Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lima ratusan pekerja berpencar di landasan beton di atas Laut Jawa di lepas pantai Kalibaru, Jakarta, Kamis dua pekan lalu. Mereka sibuk merampungkan pembangunan terminal kontainer Pelabuhan New Priok, proyek pengembangan pelabuhan laut yang dihelat PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II.
Target mereka, satu dari tujuh terminal yang direncanakan itu sudah bisa beroperasi pada awal tahun depan. "Pekerjanya akan ditambah," kata Tumbur Siregar, penyelia dari kontraktor PT Pembangunan Perumahan, yang ditemui di lokasi proyek.
Bernilai US$ 2,5 miliar atau hampir Rp 30 triliun, New Priok dikatakan sebagai proyek infrastruktur terbesar di Indonesia saat ini. Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino mengatakan tahap pertama proyek itu sudah menghabiskan Rp 5 triliun. Rp 1,2 triliun diongkosi dari pinjaman Bank Mandiri, yang bersedia menyalurkan kredit sampai Rp 4 triliun.
Selebihnya, kata Lino, akan ditutup dari kas perseroan dan skema kerja sama dengan operator pelabuhan yang mereka ajak berkongsi. "Inilah skema pembiayaan termurah dan tanpa uang dari APBN sama sekali," ujar Lino, yang diangkat kembali menjadi Direktur Utama Pelindo II untuk periode kedua, Selasa dua pekan lalu.
Berbeda dengan Lino yang membanggakan terobosannya, Serikat Pekerja Pelindo II berpendapat sebaliknya. Mereka menganggap proyek ini bisa berdampak pada jebolnya kantong perusahaan. Serikat Pekerja menyebutkan perencanaan pembangunan New Priok memiliki banyak kelemahan.
Cara yang dipilih Lino untuk mendanai proyek dikhawatirkan membuat keuangan perusahaan dalam risiko besar. "Kami kaget pada saat Pelindo II memulai proyek Kalibaru, karena dana internal perusahaan hampir kosong dan harus meminjam," kata Kirnoto, Ketua Umum Serikat Pekerja Pelindo II.
Mereka sudah mengadukan hal ini ke Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, yang ternyata tetap mengangkat kembali Lino. Serikat Pekerja menembuskan surat protesnya ke Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan. Selain memprotes soal pembiayaan, mereka mengkritik pelibatan investor asing dalam pengoperasian terminal. Padahal Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengharuskan PT Pelindo sebagai operator, bukan regulator pelabuhan, yang diberi konsesi 70 tahun.
Klaim Lino atas perkembangan pembangunan, seperti disampaikan dalam acara kunjungan Wakil Presiden Boediono ke Tanjung Priok beberapa waktu lalu, juga dibantah. "Lino menyatakan penyelesaian telah mencapai 45 persen untuk tahap pertama, tapi kami mendapat informasi dari anak perusahaan PT Pelindo II, PT Pembangunan Pelabuhan Indonesia, bahwa pembangunannya baru 35 persen," kata Kirnoto. "Hasil inspeksi konsultan PT Haskoning Indonesia malah menyatakan tahap pertama itu baru 13,99 persen per 15 Desember 2013."
Soal pendanaan, Serikat Pekerja juga punya hitungan sendiri. Mereka risau Pelindo akan mengalami kesulitan pembayaran pinjaman, mengingat pendapatan Pelindo II hanya Rp 6-7 triliun per tahun, dengan laba kurang-lebih Rp 2 triliun.
Apalagi Lino juga sedang berencana menarik pinjaman jangka panjang dari sindikasi perbankan asing US$ 2 miliar. "Pinjaman asing itu tak masuk rencana jangka panjang perusahaan," Kirnoto mengimbuhkan. "Biaya terus berubah karena perubahan desain proyek dilakukan Lino. Salah satunya akses jalan."
Lino membantah anggapan bahwa pembangunan New Priok dilakukan dengan hitung-hitungan yang ngawur. "Orang yang enggak mengerti pasti akan berpikir ini nekat banget. Belum ada financial closing, kok, proyek sudah jalan," katanya. "Tapi ini bukannya nekat. Sudah ada hitungannya." Dia meyakinkan bahwa sebagian besar karyawan Pelindo II lainnya lebih bisa memahami.
Ia lalu menjelaskan, earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization (ebitda) Pelindo II berkisar US$ 325 juta atau setara dengan Rp 3,7 triliun tahun ini. "Teorinya, saya pinjam empat kalinya dari jumlah itu pun tidak apa-apa. Sudah berapa itu nilainya? Skenario paling jelek, jumlah itu yang saya ambil," katanya. Tapi dia yakin tak harus mengambil opsi itu.
Bahkan, Lino melanjutkan, tak lama lagi dia akan mendapat kredit US$ 1-1,25 miliar dengan bunga sangat rendah dari institusi keuangan asing. "Lebih rendah daripada jika Bank Mandiri meminjam dana antarbank. Karena itu, kredit kami kepada bank nasional hanya akan jadi dana talangan. Sekarang kami masih melakukan negosiasi detailnya."
Tak melulu pinjaman, dari kontrak kerja sama dengan operator pun Pelindo II sudah bisa mendapat uang masuk. Duit itu diperoleh dari pembayaran upfront fee pengelolaan bersama terminal kontainer dari mitra strategis yang ditunjuk. Hitungannya, dari pengelola terminal kontainer, Pelindo akan menerima US$ 100 juta, sedangkan dari terminal produk sebesar US$ 50 juta. Jadi, dari beberapa terminal pada pertama saja, kata Lino, mereka setidaknya sudah bisa mengantongi secara bertahap US$ 400 juta atau sekitar Rp 4,5 triliun.
Untuk terminal kontainer 1, Pelindo II sudah menggandeng perusahaan Jepang, Mitsui & Co Ltd, sebagai operator. Kesepakatan diteken kedua pihak pada 25 Februari lalu di Tokyo, disaksikan oleh Menteri Dahlan Iskan. Nantinya Pelindo II akan membentuk anak usaha bersama Mitsui, dengan porsi kepemilikan 51 persen di tangan Pelindo II dan 49 persen Mitsui. Kontrak kerja sama berlangsung 25 tahun.
Dalam pantauan Tempo, sebagian tiang pancang bakal terminal kontainer 1 sudah dipasangi dua lapis lempengan beton setebal 35 sentimeter. Di atas landasan beton itulah beberapa derek raksasa milik Mitsui bakal ditempatkan. "Terminal kontainer 1 ini rencananya harus kelar Juni atau paling lambat September nanti," ujar Tumbur Siregar.
Sambil merampungkan terminal kontainer 1, kontraktor bersiap mereklamasi pantai sebagai landasan untuk terminal kontainer 2 dan 3. Mereka juga menggenjot pekerjaan membangun jembatan akses hilir-mudik truk kontainer, yang akan menyambungkan New Priok melalui jalan kira-kira 1 kilometer sebelum tergabung dengan jalur tol.
Kalau semua lancar, Pelindo II bercita-cita menjadikan Pelabuhan Kalibaru atau New Priok sebagai primadona baru bagi kapal-kapal internasional bermuatan besar. Selama ini mereka terpaksa bersandar di negara tetangga, Singapura dan Malaysia, karena fasilitas pelabuhan kita yang terbatas.
Direktur Utama PT Pengembang Pelabuhan Indonesia Dani Rusli Utama menjelaskan, New Priok dipersiapkan untuk melayani kapal dengan daya muat di atas 8.000 twenty feet equivalent units (TEUs). Ia bandingkan dengan Tanjung Priok saat ini, yang hanya bisa dimasuki kapal bermuatan 5.000-6.000 TEUs.
Dani meyakinkan bahwa kapal dengan daya muat sampai 12 ribu TEUs bisa masuk. "Dengan demikian biaya logistik akan langsung turun." Dia menambahkan, Tanjung Priok nantinya akan lebih banyak melayani kapal domestik, sedangkan kapal internasional dilayani New Priok.
Sekarang proses lelang sedang digelar untuk pembangunan terminal 2 dan 3. Ada empat perusahaan yang bakal bersaing, yaitu konsorsium China Merchant, Cosco, dan China Shipping; Grup Mitsui; PSA Singapore; dan Ports America. "Kalau skema pembiayaan kami ngawur, mana mungkin grup-grup besar begitu mau percaya?"
Martha Thertina, Maya Nawangwulan, Y. Tomi Aryanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo