Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN, Hasto Wardoyo, meluruskan pernyataannya tentang satu perempuan punya satu anak perempuan, yang bikin heboh setelah disalahartikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menyatakan tak pernah menyatakan bahwa satu perempuan harus mempunyai satu anak perempuan.
"Aku tidak ngomong kalau satu perempuan wajib punya anak satu perempuan, aku ngomong gak begitu, aku ngomongnya gini rata-rata diharapkan satu perempuan punya anak satu perempuan, rata-rata, lho," katanya di Magelang, Minggu, 7 Juli 2024.
Ia mengatakan hal tersebut usai menjadi pembicara "Percepatan Penurunan Stunting untuk Menyongsong Generasi Emas 2045" di Magelang.
"Kalau depan rumah saya punya anak perempuan dua, belakang saya gak punya anak perempuan pas sudah," katanya.
Ia mengatakan tujuan pernyataannya adalah supaya penduduk tumbuh seimbang. "Jadi tugas BKKBN itu menjaga penduduk tumbuh seimbang kalau suatu wilayah itu, satu kelurahan perempuannya 5.000, sepuluh tahun lagi perempuannya tinggal 4.500, pasti penduduk itu berkurang karena yang hamil dan melahirkan itu perempuan," katanya.
"Itulah makna rata-rata, jangan diterjemahkan satu perempuan wajib punya anak satu," katanya.
Keluarga Berencana dari Waktu ke Waktu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program Keluarga Berencana (KB) sudah ada di Indonesia sejak tahun 1950-an ketika pertumbuhan penduduk 2,12% lebih tinggi dari angka pertumbuhan penduduk dunia yang 2,06 persen.
Gerakan sosial KB ini diprakarsai sejumlah dokter yang bergabung dalam Perkumpulan Keluarga Berancana Indonesia (PKBI) untuk mencegah angka kematian ibu dan bayi yang tinggi pada masa itu.
Namun, kegiatan ini tidak berjalan mulus, termasuk hambatan dari pasal 283 dan 534 KUHP yang melarang adanya peragaan alat untuk mencegah kehamilan. Setelah Orde Baru lahir, gerakan Keluarga Berencana didukung pemerintah dengan berdirinya Lembaga Keluarga Berencana Nasional yang menjadi cikal bakal BKKBN.
Pemerintahan Presiden Soeharto yang menghadapi peningkatan angka kelahiran sampai 2,71 persen di tahun 1970-an menggalakkan KB. Untuk mendorong pengaturan jumlah anak, alat-alat kontrasepsi seperti pemasangan spiral dan pil KB digratiskan. Upaya ini berhasil menekan peningkatan angka pertumbuhan.
ANTARA