Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

KEK Tanjung Kelayang Bangka Belitung Masih Sepi Gara-Gara Harga Tiket Pesawat Melambung Tinggi

Pelaku wisata di kawasan Tanjung Kelayang yang mengantar wisatawan mengunjungi pulau-pulau kecil saat ini banyak menganggur karena sepi pengunjung

30 September 2024 | 08.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Upaya mewujudkan Bangka Belitung sebagai salah satu dari “10 Bali Baru” melalui penataan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) tampaknya masih jauh panggang dari api. Kunjungan wisata ke kawasan ini, salah satunya Pantai Tanjung Kelayang, masih sepi. Pelaku pariwisata pun belum mendulang keuntungan ekonomi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tanjung Kelayang merupakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2016. Lokasinya terletak di Desa Tanjong Tinggi, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung. Seiring penetapan Tanjung Kelayang sebagai kawasan strategis, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat turut menyediakan pendopo, toilet, serta sarana penyediaan air minum (SPAM) sebagai dukungan. Staf Wilayah II Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Bangka Belitung, Wotto Iskandar, mengatakan SPAM Tanjung Kelayang memiliki kapasitass 25 liter per detik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempo berkesempatan menyambangi Pantai Tanjung Kelayang saat mengikuti press tour Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada Kamis, 27 September 2024. Namun saat siang itu, tidak tampak wisatawan meramaikan area ini.

Budi, salah satu pedagang di Pantai Tanjung Kelayang, mengatakan jumlah kunjungan wisata memang merosot sejak pandemi Covid-19. Saat itu, omzet pedagang bisa mencapai Rp 3 juta per hari. “Sekarang mana bisa? Sekarang dapat Rp 2 juta pun alhamdulillah,” ujar Budi ketika ditemui di warungnya. Di sana ia menjajakan aneka minuman dan mie instan, serta sejumlah cenderamata seperti kaos dan topi pantai.

Hal senada dirasakan pelaku wisata lain, Zam, yang mengaku hari-hari ini lebih banyak nongkrong di warung. Musababnya, ia tidak lagi banyak mengantar wisatawan mengunjungi pulau-pulau kecil di sekitar Tanjung Kelayang. Adapun salah satu pulau yang menjadi daya tarik adalah Pulau Lengkuas—yang ikonik dengan keberadaan mercusuarnya. Sekali trip ke pulau-pulau, Zam mematok tarif Rp 500 ribu untuk hari biasa dan Rp 600 ribu untuk akhir pekan. “Sekarang, seminggu paling cuma tiga trip. Lebih banyak nongkrong, ngobrol-ngobrol,” kata dia.

Tersebab Harga Tiket Pesawat

Sebagai pelaku pariwisata yang sering mengobrol dengan wisatawan yang menjadi konsumennya, Budi menyebut sepinya kunjungan wisata ke Tanjung Kelayang terjadi lantaran harga tiket melambung tinggi. Pascapandemi, kata dia, jumlah penerbangan juga dikurangi.

“Dulu, sebelum Covid, pesawat banyak masuk. Harga tiketnya juga murah, masih bisa Rp 500 ribuan,” ujar Budi. “Kata wisatawan yang pernah kami bawa, mahal ke sini ketimbang ke Singapura atau Thailand.”

Hal serupa disampaikan penyedia kapal wisata, Joe, yang merasakan hal sama.  Pria 29 tahun itu menyewakan kapal kayu berkapasitas 10 orang seharga Rp 500 ribu  sekali trip. Sebelum Covid, ia bisa mengangkut wisatawan setiap hari. Sementara kini, ia lebih mengandalkan akhir pekan atau saat lebaran—karena warga lokal turut liburan.

Menurut Joe, harga tiket menjadi satu-satunya kendala menarik wisatawan ke Belitung. “Karena harga tiket pesawat ke Belitung lumayan mahal. Pesawatnya juga saya dengar, cuma sedikit,” ujar Joe ketika ditemui Tempo di Pulau Lengkuas. Saat itu, ia baru saja mengantar wisatawan asing asal Polandia.

Sementara kunjungan wisata sepi, Joe bekerja sampingan sebagai nelayan agar dapurnya tetap ngebul. Apalagi ia juga membutuhkan uang setidaknya Rp 500 ribu per bulan untuk perawatan perahu. Karena itu, Joe berharap pemerintah segera menyelesaikan persoalan harga tiket pesawat domestik. “Boleh juga itu penerbangan ditambah lagi biar wisatawan banyak lagi yang masuk (ke Belitung)” kata dia.

Sebenarnya, pemerintah juga telah membentuk Satgas Penurunan Harga Tiket Pesawat untuk menyelesaikan persoalan ini. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, juga berharap harga tiket pesawat kembali turun pada semester pertama 2025. Meskipun, harganya mungkin tidak kembali sama seperti sebelum pandemi Covid-19.

Sandiaga menambahkan, komponen harga tiket pesawat diatur dii lintas kementerian dan Lembaga. Misalnya, dilihat dari harga avtur, komponen pajak, serta pengaturan penerbangan lainnya. “Kami terus melakukan koordinasi setiap bulan untuk bisa melakukan berbagai upaya dari sisi kewenangan kementerian masing-masing,” kata Sandiaga melalui jawaban tertulis yang diterima Tempo pada Ahad, 29 September 2024.

Bila menilik di aplikasi Tiketcom, harga tiket pesawat dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta ke Bandara Hananjoeddin Tanjung Pandan, harga tiket pesawat untuk hari Senin, 30 September 2024 dipatok Rp 515.254 hingga Rp 708.518. Ada tuga maskapai yang melayani, yakni Sriwijaya Air, Lion Air, dan Citilink.

Kemudian bila dicek dengan rute Bandara Ngurah Rai Bali-Bandara Hananjoeddin di aplikasi yang sama, hari ini ada tiket Lion Air seharga Rp 2.954.254. Tiket ini menjadi satu-satunya tiket yang ditawarkan. Adapun perjalannya dijadwalkan pukul 20.30 dan tiba di Tanjung Pandan Belitung esok hari pukul 09.50 karena ada tiga kali transit perjalanan.

Berikutnya, untuk rute Bandara Sepinggan Balikpapan-Bandara Hananjoeddin Tanjung Pandan, harga tiket yang tersedia di Tiketcom untuk hari ini adalah tiket pesawat Lion Air dan Batik Air Indonesia. Harganya dipatok Rp 3.651.730 hingga Rp 3.997.980. Penerbangan dari Balikpapan itu membutuhkan 4 kali transit, yakni di Bandara Ngurah Rai, Bandara Soekarno Hatta, Bandara Sultan Mahhmud Baddarudin II, hingga tiba di Bandara Hananjoeddin.

Pengamat pariwisata sekaligus Anggota  Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), Azril Azhari,  membenarkan bahwa harga tiket pesawat domestic yang mahal menjadi salah satu kendala di sektor pariwisata.  Karenanya, sementara masalah ini belum selesai, pemerintah dan pelaku wisata bisa mengembangkan wisata minat khusus untuk menarik wisatawan. Misalnya, wisata Kesehatan atau wisata kebudayaan. “Untuk event, kembangkan special event, bukan business event,” kata Azril melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Sabtu, 28 September 2024.

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus