Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan reformasi perpajakan memperhitungkan dampak terhadap perekonomian nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kami melakukan analisis yang mendalam, jadi kalau pun ada perubahan, pasti dampak terhadap perekonomiannya selalu kami perhitungkan dengan sangat terukur,” kata Febrio dalam diskusi virtual, Jumat, 4 Juni 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Febrio mengatakan reformasi perpajakan merupakan upaya yang berkelanjutan dari masa-masa sebelum pandemi. Hal itu juga bertujuan untuk meningkatkan penerimaan perpajakan secara berkelanjutan dan diarahkan untuk menghadapi struktur ekonomi yang terus berubah.
Dia mengatakan reformasi perpajakan di tengah pandemi Covid-19 cocok digabungkan dengan konsolidasi fiskal. Di mana pemerintah berupaya menaikkan penerimaan pajak sehingga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kembali di bawah 3 persen pada 2023.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Hidayat Amir mengatakan reformasi pajak tidak dirancang malam ini.
"Saya ingin menyampaikan reform pajak itu bukan sesuatu yang kita rancang malam ini. Kita diskusi reform pajak mengenai meng-update, merevisi, memperbaiki, RUU atau Undang-undang KUP, PPN, PPh, itu sejak 2015," kata Amir.
Dia mengatakan waktu itu, ada gagasan tax amnesty. Lalu dijalankan tax amnesty tersebut. Kemudian, kata dia, ketika ingin melanjutkan reformasi pajak selanjutnya, ketemu dengan Covid-19.
"Jadi sebetulnya cerita soal reformasi pajak itu kelanjutan dari reform-reform sebelumnya," ujarnya.
Dia mencontohkan kalau pajak penghasilan atau PPh badan diminta untuk diturunkan, hal itu karena ada level competitiveness dengan negara lain. Menurutnya, penurunan PPh badan memberikan semacam general stimulus kepada kepada supply side policy.
Sedangkan kalau dari sisi bisnisnya, jika pajak lebih rendah, investasi akan lebih tinggi dan akan berputar lebih banyak yang membuat lapangan kerja lebih banyak juga.
"Narasi yang kita bangun, PPh badan memang harus kita refuse, ada tax holiday, tax allowence dalam konteks upraising invesment. Tapi bukan satu-satunya pajak ini," kata dia.
Karena, kata dia, meningkatkan investasi lebih banyak dipengaruhi oleh iklim berusaha atau ease of doing business. Hal itu disentuh dengan Undang-undang Cipta Kerja.
HENDARTYO HANGGI