Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Kebocoran Data di RI Disebut Tak Akan Bisa Hilang 100 Persen, Kenapa?

Ketua Aspiluki, Djarot Subiantoro, menyatakan kebocoran data yang terjadi di Tanah Air tidak dapat hilang 100 persen. Kenapa?

8 November 2024 | 08.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Peranti Lunak Telematika Indonesia (Aspiluki), Djarot Subiantoro, mengatakan kasus kebocoran data yang sempat terjadi di Indonesia tidak bisa hilang 100 persen. Menurut dia, pemerintah Indonesia harus meningkatkan sistem pengamanan serta regulasi penegakan hukum terkait keamanan data.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Yang pertama kita (pemerintah) bisa lakukan memang membyat peraturan. Karena adanya regulasi itu (keamanan data) jadi ada alasan untuk melakukan penegakan hukum," ujar Djarot dalam acara "Seminar Insider Risk Manajemen" di hotel Sheraton Gandaria City, Jakarta, pada Kamis, 7 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menyebutkan pemerintah harus membuat peraturan untuk keamanan data dengan melibatkan berbagai lembaga kementerian. Selain itu, lanjut Djarot, hal tersebut dapat dimulai dengan melakukan Perlindungan Data Pribadi atau PDP.

"Peraturan-peraturan itu kalau sekarang kan kita udah melihat kayak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu udah ada. Kemudian kita mulai dengan PDP. Tapi itu kan baru awal ya, itu bagaimana nanti penegakan hukumnya," ucap dia.

Sementara itu, Djarot mengatakan tidak hanya negara Indonesia saja yang mengalami pencurian data. Dia menyebut di negara Amerika juga mengalami hal yang sama.

"Tapi kedua, Anda ingat di Amerika aja juga masih kebobolan, kan. Artinya ini seperti polisi dan maling itu dia (peretas) juga makin pintar," kata Djarot.

Dengan demikian, lanjut dia, pemerintah Indonesia harus memiliki kreativitas dalam melindungi berbagai data baik kementerian, perusahaan, hingga masyarakat Indonesia. Djarot memberikan saran agar kementerian yang mengatur tentang data, untuk melakukan pencadangan agar mengantisipasi kebocoran data.

"Kalau di kita, yang paling penting data itu ada data backup-nya, jaga-jaga kalau ada disaster gitu, kan," ujarnya. 

Menurut dia, saat ini perkembangan teknologi telah bergerak sangat cepat. Hal itu, kata Djarot, semua bisnis yang beredar sudah menggunakan cara digitalisasi.

"Sebenarnya kembali ke situ lagi ya. Tapi dengan pola yang lebih modern sekarang ini. Dengan bisnis model yang semakin meningkat," kata Djarot.

Dia menjelaskan salah satu bisnis yang mengalami perkembangan pesat dalam hal digitalisasi. Djarot mengatakan, usaha itu yakni badan usaha yang bergerak di bidang keuangan atau disebut sebagai bank.

"Salah satu bisnis model yang sekarang terjadi untuk sebuah bank besar itu adalah pihak penyedia cyber security," ujarnya.

Menurut dia, saat ini para pendiri bank telah menggeser pengelolaan uang dengan cara digitalisasi. Sehingga, kata Djarot, setiap bank harus menyediakan keamanan siber untuk melindungi berbagai data nasabah.

"Penyedia cyber security itu berani menjamin kalau terjadi serangan kemudian merugikan bisnis perusahaan itu dia harus mengganti," tutur Djarot.

Dia mengatakan, penyedia jasa keamanan siber siap menanggung resiko jika badan usaha bidang keuangan mengalami kebocoran data. Djarot mengatakan, hal itu dengan memperkerjakan peretas putih untuk melakukan penyerangan kembali.

"Nah untuk itu dia (peretas) memang dibayar sangat tinggi, tapi dia juga mempekerjakan hacker-hacker putih untuk menyerang untuk ini supaya dia bisa positif. Jadi ini saya rasa menjadi sebuah solusi yang akan terus berlanjut," kata dia. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus