Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DIREKTORAT Jenderal Bea dan Cukai (BC) sudah mengalami restrukturisasi besar-besaran, tapi ternyata masih belum juga tiba saatnya bagi lembaga itu untuk berfungsi penuh seperti dulu. Menteri Keuangan J.B. Sumarlin, sewaktu melantik beberapa pejabat baru di lingkungan BC pekan silam, memang mengatakan agar direktorat itu siap-siap mengambil alih fungsi SGS. Sesudah "dipreteli" secara besar-besaran melalui Inpres No. 4 tahun 1985, wewenang BC sebagian dialihkan kepada Societe Generale de Surveillance (SGS). Perusahaan konsultan dari Swiss ini sudah dua kali dikontrak Pemerintah -- kontrak kedua akan berakhir Mei 1991. Tapi ternyata masih akan diperpanjang. Mengapa BC masih belum dianggap siap? "Oh, jangan kesusu," kata Sumarlin. Ia mengakui bahwa kontrak dengan SGS bersifat sementara. "Masa sementara itu kapan akan berakhir, begitu, kan? Jawabnya yaitu jika Bea Cukai sudah siap. Siap secara fisik, yang penting lagi kesiapan mental aparatnya," Sumarlin menegaskan. Sementara ini, kemampuan BC terus ditingkatkan. Namun, sampai pekan lalu, belum ditentukan bidang-bidang apa yang akan diserahkan kepada BC. Toh prinsipnya, menurut Sumarlin, ada dua. Pertama, apa yang akan diambil alih Bea Cukai tidak boleh mengganggu masyarakat pengusaha. Kedua, pelayanan dari direktorat jenderal itu harus lebih baik dari apa yang sudah dijalankan SGS. Berita bahwa Ditjen BC dalam waktu dekat akan memeriksa komoditi ekspor-impor bernilai di bawah US$ 7.000, itu tidak benar. Dirjen Bea dan Cukai Sudjana Surawidjaja, yang diwawancarai TEMPO secara terpisah, juga membantahnya. "Saya sih maunya tidak pakai batas plafon. Tentukan saja komoditinya, mana yang oleh BC dan mana yang oleh SGS," kata Sudjana. Secara fisik, BC tampaknya sudah siap mengambil alih sebagian tugas SGS. Untuk itu, Sudjana telah menyusun konsep pelayanan baru yang lebih baik, yang sudah diuji coba di Batam. Di situ, proses dokumen impor dipercepat dari 16 hari menjadi empat jam. Bahkan kelak bisa lebih cepat karena BC sudah dilengkapi komputer yang bisa memproses dokumen. Dengan teknologi ini, kata Sudjana, dokumen bisa diproses sebelum kapal tiba di pelabuhan. Dan program komputerisasi ini akan mengurangi titik-titik kontak antara pengusaha dan petugas. Artinya, titik-titik rawan biaya siluman akan terpangkas. Sudjana juga telah menyiapkan beberapa tenaga ahli yang nantinya hanya memeriksa komoditi tertentu, seperti ahli barang elektronik, ahli otomotif, ahli di bidang plastik, dan ahli obat-obatan. BC juga sudah menyusun profil-profil para pemasok barang, komoditi, dan standar harga. "Dulu, pemeriksaan mesti 100% dan itu bikin lama. Tapi sekarang tidak," ujar Sudjana. Namun, semua bentuk pelayanan baru itu tentu saja masih harus diuji, selain perlu juga didengar komentar pengusaha. "Peraturan yang berjalan sekarang sebenarnya sudah bagus. Jangan nanti akan ada peraturan baru dari Bea Cukai yang mengganggu kelancaran ekspor," kata Vincent Wijaya, seorang pengusaha dari Medan, yang adalah pembayar pajak terbaik urutan ke-26 di Sumatera Utara. Ketua GINSI (Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia) Daryatmo, yang pernah kesal pada SGS, ternyata tidak menolak bila fungsi Bea Cukai dikembalikan. Tapi GINSI menghendaki, pemeriksaan barang impor dilakukan di pelabuhan ekspor. Nah, apakah BC sudah siap? Lagi pula, para importir sering dirugikan karena barang yang datang ternyata tak sesuai dengan pesanan. Selain itu, pengenaan bea didasarkan pada harga standar pasaran, padahal transaksi biasanya mengikuti tawar-menawar. Tuntutan Daryatmo ini, menurut seorang pejabat Pemerintah, sebenarnya sesuai dengan ketentuan GATT, yang menetapkan agar tarif bea dan cukai sesuai dengan harga transaksi. Jika Indonesia tidak ingin terkucil dari perdagangan internasional, mau tak mau sistem GATT perlu dipertimbangkan. Bagaimana? MW, Bambang Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo