Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo alias Jokowi membuka kembali ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Beleid itu diundangkan pada 15 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal, pemerintah Indonesia telah menghentikan ekspor pasir laut lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil di Tanah Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu, banyak pulau kecil di Indonesia khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau, yang tenggelam akibat penambangan pasir.
Selain itu, pelarangan ekspor dilakukan karena belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah antara kedua negara.
Tidak heran, kebijakan ini mendapatkan banyak respons. Salah satunya datang dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, hingga Gubernur Kepulauan Riau.
Susi Pudjiastuti: kerugian lingkungan jauh lebih besar
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti, menanggapi soal kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam membuka kembali ekspor pasir laut. Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
"Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar," ujar Susi Pudjiastuti melalui akun Twitter pribadinya pada Ahad, 28 Mei 2023.
Susi Pudjiastuti berujar perubahan iklim atau climate change sudah terasa dan akan berdampak pada masyarakat. Karena itu, ia menegaskan jangan sampai diperparah dengan penambangan pasir laut.
Adapun dalam PP Nomor 26 Tahun 2023 yang diundangkan pada 15 Mei 2023, memuat rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut.
Mengutip pasal 9 ayat Bab IV butir 2, pemerintah membuka izin pemanfaatan pasir laut untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor.
"Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis 9 ayat Bab IV butir 2 huruf d.
Sandiaga Uno: yang penting tidak merusak alam
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno enggan berkomentar banyak ihwal dampak keputusan Presiden Joko Widodo mengekspor pasir laut, terhadap pariwisata bahari di Indonesia.
Sandiaga hanya mengatakan bahwa konsep pariwisata Indonesia saat ini adalah pariwisata berkelanjutan. Artinya, Kemenparekraf menginginkan destinasi-destinasi wisata yang ada tetap dijaga keberlanjutannya.
"Tentunya kebijakan kementerian lain, saya tidak bisa berkomentar. Tapi kami selalu kompak," kata Sandiaga kepada wartawan di Kantor Kemenparekraf, Senin, 29 Mei 2023. Menurutnya, kebijakan antarkementerian akan diselaraskan. "Saya akan koordinasikan bahwa apapun kebijakan itu, yang penting tidak merusak alam, terutama pariwisata kita."
Gubernur Kepri: kami koordinasi dulu
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) masih mempelajari terkait kebijakan pemerintah pusat membuka kembali keran tambang dan ekspor pasir laut.
"Kami koordinasi dulu ke pemerintah pusat, teknisnya seperti apa," kata Gubernur Kepri Ansar Ahmad, di Tanjungpinang, Senin 29 Mei 2023 dilansir Antara.
Ansar juga segera menggelar rapat bersama dinas-dinas terkait di lingkup Pemprov Kepri untuk menyusun langkah-langkah strategis, menyusul diperbolehkannya aktivitas ekspor pasir laut di Tanah Air. Menurutnya, jika kegiatan ekspor pasir laut jadi dilaksanakan, khususnya di perairan Provinsi Kepri, maka kegiatan itu tentu harus berkontribusi bagi daerah setempat.
"Musti ditata betul-betul, misalnya bagaimana dengan program CSR nelayan. Sehingga kalau itu diterapkan, nelayan patut mendapat manfaat yang lebih besar," ujar Ansar.
Provinsi Kepri, kata dia, mengharapkan porsi pendapatan daerah yang lebih besar dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor tambang pasir laut tersebut. Pendapatan daerah dimaksud juga akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan nelayan di Provinsi Kepri.
"Pola pembagian pendapatannya seperti apa, akan dibahas lebih lanjut," ujar Ansar.
Ansar menambahkan bahwa perizinan tambang dan ekspor pasir laut diterbitkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kendati demikian, ujarnya pula, di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, ada salah satu pasal yang menyebut bahwa pembersihan material tambang pasir laut yang berpotensi ekonomi, proses izinnya melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau gubernur/kepala daerah.
"Tapi, kita tanyakan lagi ke pemerintah pusat supaya tak melanggar aturan yang ada," demikian Ansar.
Pelaku usaha wajib miliki izin pemanfaatan pasir laut
Dalam PP terbaru yang dikeluarkan Jokowi, pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor wajib memiliki izin pemanfaatan pasir laut. Penjualan pasir laut baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk penjualan dari menteri yang menyelenggarakan penerbitan urusan di bidang mineral dan batu bara.
Izin pemanfaatan pasir laut juga bisa diperoleh dari gubernur sesuai dengan kewenangannya setelah melalui kajian oleh tim kajian dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan izin ini harus bergerak di bidang pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut.
Permohonan izin tersebut wajib disertai proposal dan rencana kerja umum yang memuat tujuan dan pemanfaatan pasir laut, mitra kerja, serta lokasi yang menunjukkan letak perairan berupa nama perairan dan titik koordinat geografis.
Proposal ini juga wajib mencantumkan kondisi fisik, kimia, dan biologi perairan. Lalu volume pasir laut, waktu, metode, dan sarana pembersihan hasil sedimentasi di laut. Kemudian pelaku usaha wajib melampirkan pernyataan kesanggupan penyelesaian persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
RIANI SANUSI PUTRI | RIRI RAHAYU | ALI AKHMAD