Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kecil Menengah Tahan Banting

Harga BBM tak kan lagi jadi momok. Bisa repot kalau harus menyogok.

2 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HIRUK ramai jalan raya di kawasan Manggarai, Jakarta Timur, menambah ruwet paras Mustakim, Senin pekan lalu. Pria 40 tahun itu menghela sepeda motornya dengan masygul. “Saya ingin pulang kampung saja,” katanya. “Tak sanggup lagi hidup di Jakarta.”

Setelah mengojek lebih dari 10 tahun di Jakarta, Mustakim akhirnya tak mampu lagi memikul biaya hidup. Sejak kenaikan harga bahan bakar minyak, usaha istrinya berdagang sayuran pun seret. “Sekarang ngojek makin banyak saingan,” ia mengeluh. “Mau dagang pun susah.”

Kalau jadi pulang kampung, Mustakim juga bingung memilih bidang usaha yang bisa dirintisnya. Lagi pula, apa bisa cuma dengan modal dengkul? Selama ini, justru minimnya permodalan dan keterbatasan akses pasar merupakan gambaran klasik usaha kecil di Indonesia.

Padahal, sejak krisis ekonomi 1997, pertumbuhan usaha kecil sebetulnya cukup menjanjikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga 2003 usaha kecil telah menyumbang nilai tambah sekitar 41,1 persen terhadap produk domestik bruto. Angka ini hanya kurang sekitar dua persen dari nilai tambah usaha yang besar.

Umumnya usaha kecil lebih unggul bergerak di sektor pemanfaatan sumber daya alam dan sektor tersier, misalnya pertanian tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan, perdagangan, hotel dan restoran. Alhasil, usaha kecil mampu menciptakan nilai tambah rata-rata lebih dari 75 persen selama 2000-2003.

Usaha kecil dan menengah (UKM) juga mumpuni dalam hal menyerap tenaga kerja. Menurut BPS, sejak tahun 2000 penyerapan tenaga kerja ke sektor UKM meningkat rata-rata 4,1 persen per tahun. Kementerian Negara Koperasi dan UKM bahkan mencatat daya serap tenaga kerja ke sektor ini mencapai 99,49 persen dari seluruh angkatan kerja.

Menteri Negara Koperasi dan UKM Surya Dharma Ali mengakui kinerja usaha kecil agak muram sepanjang tahun ini. Penyebabnya, antara lain, dua kali kenaikan harga bahan bakar minyak serta tingginya suku bunga. Toh, hingga saat ini, pemerintah belum memiliki data tentang unit usaha UKM yang terpaksa gulung tikar akibat kebijakan itu.

Bagaimana nasib UKM tahun depan? “Saya optimistis,” kata Menteri kepada Tempo. Dia yakin tingginya harga BBM tak lagi menjadi momok pada tahun depan. Sebab, “Masyarakat akhirnya terbiasa dengan harga yang tinggi,” katanya.

Artinya, menurut Surya, pemerintah bisa lebih fokus pada program-programnya. Kementerian Koperasi dan UKM akan mempermudah akses permodalan bagi usaha kecil dan mikro, agar target Kementerian menciptakan enam juta wirausaha baru pada 2009 bisa tercapai. Caranya, antara lain, menyalurkan kredit melalui koperasi simpan pinjam di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.

Dana yang disediakan pemerintah mencapai Rp 106 miliar, yang berasal dari pos dana kompensasi BBM. Jumlah ini kemudian bertambah menjadi Rp 424 miliar setelah Kementerian bekerja sama dengan Permodalan Nasional Madani (PNM), Bank Mandiri, dan Bank Muamalat. Program ini sedang berjalan hingga 2008.

Lantas, UKM mana yang bakal berjaya? Ketua Dewan Pengurus Yayasan Dharma Bakti Astra, Krisni Murti M.S, memperkirakan usaha kecil di bidang manufaktur masih berpeluang besar maju pada tahun depan. Sebaliknya, usaha kecil di bidang pertanian ada kemungkinan akan kesulitan karena perbankan umumnya ngeri memberikan kredit. “Bunganya tinggi banget,” kata ketua yayasan yang membina 980 unit UKM ini.

Krisni juga menagih komitmen pemerintah untuk membuka akses pasar yang lebih luas kepada UKM, serta menghapus praktek ekonomi biaya tinggi. UKM, katanya, sangat tahan banting. Kenaikan harga saat ini masih bisa diatasi dengan efisiensi. Namun, jika suku bunga yang tinggi juga diiringi biaya tinggi—misalnya, harus menyogok—UKM bisa repot.

Harapan besar juga dikemukakan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, M.S. Hidayat. Menurut dia, pemerintah harus fokus pada sektor mikro, yang mampu menyerap tenaga kerja.

Dia merujuk penelitian Kadin dan Departemen Tenaga Kerja tahun ini, yang menemukan keunggulan 500 ribu unit UKM di bidang industri tekstil dan pertanian. Jika dibina serius, semua unit usaha itu berpotensi menyerap setidaknya satu juta tenaga kerja baru.

Dara Meutia Uning

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus