Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Nama Dedy Susanto ramai diperbincangkan lantaran statusnya sebagai seorang psikolog dan terapis. Jika dilihat dari Instagram pribadinya, @dedysusantopj, tampak ada gelar doktor di depan namanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan Dedy Susanto melalui unggahan pada 13 Februari 2020, ia memang seorang lulusan strata satu dan strata tiga psikologi. “Saya benar adanya, punya gelar S1 dan S3 psikologi,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Psikolog dari Universitas Indonesia, Rose Mini Agoes Salim, mengatakan seorang yang pernah menempuh pendidikan psikologi belum tentu bisa disebut psikolog.
“Untuk menjadi seorang psikolog tidak sekedar sekolah psikologi,” katanya.
Meski memiliki gelar dan mempelajari ilmu psikologi, Rose Mini menjelaskan hanya mereka yang mengambil strata 2 alias master dengan profesi psikolog lah yang bisa disebut psikolog.
“Kalau ambil S1 dan S3-nya psikologi sains maka tidak bisa disebut psikolog,” katanya.
Menambahkan hal ini, psikiater di Smart Mind Center Rumah Sakit Gading Pluit, Andreas Kurniawan, juga mengatakan bahwa ilmu psikologi sangat luas. Ada psikologi pendidikan, pekerjaan, dan psikologi klinis. Ia menjelaskan jika seluruhnya boleh memberikan konseling.
“Tapi hanya yang menempuh psikologi klinis saja lah yang patut disebut psikolog,” katanya saat ditemui di Perpustakaan Pusat Jakarta pada Rabu, 19 Februari 2020.
Adapun, tahapan lain yang tak kalah penting bagi psikolog yang ingin membuka praktek. Menurut Rose Mini, ini termasuk mendaftarkan diri ke Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan meminta Surat Izin Praktek (SIP).
“Apabila seseorang tidak terdaftar di HIMPSI dan tidak punya SIP, artinya ilegal karena tidak ada pertanggung jawaban dari lembaga terkait,” jelasnya.