Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perjalanan umrah ke Mekah pada awal Februari lalu membawa kesan berbeda bagi Garibaldi "Boy" Thohir dan Cahyono Seto. Bersama dua rekan lain, di depan Ka'bah, pikiran mereka masih belum bisa lepas dari persoalan yang sedang mereka hadapi di Banyuwangi, Jawa Timur.
Beberapa tahun belakangan, di daerah itulah mereka bersengketa dengan Intrepid Mines Limited, perusahaan tambang emas dan tembaga asal Australia. "Saya berdoa semoga segera ada jalan keluar di Tujuh Bukit. Ternyata doa Boy soal itu juga," kata Seto, yang menceritakan lagi kisah itu Kamis pekan lalu.
Tujuh Bukit adalah sebutan bagi proyek di atas konsesi tambang di Blok Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggrahan, Banyuwangi. Berlokasi sekitar 72 kilometer dari Kota Banyuwangi, area eksplorasi seluas 11.621,45 hektare itu diperkirakan mengandung 2 juta ounce emas dan 80 juta ounce perak, juga tembaga. Nilainya ditaksir lebih dari Rp 50 triliun, dan bisa ditambang 20 tahun.
Di atas konsesi itulah terjadi perebutan klaim oleh perusahaan Boy dan Seto, yakni PT Bumi Suksesindo (BSI), dengan Intrepid melalui Emperor Mines Ltd. Arena pertarungan meluas karena di belakang Boy dan Seto terdapat Edwin Soeryadjaya, Presiden Komisaris Adaro Energy. Sedangkan Intrepid menggandeng Surya Paloh, pemimpin Media Group dan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat, dengan memberinya porsi 5 persen saham Intrepid.
Saling klaim dan pertikaian legal yang ruwet itu yang akan segera berakhir dan tinggal menunggu persetujuan rapat umum pemegang saham Intrepid pada 9 April mendatang. "Secara prinsip kesepakatan sudah didapat di antara kami," kata Clayton Allen "Tony" Wenas, Executive General Manager Intrepid Indonesia, Rabu pekan lalu. "Kami sudah menghitung, dan inilah jalan terbaik yang bisa ditempuh."
Jalan terbaik itu akhirnya ditemukan pada 17 Februari lalu, sepekan setelah Boy dan Seto pulang dari Mekah. Lobi dan tawar-menawar yang sudah dimulai sejak Oktober tahun lalu berujung pada angka US$ 80 juta sebagai kompensasi yang akan diterima Intrepid. Sebagai gantinya, perusahaan Australia itu setuju melepas semua klaimnya atas Proyek Tujuh Bukit.
Menurut Tony Wenas, Intrepid memang tak punya banyak pilihan di Banyuwangi. Aturan baru melalui Undang-Undang Pertambangan Tahun 2009 membatasi kepemilikan asing dalam konsesi tambang maksimal 49 persen. Belum lagi pembatasan ekspor mineral dan kewajiban untuk membuat pabrik pengolahan atau smelter di dalam negeri, yang pasti membuat ongkos investasi membengkak.
Kesulitan lain juga datang setelah tahun lalu mereka dikalahkan oleh gugatan Paul Michael Willis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Paul Willis adalah pemilik Indoaust Mining FTY Ltd, yang awalnya menemukan lokasi tambang itu dan kemudian mengajak Intrepid masuk ke sana. Ia menuntut ganti rugi Aus$ 13 juta karena merasa dipaksa keluar dari perkongsian.
Dengan menerima kesepakatan damai itu, Intrepid otomatis terbebas pula dari seluruh gugatan Willis. Kalau dihitung-hitung, paket ini setara dengan Aus$ 103 juta atau sudah di atas total investasi yang selama ini keluar dari kantong Intrepid. "Bagaimanapun, sengketa harus berakhir agar proyek bisa jalan," kata Boy Thohir.
Y. Tomi Aryanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo