Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk berbicara jujur kepada masyarakat, terkait aktor yang melatarbelakangi kelanjutan aturan tambang hasil sedimentasi di laut atau pasir laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, KKP sebagai instansi pemerintah dinilai tidak mewakilkan aspirasi rakyat. Seharusnya, kata Susan, setiap kebijakan yang ditetapkan oleh instansi pemerintah, harus memiliki keberpihakan kepada rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Artinya, juga sebenarnya mungkin KKP harus mulai jujur ini (aturan ekspor pasir laut) sebenarnya pesanan siapa," ujar Susan ketika dihubungi Tempo pada Ahad, 29 September 2024.
Susan menduga usulan tentang penundaan tambang pasir laut bakal ditolak oleh KKP. Menurutnya, bentuk penolakan itu sudah terbaca oleh Kiara, sejak adanya usulan penundaan yang disampaikan Petinggi Partai Gerindra, Ahmad Muzani.
Sebelumnya, KKP tetap melakukan ekspor pasir laut. Kementerian yang dipimpin Sakti Wahyu Trenggono itu menegaskan, tidak akan menunda ekspor pasir laut seperti usulan yang muncul di tengah masyarakat.
"Kami akan jalan terus. Ya kalau ditunda, siapa yang menunda? Kalau kita kan sesuai dengan aturan main," kata juru bicara KKP, Wahyu Muryadi, saat ditanya perihal usulan agar kebijakan ekspor pasir laut ditunda, di Gedung Mina Bahari I KKP, Jakarta Pusat, Jumat, 27 September 2024.
Menurutnya, jika Presiden Joko Widodo sebagai atasan Menteri Trenggono, menyatakan menunda atau membatalkan izin ekspor pasir laut, itu akan ditunda. "Tapi kan selama ini cuma omon-omon saja, seyogyanya ini..., seyogyanya ini. Normatif sekali itu seyogyanya," tutur dia menanggapi kekhawatiran adanya kerusakan ekosistem laut maupun dampak sosial-ekonomi.
Wahyu Muryadi, mengatakan yang diekspor adalah pasir laut hasil pembersihan sedimentasi. "Kalau sedimen yang diekspor, ya enggak laku. Mana ada orang mau beli lumpur," kata Wahyu.
Wahyu mengatakan bahwa sedimentasi yang menebal, menjadi limbah, atau endapan yang mengganggu biota laut, seperti terumbu karang, itu akan dibersihkan. Pembersihan yang dimaksud Wahyu adalah penyedotan pasir laut. "Diisap dengan teknologi ramah lingkungan," tutur dia.
Teknologi ini juga akan memisahkan antara pasir dan lumpur, serta partikel lainnya. Dengan begitu pasir laut yang tersedot itu yang akan diambil untuk kebutuhan, seperti reklamasi. "Kalau lempung yang dipakai, ya tenggelam pulaunya. Reklamasinya enggak sukses, pasti habisin duit itu," ujar dia.
Wahyu mengatakan, dulu izin usaha pasir laut adalah pasir diambil dari pinggir laut. Dikeruk menggunakan eksapator. "Ada pulau yang indah-indah enggak berpenghuni disikat semua, itu namanya pasir laut," kata Wahyu. Menurutnya, praktek penambangan nanti akan berbeda dengan yang dilakukan di jaman dulu.
Proses pengawasan dilakukan dengan mengirim tim. Tim ini akan masuk ke dalam kapal yang tengah menyedot sedimentasi pasir laut itu. Selanjutnya pengawasan dengan kapal patroli KKP, hingga melibatkan aparat Badan Keamanan Laut, TNI Angkatan Laut, peneliti, maupun pantauan satelit.
"Semua dikerahkan untuk mengawasi karena itu titik pengambilan pasir hasil sedimentasi. Harus dipastikan bahwa itu tidak terjadi pengrusakan lingkungan," ucap Wahyu.
Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Sebab Bandara IKN Dinilai Tak Layak untuk Penerbangan Komersil, Promo Tiket Kereta Api