Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perajin sekaligus ketua klaster batik di Forum Pengembangan Ekonomi Lokal Kabupaten Kendal, Zahroni, meminta Pemerintah segera atasi masalah banjir tekstil impor yang marak belakangan ini. Ia mengaku resah dengan kehadiran produk batik cetak atau printing, khususnya dari Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, produksi dari negeri tirai bambu tersebut bukan batik asli, karena dibuat dengan mesin. Batik warisan budaya Indonesia bentuknya cap dan batik tulis, yang diakui dunia lewat Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB, UNESCO. “Di saat ada produk lain dari Cina dan India dalam bentuk batik, memang harus ada pembatasan dan pengetahuan ke masyarakat,” ujarnya ditemui di acara Apkasi Otonomi Expo, Jakarta Convention Center, Rabu 10 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika tidak dibatasi, masyarakat akan lebih memilih batik cetak produksi pabrik Cina yang murah. Edukasi menjadi amat penting, karena masyakat yang tidak tau batik, membuat produsen luar negeri berlomba-lomba bikin printing batik dengan mesin. Konsekuensinya adalah batik lokal asli menjadi kurang laku.
Pemilik merek Batik Linggo tersebut mengaku mematok harga Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta untuk batik tulis dan sekitar Rp 300 ribu untuk batik manual cap. Proses pembuatannya manual dan khusus batik cap, ia menggunakan pewarna dari alam seperti dedaunan hingga batang pohon. Pembeli yang tidak tahu menurut dia akan menawar dengan lebih murah.
Zahroni mengatakan ada 31 perajin yang tergabung dalam klaster batik Kendal, diprediksi ada lebih banyak pembuat batik di kabupaten tersebut. Mereka juga menyerap produksi tekstil dari pabrikan lokal, seperti Pekalongan, Solo dan Yogyakarta. Sehingga perajin lokal menurut dia secara langsung mendukung produksi tekstil dalam negeri.
Saat ini banjir impor sudah mulai menggeser industri, secara bertahap akan berdampak pada perajin lokal. “Tidak terasa tapi makin lama, kalau pasar tekstil printing sudah dikuasai, nanti ke bawah ada dampaknya juga,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah segera membatasi impor khususnya dari Cina. Zahroni yakin dengan adanya pembatasan, industri dan UMKM batik dalam nnegeri akan lebih berkembang.
Sebelumnya Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan rencana mengenai bea masuk bagi barang asal Cina sedang dibahas lintas kementerian dan lembaga. Menurut dia, hingga saat ini besaran tarif belum disepakati. “Kita akan segera putuskan untuk bisa dituangkan menjadi tarif yang disepakati,” ujarnya ditemui di Kantor DPR, Senayan, Kamis, 4 Juli 2024.
Staf Sri Mulyani itu mengatakan pembahasan terkait tata kelolanya akan diatur oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), selain itu ada masukan dari industri yang terlibat. Pemerintah perlu mendukung industri dalam negeri berjalan dengan baik, khususnya di tengah kondisi Cina yang tengah over kapasitas. “Jadi memang terjadi ekspor yang berlebihan dan kadang-kadang juga bisa terbukti bahwa mereka menjual dengan dumping,” kata dia.