BISNIS angkutan laut Tanjungpinang-Singapura, pulang-pergi,
belakangan ini makin ramai saja. Jarak sekitar 30 mil itu kini
dilayani 28 kapal penumpang aneka rupa, dengan tipe, bobot, dan
kecepatan berbeda. Dan dalam usaha bersaing mendapatkan
penumpang, sejumlah pengusaha melengkapi kapalnya dengan vdeo
tape, AC, serta tempat duduk yang nyaman.
Imam Sudrajad, Direktur Utama PT Pelayaran Ayodia, rupanya
melihat bisnis jasa angkutan laut di kawasan itu menjanjikan
keuntungan menarik. Belum lama ini, dia membeli sebuah kapal,
berharga US$ 219 ribu (Rp 68,3 juta) eks galangan Penang,
Malaysia. Kapal pesiar yang digerakkan tenaga diesel dan mampu
berlari 15 mil/jam itu kemudian diubahnya menjadi sebuah kapal
penumpang berdaya angkut 80 orang. Model dan penampilan kapal
tadi, dengan nama KM Mitra Express mirip bis air eks bantuan
Yugoslavia yang kini melayani angkutan sungai di Kalimantan.
Peluang baik itu tampaknya juga dilihat A. Phoa, Direktur PT
Cuaca Terang. Dalam waktu yang hampir bersamaan, dia membeli
pula dua kapal serupa, diberi nama KM Perinsa dan Yala Express,
masing-masing berharga S$ 190 ribu dan berdaya angkut 90
penumpang. Seperti juga KM Mitra Express, rencananya akan
dioperasikan melayani trayek Tanjungpinang-Singapura,
pulang-pergi.
Tapi rupanya Bea Cukai Tanjungpinang melarang ketiga kapal itu
beroperasi. Alasannya: ketiganya dimasukkan ke Indonesia tanpa
melalui prosedur pabean. Terutama KM Perinsa dan Yala Express
disebut-sebut masuk tanpa memakai L/C dan invoice, hingga bisa
didakwa sebagai barang selundupan.
Dalam aturan pabean setiap kapal eks impor dikenakan bea masuk
5%. Kendati dokumennya lengkap, KM Mitra Express juga dianggap
tidak melaporkan harga sebenarnya. Dalam L/C kapal itu disebut
berharga S$ 219 ribu- Menurut taksiran bea cukai setempat
harganya bisa lebih S$ 320 ribu.
Benarkah? Sudrajad yang juga Ketua Asosiasi Pemilik Kapal
Nasional (INSA) Tanjungpinang menganggap alasan perbedaan harga
itu "cuma merupakan dalih." Menurut dia, KBRI di Singapura,
sebelumnya sudah menyetujui dan membenarkan pembelian kapal
dengan nilai S$ 219 ribu tersebut. Sedang A.
Phoa menganggap tak perlu lagi membayar bea masuk. Sementara
itu, Masengi, Atase Perhubungan KBRI di Singapura mengatakan
bahwa sertifikat sementara yang dikeluarkannya hanya menyangkut
soal kelaikan pelayaran. "Sertifikat itu tidak ada sangkut
pautnya dengan pembebasan bea masuk," katanya menjawab
pertanyaan TEMPO lewat telepon. "Tentang perlu tidaknya sebuah
kapal membayar bea masuk itu urusan bea cukai."
Izin trayek pelayaran pun sudah diperolehnya dari KBRI di
Singapura. Bea Cukai Tanjungpinang yang ditemui wartawan TEMPo
Rida K. Liamsi, belum bersedia memberi jawaban. Namun untung
buat Sudrajad, segera sesudah dia memberi jaminan S$ 10 ribu,
Mitra Express boleh berlayar.
Sejumlah pengusaha menganggap alasan pelarangan tersebut
sesungguhnya bertolak dari suatu persaingan. Menurut seorang
pengusaha pelayaran di Tanjungpinang, jika ketiga kapal
berperlengkapan modern dan berkecepatan tinggi tadi beroperasi,
beberapa kapal konvensional konon akan terpukul. Yayasan Bea
Cukai Tanjungpinang, misalnya, mungkin akan terpaksa menambatkan
KM Bhaito 11. Kapal itu baru saja selesai dibuat dan
menghabiskan dana Rp 25 juta.
Sampai saat ini memang banyak kapal tua, bekas kapal barang yang
diubah menjadi kapal penumpang, untuk melayani trayek
Tanjungpinang-Singapura, pulang pergi. Bahkan ada sebuah ferry,
karena digerakkan dengan bahan bakar bensin, dianggap tak
memenuhi keselamatan pelayaran. Ferry yang terbuat dari ber
glass itu, kabarnya bisa oleng jika menghadapi cuaca. Ini
sesungguhnya merupakan bentuk speedboat sungai yang besar yang
dianggap tak cocok mengarungi laut. Karena ferry ini dimiliki
sejumlah penguasa setempat pengoperasiannya sampai kini masih
diperbolehkan.
Bertolak dari sejumlah kenyataan itulah, Sudrajad tak ingin
mundur mengoperasikan KM Mitra Express di kawasan itu. Apalagi
dari Singapura sana, mulai banyak turis asing memanfaatkan jasa
angkutan laut. Dengan tiket Tanjungpinang-Singapura Rp 12
ribu/orang sekali jalan, "separuh kapal terisi saja, dalam dua
tahun modal akan kembali," kata Sudrajad. Jika benar, tak heran
kalau banyak pengusaha berminat memperebutkan kue itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini