu "cuma merupakan dalih." Menurut dia, KBRI di Singapura, sebelumnya sudah menyetujui dan membenarkan pembelian kapal dengan nilai S$ 219 ribu tersebut. Sedang A. Phoa menganggap tak perlu lagi membayar bea masuk. Sementara itu, Masengi, Atase Perhubungan KBRI di Singapura mengatakan bahwa sertifikat sementara yang dikeluarkannya hanya menyangkut soal kelaikan pelayaran. "Sertifikat itu tidak ada sangkut pautnya dengan pembebasan bea masuk," katanya menjawab pertanyaan TEMPO lewat telepon. "Tentang perlu tidaknya sebuah kapal membayar bea masuk itu urusan bea cukai." Izin trayek pelayaran pun sudah diperolehnya dari KBRI di Singapura. Bea Cukai Tanjungpinang yang ditemui wartawan TEMPo Rida K. Liamsi, belum bersedia memberi jawaban. Namun untung buat Sudrajad, segera sesudah dia memberi jaminan S$ 10 ribu, Mitra Express boleh berlayar. Sejumlah pengusaha menganggap alasan pelarangan tersebut sesungguhnya bertolak dari suatu persaingan. Menurut seorang pengusaha pelayaran di Tanjungpinang, jika ketiga kapal berperlengkapan modern dan berkecepatan tinggi tadi beroperasi, beberapa kapal konvensional konon akan terpukul. Yayasan Bea Cukai Tanjungpinang, misalnya, mungkin akan terpaksa menambatkan KM Bhaito 11. Kapal itu baru saja selesai dibuat dan menghabiskan dana Rp 25 juta. Sampai saat ini memang banyak kapal tua, bekas kapal barang yang diubah menjadi kapal penumpang, untuk melayani trayek Tanjungpinang-Singapura, pulang pergi. Bahkan ada sebuah ferry, karena digerakkan dengan bahan bakar bensin, dianggap tak memenuhi keselamatan pelayaran. Ferry yang terbuat dari ber glass itu, kabarnya bisa oleng jika menghadapi cuaca. Ini sesungguhnya merupakan bentuk speedboat sungai yang besar yang dianggap tak cocok mengarungi laut. Karena ferry ini dimiliki sejumlah penguasa setempat pengoperasiannya sampai kini masih diperbolehkan. Bertolak dari sejumlah kenyataan itulah, Sudrajad tak ingin mundur mengoperasikan KM Mitra Express di kawasan itu. Apalagi dari Singapura sana, mulai banyak turis asing memanfaatkan jasa angkutan laut. Dengan tiket Tanjungpinang-Singapura Rp 12 ribu/orang sekali jalan, "separuh kapal terisi saja, dalam dua tahun modal akan kembali," kata Sudrajad. Jika benar, tak heran kalau banyak pengusaha berminat memperebutkan kue itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus