Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Keluhan para deposan

Sekitar 400 deposan menyangkut dana sebesar rp 7,6 milyar pada bank pasar perdagangan, jakarta, sudah hampir setahun tak bisa memperoleh uangnya kembali sedang dicari investor baru untuk menolongnya.

16 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPERCAYAAN terhadap bank pasar kembali diuji. Sekitar 400 deposan menyangkut dana sebesar Rp 7,6 milyar, pada Bank Pasar Perdagangan (BPP), di Jalan Suryopranoto, Jakarta, sudah hampir setahun ini tak bisa memperoleh uangnya kembali. Sampai awal pekan ini, tak jelas siapa yang harus bertanggung jawab. Bank Rakyat Indonesia, yang ditugasi membina kesehatan bank-bank, ternyata tidak bisa menolong para nasabah. Malah sebagian deposan BPP mencurigai BRI seakan-akan ingin mengelak dari tanggung jawab. Beberapa bukti dilontarkan para deposan yang sudah kesal itu. Misalnya ketidakmampuan BPP untuk mecairkan deposito yang jatuh tempo, sebenarnya, sudah tercium sejak 1986. Waktu itu BRI sudah menyatakan akan menyetop dan melarang BPP untuk menerima deposan baru. Ternyata, sampai September 1987, masih ada nasabah yang jadi korban. Usaha terakhir yang dilakukan para deposan, lewat Panitia 21 orang, pekan silam juga buntu. "BRI bukannya menghibur, tetapi mengancam kami," tutur Bambang H.S., salah satu dari panitia tersebut, kepada TEMPO. Lelaki yang mengaku pegawai negeri yang juga mempunyai usaha kontraktorini menaruh curiga bahwa ada unsur permainan antara oknum BRI dan BPP. "Bagaimana mungkin sebuah bank yang pada Desember 1984 menduduki urutan kedua dari 97 bank pasar se-Indonesia dalam ranking yang disusun BRI bisa jatuh pailit hanya dalam tempo dua tahun," ujar Bambang, yang mengaku memiliki deposito macet Rp 50 juta di BPP. Kepala Bagian Pembinaan dan Pengawasan Bank Perkredian Rakyat di BRI, Soesetyoadi, mengatakan bahwa BRI tidak mempunyai tanggung jawab kepada nasabah bank pasar. "Tanggung jawab kami hanya membina dan mengawasi, sehingga mereka berjalan sesuai dengan ketentuan," ujarnya. Direktur Kredit BRI, Torang Sitorus yang dihubungi TEMPO, Sabtu lalu, membantah bahwa BRI sama sekali lepas tangan. Sebagai pembina dan pengawas, BRI telah mencarikan jalan keluar, yakni mencarikan investor yang bersedia membeli BPP dan bersedia membayar kembali para nasabah. Konon, ada 4 investor yang bersedia. Yang paling rendah hanya bersedia menyuntik dana Rp 2 milyar, berarti tak sampai 25% dari aset BPP yang berjumlah Rp sekitar 10 milyar (per Desember 1984). Penawar paling tinggi hanya bersedia menyuntikkan dana dan membayar sekitar 75% dari dana para nasabah. "Ia bersedia asal betul-betul tak akan ada tuntutan lagi dari deposan," kata kedua pejabat BRI tadi secara terpisah. Oleh karena itu, calon investor itu meminta para deposan membuat pernyataan tertulis, paling lambat sampai 30 Juni mendatang. Sampai akhir pekan lalu, menurut R.P. Suroto, salah seorang direksi BPP, sudah 60% yang menandatangani pernyataan itu. Lewat dari tanggal itu, bisa batal. Bank Indonesia sebagai bank sentral bank untuk semua bank di Indonesia ternyata belum merasa perlu mengulurkan tangan untuk menyelamatkan BPP. Tidak seperti ketika terjadi krisis likuiditas pada Bank Perkembangan Asia pada 1984. Bank yang kini dikelola oleh Prof. Sumitro Djojohadikusumo, dan bekas orang BI Priasmoro, itu tiga tahun silam selamat dari kebangkrutan karena mendapatkan suntikan dana Rp 5 milyar. Juru bicara bank sentral, Syahril Syabirin, mengatakan BI juga bertanggung jawib membina bank-bank pasar. Tetapi, "Tidak ada ketentuan bahwa BI atau BRI harus mengganti uang nasabah. Hanya kalau yang dirugikan itu begitu banyak orang dan kebetulan masyarakat kecil, ada kemungkinan dipertimbangkan suatu pertimbangan moril berbentuk penggantian," kata Syahril. Syahril mengakui bahwa di beberapa negara maju sudah ada federal Deposit Insurance Corporatioan, semacam lembaga asuransi yang menjamin deposito. Barangkali ada baiknya lembaga penjamin deposito itu ditiru, agar para nasabah dalam kasus seperti yang terjadi pada BPP bisa diselamatakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus