GERIMIS membasahi Bandung, Sabtu sore pekan silam. Udara yang panas di siang hari berubah menjadi lebih nyaman, sehingga ruangan sidang Gedung Merdeka yang tanpa pendingin itu tidak menimbulkan rasa gerah. Sore itu, di gedung bersejarah di Jalan Asia Afrika tersebut, Menteri Keuangan J.B. Sumarlin terpilih kembali sebagai Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Pukul 18.15 ia tiba kembali ke hotelnya, dalam keadaan sedikit lelah. Ketua ISEI, yang selama kongres juga tetap bertugas sebagai menteri keuangan (antara lain menerima tamu resmi dari Caltex), masih meluangkan 40 menit untuk menerima wartawan TEMPO Mohamad Cholid dan Max Wangkar di kamarnya, di Hotel Preanger. Banyak hal dijelaskan, terutama menyangkut Demokrasi Ekonomi (DE). Petikannya: Sebagian pakar ekonomi kita berpendapat, konsep demokrasi ekonomi yang dihasilkan ISEI ini terlalu mengawang-awang, tidak berpijak pada kenyataan. Bahkan ada yang berpendapat, gagasan yang mendukung kelahirannya kemudian tidak muncul, karena telah diseterika terlalu rapi. Mereka bebas berpendapat begitu. Terbuka. Tapi harap dibaca secara lebih tenang seluruh isi Penjabaran Demokrasi Ekonomi ini, jangan ringkasannya saja. Pendapat-pendapat peserta Seminar Nasional DE 5-6 Juli lalu terangkum pula di dalamnya, sehingga tidak bisa dikatakan lagi bahwa penjabaran ini hanya karya para pengurus ISEI saja. Di dalamnya dibahas secara jelas tentang pelaku-pelaku ekonomi, seperti swasta, negara, dan koperasi. Di samping itu ada pelaku-pelaku lainnya, yang selama ini belum diperjelas, seperti konsumen, rumah tangga, dan serikat pekerja. Semua itu kemudian didukung oleh program pelaksanaan DE, yang terdiri dari delapan langkah. Di antaranya, peningkatan efisiensi aparatur negara, agar semakin dapat melaksanakan peranannya secara efektif. Penjabaran DE tetap menekankan pentingnya pertumbuhan, yang berarti lebih mementingkan para pelaku ekonomi bermodal kuat. Benarkah? Pertumbuhan memang tetap penting. Tapi jangan lupa, ia merupakan bagian dari trilogi, yakni: pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas. Pertumbuhan, misalnya melalui peningkatan investasi, sangat penting untuk pemerataan kesempatan kerja. Kalau pertumbuhan itu berjalan terlalu cepat, sehingga terjadi overheated seperti sekarang ini, maka perlu tindakan pengereman supaya ekonomi nasional stabil. Misalnya melalui pengendalian inflasi, sampai ke tingkat yang masih bisa ditolerir. Konsekuensinya, untuk sementara, investasi tumbuh perlahan. Kalau tidak begitu, malah bisa jadi bumerang. Pemerataan pembangunan ke daerah-daerah? Dalam DE ditegaskan mengenai peranan anggaran negara dan pajak, yang bisa diredistribusi untuk proyek-proyek di daerah, seperti pengadaan jalan, SD Inpres, dan seterusnya. Kepada daerah, juga diberikan otonomi yang luas dan kongkret untuk mengelola sumber-sumber alamnya. Bagaimana penjabaran tentang pengawasan yang dilakukan pemerintah seperti tertuang dalam DE? Mekanisme ekonomi pasar berjalan tidak sempurna, karena kemampuan para pelakunya tidak sama. Dalam ekonomi pasar, juga bisa timbul persaingan tidak sehat. Maka pemerintah perlu turun tangan, sehingga akan timbul ekonomi pasar yang terkendali. Pelaksanaan pengawasan tidak secara langsung, antara lain berupa insentif dan disinsentif. Semua orang diberi keleluasaan untuk mendapatkan laba usaha, itu insentif. Pajak, sesuai dengan undang-undang perpajakan kita, adalah salah satu bentuk disinsentif. Hasil pajak untuk anggaran negara, untuk diredistribusi. Sistem perpajakan kita sudah baik. Mungkin dalam pelaksanaannya, di sana-sini, masih kurang. Bagaimana pengawasan bisa efektif kalau aparatnya justru bekerja sama dengan para pengusaha? Memang diperlukan semacam mental switch. Sementara itu, dari pihak pengusahanya sendiri, perlu code of ethic, sehingga tidak sampai melakukan apa saja demi mencapai keinginan-keinginan mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini