SEKARANG baru terasa, betapa sulit mencari pengganti almarhum Oskar Surjaatmadja meninggal dunia awal Juli silam yang selama ini menjembatani kepentingan Pemerintah dan pelaku Bursa Efek Jakarta (BEJ). Sampai batas waktu penyerahan daftar calon Presiden Komisaris PT BEJ, Rabu pekan lalu, hanya setengah dari 205 perusahaan sekuritas yang mengembalikan formulir. ''Banyak yang bingung dalam memutuskan calonnya, sampai akhirnya tak mencalonkan siapa-siapa,'' ujar seorang pialang efek yang memilih abstain. Dari para pialang yang tak bingung, muncul nama Bacelius Ruru, Marzuki Usman, J.B. Sumarlin, Ali Wardhana, dan Radius Prawiro. Namun, seperti kata seorang pialang, ''Tiga nama terakhir itu termasuk tokoh 'atas angin' dalam perekonomian kita.'' Pialang ini yakin, ketiga bekas pejabat tinggi Ekuin itu terlalu tinggi untuk dipilih sebagai Preskom BEJ, September nanti. Kandidat yang paling berpeluang hanya dua, yakni Bacelius Ruru dan Marzuki Usman. Ruru tergolong baru di bursa. Empat bulan lalu, pria kelahiran Minahasa tahun 1948 ini menggantikan Sukanto Reksohadiprodjo sebagai Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Kendati demikian, dari posisi lama sebagai Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan ke posisi baru sebagai Ketua Bapepam bukanlah mutasi sembarangan. Ruru, lulusan Fakultas Hukum UI dan master dari Harvard Law School, sudah lama dipersiapkan untuk itu. Terutama untuk membenahi bursa, agar dapat mengakomodasi UU Pasar Modal yang berlaku tahun depan. Keterlibatan Ruru yang intens dalam penyusunan undang-undang itu menjadi ''senjata'' bagi para pendukungnya. Mereka berpendapat, pada saat UU Pasar Modal diberlakukan, bursa membutuhkan orang yang paling mengerti maksud dan cara penerapannya. Terutama pada awal proses penyesuaiannya. Direksi BEJ diperkirakan akan sering dihadapkan pada persoalan yang muncul akibat proses penyesuaian ini. ''Saat itulah diperlukan komisaris yang bisa memberikan penjelasan ke direksi, apa sikap dan tindakan yang harus diambil sehingga sesuai dengan regulasi yang baru itu,'' kata Sani Permana, pialang efek dari PT Srikandi Securities. Sani, yang terus terang menjagokan Ruru, berpendapat, saat ini BEJ secara organisasi memang telah berbentuk. Namun, secara ''ke-bursa-an'', BEJ diaggapnya masih berada dalam tahap belajar. ''Apalagi ada UU yang baru. Kalau tidak diawasi orang yang mengerti betul, BEJ bisa tidak terkendali,'' katanya. Menurut Sani, kasus seperti saham palsu, swap-shares, dan insider trading bakal makin merajalela bila BEJ tak diawasi presiden komisaris yang menguasai A-B-C-nya UU Pasar Modal yang baru. Ia menampik anggapan bahwa dengan Ruru sebagai presiden komisaris akan menimbulkan conflict of interest antara BEJ dan Bapepam. ''Sebagai ketua Bapepam, beliau menghadapi masalah makro bursa. Sebaliknya, di BEJ, masalahnya mikro. Jadi, nggak ada masalah,'' katanya sambil menunjuk contoh di AS. Di negeri itu, karena peraturannya diterapkan secara tegas, Stock Exchange Commission (semacam Bapepam) dan bursa saham selalu sejalan. Conflict of interest ini memang dipersoalkan para pendukung Marzuki kendati mereka tidak menyangsikan kemampuan Ruru. ''Justru kami tak menghendaki masa mempersiapkan UU Pasar Modal itu, beliau (maksudnya, Ruru) diganggu tugas-tugas preskom,'' ujar seorang pialang. Di sisi lain, Marzuki dianggap sudah ''karatan'' menangani bursa. Bahkan, kebangkitan bursa akhir tahun 1980-an justru ada di tangan lulusan Fakultas Ekonomi UGM dan master dari Duke University, AS, ini. Sebagai ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (1988-1991), Marzuki gencar mengampanyekan bursa yang waktu itu begitu gurem, sampai ia menjulukinya sebagai ''tempat orang-orang yang teraniaya''. Mulai dari mendasikan karyawan bursa supaya tampak berwibawa di depan calon investor, sampai menceramahi para ulama di pesantren Krapyak (Yogya) tentang halal-haramnya saham. ''Supaya bursa hidup, orang bursa harus terus-menerus mempromosikan bursa. Kalau perlu, tiap hari nongol di TV,'' katanya penuh humor. Berkat Marzuki, bursa pun marak. Namun, sedemikian getolnya ia memasyarakatkan bursa, sampai ia disindir ber-one man show. Tapi pria kelahiran Jambi tahun 1943 ini tak tersinggung. ''Apa yang saya kerjakan adalah hasil kerja tim. Tapi hanya satu orang yang bisa menyuarakan. Bisa simpang-siur kalau semuanya ngomong,'' ujarnya. Baik pendukung Ruru maupun Marzuki sama-sama yakin calonnya punya kans 60 banding 40. Namun, kedua kandidat sendiri menganggap calon Preskom BEJ tak hanya ditentukan oleh pilihan pelaku bursa. Menurut Ruru, ''Semuanya tergantung Menteri Keuangan. Bisa saja pelaku bursa memilih saya, tapi kalau beliau tak mengizinkan, ya, tidak bakal jadi.'' Pendapat Marzuki Usman kini Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Kerja Departemen Keuangan tak berbeda. ''Saya ini pegawai negeri. Selain itu, BEJ bukan perusahaan swasta biasa. Memang, preskom dipilih oleh pelaku bursa yang menjadi anggota BEJ. Tapi, sebagai salah satu instrumen ekonomi yang penting, Menteri Keuangan punya hak veto dalam setiap keputusan BEJ,'' katanya. Sani, yang mencalonkan Ruru, mengaku tak bisa memberikan calon alternatif bila nanti Menteri Keuangan tak memberikan persetujuan. Namun, baik pendukung Marzuki maupun Ruru tak menghendaki presiden komisaris yang tak pernah ''mencebur'' ke dalam rimba bursa efek. Diakui, belakangan ini banya pakar ekonomi instant yang bicara tentang bursa efek. ''Tapi mereka tidak pernah tahu liku-likunya,'' ujar Sani menegaskan. Ivan Haris
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini