Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Kemenkeu Sebut Perubahan Iklim karena Kerusakan Lingkungan Tak Hanya Ganggu Perekonomian

Kemenkeu menilai peningkatan frekuensi dan kerusakan akibat perubahan iklim telah mengganggu pembangunan ekonomi secara umum.

3 Oktober 2022 | 12.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Abdurohman menilai peningkatan frekuensi dan kerusakan akibat perubahan iklim telah mengganggu pembangunan ekonomi secara umum, mempersempit ruang fiskal, dan meningkatkan risiko pembiayaan.

"Kita semua telah memberikan perhatian yang lebih besar pada masalah perubahan iklim dan sepakat bahwa hal tersebut perlu dimitigasi dengan kebijakan yang tepat dan terukur," ungkap Abdurohman dalam "Indonesia Economic Outlook 2023 Forum" yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin 3 Oktober 2022.

Dengan begitu selain ketidakpastian global, kata dia, perubahan iklim menjadi ancaman serius dan penanganannya menjadi agenda penting pembangunan nasional.

Ia menyebutkan sebagai negara maritim dengan sekitar 65 persen penduduk tinggal di pesisir, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di tahun 2020, Indonesia termasuk negara yang sangat rentan terhadap perubahan iklim.

Sementara berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), frekuensi bencana hidrometeorologi semakin meningkat dari tahun ke tahun, bahkan sampai 80 persen kenaikannya, yang salah satunya dipicu oleh perubahan iklim.

"Oleh karena itu penanganan perubahan iklim menjadi salah satu bagian dalam prioritas pembangunan nasional sebagaimana tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024," tuturnya.

Kendati demikian Abdurohman mengatakan terdapat berbagai tantangan dalam wujud komitmen penanganan perubahan iklim tersebut, salah satunya adalah terkait dengan kebutuhan pendanaan yang diperkirakan mencapai Rp3.990 triliun untuk kurun waktu 2018 sampai 2030 atau berkisar Rp332 triliun per tahun.

Maka dari itu, strategi pertama yang ditempuh pemerintah untuk menghadapi tantangan pendanaan perubahan iklim adalah dengan mengoptimalkan sumber dana yang dimiliki oleh pemerintah. Kemenkeu telah melaksanakan penandaan anggaran perubahan iklim atau climate budgeting yang dilakukan sejak tahun 2016.

Kemenkeu juga telah memanfaatkan penandaan anggaran perubahan iklim untuk menertibkan sukuk hijau alias green sukuk dan obligasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

Selain itu, dia mengungkapkan pemerintah telah membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk menangkap peluang pendanaan dari berbagai pihak untuk didistribusikan bagi aktivitas yang sejalan dengan agenda pengendalian perubahan iklim dan lingkungan.

Tak hanya melalui berbagai platform tersebut, pemerintah juga menunjuk BKF Kemenkeu sebagai nasional National Designated Authority (NDA) Green Climate Fund (GCF) agar dapat menjangkau pendanaan internasional yang berada di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC).

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus