Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kenapa Warung Madura Buka 24 Jam? Ini Alasannya

Bukan hal mengejutkan bila di setiap daerah di Indonesia begitu mudahnya menemukan warung Madura.

17 Maret 2023 | 20.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warung barokah tempat berjualan Nase Ramoy, nasi campur dengan olahan dari berbagai jerohan sapi di jalan Pintu Gerbang Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Tempo/Rully Kesuma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pertanyaan kenapa warung Madura buka 24 jam menghinggapi benak masyarakat. Belakangan, sebuah akun TikTok @hamdankafii yang dibagikan ulang oleh @lagi.viral mengunggah sebuah konten yang mempertanyakan warung Madura buka hingga 24 jam. Video tersebut kemudian menuai beragam komentar hingga ditonton 283.594 pengguna Instagram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam videonya, tampak sebuah minimarket ternama yang berseberangan dengan Alfaduro. Alfaduro yang dimaksud nyatanya merupakan gabungan dua kata, yakni Alfamart dan Maduro (Madura). Sesuai dengan namanya, warung kelontong tersebut milik warga Madura. Logo toko yang digunakan juga sangat mirip dengan minimarket tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Gini jadinya kalau Alfamart berhadapan dengan Alfaduro (warung Madura)”, tutur suara dalam video.

Lantas, mengapa warung Madura identik selalu buka 24 jam?

Orang Madura Suka Merantau

Menurut Dosen STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan, Siti Maisaroh, dua etnis perantau terbesar di Indonesia dipegang oleh Minang dan Madura. Daerah perantauan kedua suku tersebut pun tersebar ke seluruh pelosok negeri. Ada berbagai alasan yang melatarbelakangi orang Madura merantau, diantaranya karena motif ekonomi dan sosial-geografis.

Pada umumnya, masyarakat Madura sering memilih pulau Jawa dan Kalimantan sebagai pilihan utama bermigrasi. Bahkan kedua pulau tersebut diberi julukan sendiri oleh mereka, yakni Jhaba Daja (Jawa Utara) untuk Kalimantan dan Jhaba Laok (Jawa Selatan) untuk pulau Jawa.

Selain itu, dalam buku Manusia Madura karya Mien Ahmad Rifai disebutkan bahwa tekanan ekologi menjadi alasan utama orang Madura mengadu nasib di wilayah lain. Tekanan ekologi yang dimaksud adalah tanah tandus dan erosi akibat pembukaan hutan. Pada akhirnya, perubahan ekologis ini menentukan aktivitas mata pencaharian yang sebelumnya berladang dan pembuat garam menjadi pedagang.

Selanjutnya: Orang Madura dikenal memiliki etos kerja yang tinggi

Kenapa Warung Madura Buka 24 Jam?

Mengenai identitas etnis Madura, Siti Maisaroh menyebutkan dalam jurnal ilmiah berjudul "Networking Etnisitas sebagai Modal Sosial Etnis Madura di Perantauan", bahwa orang Madura dikenal memiliki etos kerja tinggi, religius (mayoritas beragama Islam, dibuktikan oleh suburnya pondok pesantren), temperamental, dan sensitif jika disinggung harga dirinya.

Watak keras dan gigih saat bekerja ini konon tercantum dalam peribahasa “abantal omba’ asapo angen” (berbantal ombak, berselimut angin). Dari ungkapan tersebut dimaknai bahwa orang Madura sangat bersahabat dengan alam yang keras, tak mengenal waktu untuk selalu giat bekerja dan pantang menyerah.

Dari pendekatan tersebut, bisa dikatakan menjadi alasan mengapa warung Madura buka 24 jam yang didasari peribahasa sekaligus pedoman hidup etnis Madura.

Semangat kerja orang Madura di tanah perantauan juga tergambar pada peribahasa “Etambeng noro’ oreng, ango’an alako dhibi’ make lane kennek” (daripada ikut atau bekerja dengan orang lain, lebih baik berusaha atau berbisnis sendiri meskipun hasilnya tidak seberapa).

Jadi, bukan hal mengejutkan bila di setiap daerah di Indonesia begitu mudahnya menemukan warung Madura. Tidak hanya sebagai pemilik, bahkan pekerjanya juga kebanyakan berasal dari daerah yang sama. Orang Madura biasa melakukan rutinitas tahunan pulang kampung ketika hari raya Idul Adha. Berbeda dengan umat Islam daerah lain yang lebih sering mudik saat perayaan Idul Fitri.

Saat pulang ke kampung halaman itulah para pedagang kelontong kerap mengajak saudara atau tetangganya untuk ikut merantau. Ikatan kekerabatan yang mengakar kuat membuat mereka saling menyatu di tanah perantauan. Bukan hanya memberikan lapangan pekerjaan, menurut Siti Maisaroh, mereka juga memberikan tempat tinggal serta perlindungan sosial dan keamanan.

Lantaran dijaga oleh saudara atau kerabat sendiri dan menjunjung peribahasa tanpa kenal lelah, usaha warung kelontong pun buka hingga 24 jam. Hal tersebutlah yang menjadi dasar kenapa warung Madura buka 24 jam dan sering dijumpai di banyak wilayah.

NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus