Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kenaikan Harga Belum Mereda

Keputusan Indonesia sesudah OPEC memutuskan kenaikan harga minyak, bahwa Indonesia tidak menaikkan harga BBM dalam negeri. Subsidi BBM akan naik dan diperkirakan mencapai Rp 400-500 milyar. (eb)

14 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI akhir Juni kemarin ternyata inflasi masih belum berhasil dijinakkan. Angka indeks harga yang tercatat pada bulan itu adalah 2,3%, sesudah sebulan sebelumnya tercatat 4,3%. Dengan demikian selama setengah tahun pertama inflasi telah tercatat 15%, dibandingkan dengan hanya 6,7% untuk seluruh tahun 1978. Sedangkan tingkat tahunan pada bulan Juni tersebut sudah mencapai 22,5%. Sekalipun angka inflasi ini sudah cukup tinggi, namun gejalanya indeks inflasi ini akan terus meningkat dalam bulan-bulan mendatang ini. Harga beberapa bahan pokok seperti beras dan jagung sudah naik dengan 20 - 30%, dan naiknya bahan makanan untuk ternak telah mendorong harga telor dan daging. Lebaran sudah di ambang pintu, dan dari sini dapat dipastikan akan terjadi lagi gejolak harga. Dan dengan naiknya harga minyak seperti yang diputuskan OPEC di Jenewa baru-baru ini dengan 24%, maka harga barang-barang keperluan Indonesia yang diimpor dari luar, seperti barang modal dan bahan baku akan naik. Hingga impor inflasi ini jelas akan mempengaruhi tingkat harga di dalam negeri. Ditertawakan Banyak yang mengkhawatirkan bahwa kalau tingkat inflasi ini tidak bisa dikendalikan, maka manfaat devaluasi 15 Nopember akan hilang. Apabila kenaikan biaya di dalam negeri yang dibayar eksportir lebih cepat dari kenaikan kurs yang diterimanya, maka eksportir akan kehilangan gairah untuk menekspor. Di lain pihak, bila tingkat harga di dalam negeri naik lebih cepat dari inflasi di luar negeri, maka harga barang dari luar negeri akan lebih menarik daripada harga produksi dalam negeri, hingga dorongan untuk mengimpor menjadi lebih besar. Tekanan inflatoir ini makin terasa lagi sejak pemerintah menaikkan hara minyaknya, yang terakhir pada 15 Juni lalu, beberapa hari sebelum OPEC memutuskan kenaikan harga minyak. Dengan kenaikan harga minyak ini diperkirakan penerimaan devisa, yang berarti juga penerimaan dalam negeri pada APBN akan bertambah sekitar US$400 500 juta. Kalau pemerintah tidak hati-hati membelanjakan tambahan dana yang besar ini, tambahan peredaran dana yang mengalir ke masyarakat akan menambah suhu inflasi. Dan pertambahan dana pemerintah ini masih bisa lebih besar lagi seandainya pemerintah menaikkan harga minyak lagi sejalan dengan langkah yang diambil sebagian besar anggota OPEC lainnya. Kecuali Indonesia dan Arab Saudi, negara anggota OPEC lainnya telah menjual minyaknya rata-rata di atas US$21 per barrel. Sampai sekarang Indonesia selalu mengambil sikap yang moderat dalam harga minyak, dan selalu yang terakhir dalam menaikkan harganya. Apakah sikap seperti ini masih perlu dipertahankan Indonesia? Prof. Sadli, bekas Menteri Pertambangan dan juga salah seorang alumni pertemuan OPEC menganjurkan agar Indonesia melepaskan sikapnya yang moderat ini dan segera memasang harga minyaknya setinggi mungkin. Dalam wawancaranya dengan harian Kompas beberapa hari yang lalu Sadli mengemukakan bahwa sebagai pensuplai minyak dunia, bagian minyak Indonesia sangat kecil, hingga pengaruh kenaikan harganya tak akan terasa. "Dan sebagai negara yang tidak kaya, buat apa kita main amal kepada konsumen minyak seperti Jepang dan AS," tanya Sadli, "nanti kita ditertawakan orang saja." Di samping itu Sadli juga menganjurkan agar pemerintah segera mengatur harga LSWR (Low Sulphur Waxy Residue) yang dengan naiknya minyak mentah kini harganya malah ketinggalan. Menurut Sadli harga LSWR ini seharusnya harus lebih tinggi dari minyak mentahnya, karena pada LSWR terdapat komponen ongkos prosesing. Sekarang ini harga LSWR adalah US$18 per barrel, sedangkan harga minyak mentah US$18,50 per barrel. Satu putusan penting yang diambil oleh pemerintah Indonesia segera sesudah keputusan harga minyak oleh OPEC, adalah tidak akan dinaikkannya harga BBM di dalam negeri. Bulan April lalu harga BBM dalam negeri sudah dinaikkan dengan 40%, dengan tujuan bahwa subsidi BBM ini harus makin berkurang. Karena sebagian besar BBM ini masih harus diimpor, dengan kenakan harga minyak, harganya pun akan naik dan devisa yang diperlukan juga bertambah. Ini berarti bahwa sebagian pertambahan devisa yang berasal dari kenaikan harga minyak ekspor akan dibelanjakan lagi ke luar negeri. Tapi di lain pihak, subsidi untuk BBM akan naik lagi, dan diperkirakan akan mencapai Rp 400-500 milyar pada anggaran tahun ini. Sejauh subsidi ini bisa mempertahankan harga BBM, akibatnya baik bagi inflasi. Tapi apakah dana yang diberikan pemerintah sebagai subsidi BBM ini kepada Pertamina akan inflatoir, akan tergantung dari bagaimana Pertamina membelanjakan dana yang diterimanya tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus