Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ossy Dermawan, mengatakan kementeriannya telah melakukan kerja sama antara Badan Intelijen Negara (BIN) dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Hal tersebut, kata dia, untuk mendeteksi adanya kejahatan pertanahan hingga konflik yang terjadi di lapangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami sudah lakukan (kerja sama) dengan BIN dan juga Kementerian Pertahanan adalah kami sudah melaksanakan penanda tangan (Memorandum of Understanding) MoU," ucap Ossy saat ditemui di kantor Ombudsman, Jakarta pada Senin, 18 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain mencegah adanya kejahatan pertanahan, dia menjelaskan alasan lain kementeriannya melakukan kerja sama lintas institusi pemerintah. Ossy mengatakan, hal tersebut juga untuk melindungi berbagai aset milik negara seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga Kemenhan.
"Peran dari Kementerian Pertahanan adalah kita berupaya untuk menyelamatkan aset-aset milik TNI ataupun Kemenhan," tutur dia.
Sementara itu, Ossy turut menjelaskan peran Badan Intelijen Negara dari adanya kerja sama dengan Kementerian ATR/BPN dan Kemenhan. Dia mengatakan, fungsi BIN dalam hal ini untuk memberikan berbagai informasi yang bersumber dari Kantor Pertanahan (Kantah) hingga Kantor Wilayah (Kanwil).
"Kami membutuhkan bantuan dari tentunya rekan-rekan di Badan Intelijen Nasional yang juga memberikan informasi terhadap Kantah maupun Kanwil," ujar Ossy.
Lebih lanjut, ia mengatakan turut melibatkan instansi lain dalam mengupayakan pencegahan kejahatan pertanahan. Lembaga itu, lanjut Ossy, yakni satuan tugas (Satgas) antimafia tanah untuk mendeteksi adanya konflik pertanahan yang terjadi di suatu daerah.
"Juga satgas antimafia tanah. Sehingga dari konflik pertanahan yang ada di daerah itu bisa kira-kira dideteksi," kata dia.
Menurut Ossy, tindakan yang diambil oleh Kementerian ATR/BPN dalam mencegah kejahatan pertanahan akan merambah ke tingkat nasional. Sebab, kata dia, permasalahan itu mencakup kehidupan rakyat atau masyarakat Indonesia.
"Jika ini nanti akan apakah melebar menjadi skala nasional karena sekali lagi tanah ini kan menguasai hayat hidup orang banyak," ucap Ossy.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Infrastruktur Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menyatakan pemerintah harus hadir bila terjadi sengketa tanah di masyarakat. Hal tersebut, kata dia, tidak hanya lembaganya, namun Kementerian ATR/BPN harus turut hadir dalam menyelesaikan permasalahan itu.
"Nah di sini pemerintah juga datang harus hadir, negara harus hadir meyakinkan itu jangan terjadi kalau sengketa-sengketa lainnya," ujar Agus saat ditemui di Auditorium Djojohadikusumo Gedung BJ Habibie, Menteng Jakarta Pusat pada Jumat, 15 November 2024.
Dia mengatakan, masyarakat dapat menjadikan setiap institusi pemerintah sebagai acuan bila sengketa tanah masuk pada ranah hukum. Menurut Agus, hal tersebut agar sistem peradilan terkait kasus itu dapat terorganisir dengan baik.
"Selalu ada ranah hukum yang kita jadikan sebagai acuan yang penting siapapun, baik itu jajaran Kementerian ATR BPN termasuk juga para jajaran APH alat penegak hukum," ucap dia.
Pilihan Editor: Ombudsman Temukan Aspek Perizinan Jadi Potensi Maladministrasi dalam Tata Kelola Industri Kelapa Sawit