Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kisruh Bahlil Larang Elpiji 3 Kg Dijual di Pengecer

Kebijakan Menteri Bahlil melarang penjualan liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji 3 kg secara eceran per 1 Februari 2025 membuat kisruh.

5 Februari 2025 | 10.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat meninjau agen LPG di wilayah Palmerah, Jakarta, 4 Februari 2025. Tempo/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan pemerintah melarang penjualan liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji subsidi 3 kilogram (kg) secara eceran per 1 Februari 2025 mendatangkan polemik. Dengan aturan baru, masyarakat hanya bisa membeli elpiji 3 kilogram di pangkalan resmi Pertamina dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lewat regulasi baru ini, pemerintah bertujuan agar masyarakat pengguna elpiji subsidi, juga disebut gas melon, mendapatkan harga sesuai aturan. Hal itu dilakukan setelah pihak berwenang mendapat banyak laporan ihwal pembengkakan harga. Namun, di lapangan, kebijakan ini justru berdampak pada sulitnya masyarakat mendapatkan gas tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, larangan itu dilakukan untuk mencegah permainan harga. Ia menyatakan tidak ada masalah terkait stok elpiji yang saat ini masih impor, kuota maupun subsidinya normal dan tidak ada yang dibatasi. Hanya saja, kata dia, masalah terjadi di pendistribusian kepada masyarakat.

Bahlil mengaku mendapat laporan bahwa banyak pedagang eceran yang memainkan harga sehingga LPG 3 kg menjadi mahal kendati sudah disubsidi. Bahlil menjelaskan, negara telah memberikan subsidi untuk sektor elpiji senilai Rp12 ribu per kg-nya. Jika 1 tabung berisi 3 kg, berarti subsidi yang diberikan Rp36.000 per tabung.

“Laporan yang masuk ke kami itu kan ada yang memainkan harga. Ini jujur saja,” kata Bahlil saat ditemui di kantornya Senin, 3 Februari 2025. “Laporan yang masuk, subsidi ini ada yang sebagian tidak tepat sasaran.”

Bahlil menjelaskan bahwa kebijakan pembatasan pembelian gas LPG 3 kg diterapkan agar tidak terjadi penimbunan atau penggunaan yang tidak semestinya. Ia mencontohkan bahwa jika sebuah rumah tangga biasanya hanya membutuhkan sekitar 10 tabung LPG per bulan tetapi kemudian membeli hingga 30 tabung, hal itu tentu menimbulkan tanda tanya. Oleh karena itu, pemerintah merasa perlu melakukan pengaturan agar tidak ada penyalahgunaan dalam distribusi gas subsidi ini.

“Tentu kami akan membatasi pembelian dalam jumlah besar yang tidak wajar. Sebab, jika ada pihak yang membeli lebih dari kebutuhan normal, kemungkinan besar ada tujuan lain di baliknya. Inilah yang sedang kami atur agar distribusi lebih tertata,” kata Bahlil.

Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, larangan bagi pengecer bertujuan memastikan pasokan gas melon tetap tersedia bagi masyarakat. Pemerintah juga ingin harga jualnya sesuai aturan. Kata dia, penjual eceran akan pemerintah jadikan pangkalan.

“Yang pengecer itu kami jadikan pangkalan per 1 Februari,” kata Yuliot saat ditemui di kantornya, Jumat, 31 Januari 2025.

Tak jamin kurangi beban subsidi

Sementara itu, Pusat Studi Kebijakan Publik menilai kebijakan pemerintah melarang penjualan elpiji 3 kg di tingkat pengecer dan hanya bisa dilakukan di pangkalan resmi yang terdaftar di Pertamina tidak menjamin mengurangi beban subsidi. Seharusnya, pemerintahan membuat membuat peraturan yang tegas atas siapa yang berhak atas LPG bersubsidi

“Bukan hanya mengalihkan pengecer menjadi pangkalan resmi LPG subsidi,” kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria di Jakarta, Senin, seperti dilansir dari Antara.

Sofyano menilai penetapan pengguna yang berhak atas LPG 3 kg sebagaimana diatur dalam Perpres 104 Tahun 2007 khusus untuk rumah tangga dan usaha mikro, justru terbaca ‘abu-abu’. Akhirnya pada penyaluran di tingkat bawah yakni pangkalan dan pengecer dipahami rumah tangga golongan apapun berhak membeli LPG bersubsidi.

“Oleh karenanya, hal utama yang harusnya dibenahi pemerintah adalah justru merevisi Perpres 104 Tahun 2007 khususnya terkait siapa pengguna yang berhak dan juga pengawasannya di lapangan,” ujar pengamat kebijakan energi ini.

Selain itu, kata Sofyano, pengangkatan pengecer sebagai pangkalan resmi LPG subsidi belum tentu akan menarik perhatian pihak pengecer untuk berubah menjadi pangkalan LPG. Karena, dengan status sebagai pengecer mereka justru bisa mendapat margin lebih tinggi ketimbang sebagai pangkalan resmi LPG.

“Sementara bagi masyarakat, lebih dominan yang enggan datang ke pangkalan untuk membeli LPG. Mereka lebih nyaman membayar lebih ke pengecer tetapi dapat layanan sampai kompor mereka bisa menyala,” katanya.

Mematikan usaha akar rumput

Menurut Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, selama ini pengecer merupakan pengusaha akar rumput dan warung-warung kecil untuk mengais pendapat dengan berjualan LPG 3 Kg. Fahmy mengatakan larangan bagi pengecer menjual LPG 3 Kg justru mematikan usaha mereka. Mustahil bagi pengusaha akar rumput untuk mengubah menjadi pangkalan karena dibutuhkan modal yang tidak kecil.

“Dampaknya, pengusaha akar rumput kehilangan pendapatan, kembali menjadi pengangguran dan terperosok menjadi rakyat miskin,” katanya dalam keterangan resmi pada Ahad, 2 Februari 2025.

Kebijakan larangan pengecer menjual elpiji 3 kg, kata dia, melabrak komitmen Presiden Prabowo Subianto yang berpihak kepada rakyat kecil, baik pengusaha akar rumput maupun konsumen rakyat miskin. Menurut Fahmy menilai, kebijakan pemerintah melarang pengecer menjual LPG 3 harus dibatalkan.

“Kebijakan Bahlil itu mematikan pengusaha akar rumput, menyusahkan konsumen rakyat miskin, dan bertentangan dengan komitmen Prabowo,” ucapnya.

Masyarakat kesusahan mendapatkan gas

Tempo mendatangi konsumen gas melon, Samidi seorang penjual gorengan di kawasan Kemanggisan Ilir, Palmerah. Ia mengaku kesulitan jika membelinya harus ke pangkalan. Padahal gas melon sudah menjadi instrumen penting baginya. Dalam sehari dia menghabiskan satu hingga dua tabung.

“Seminggu ini susah mas gasnya. Kalau ga ada gas saya ga jualan. Saya biasanya bawa satu dan satunya yang kosong untuk diisi di Pangkalan Kemanggisan Pulo,” ujarnya saat ditemui Ahad sore, 2 Februari 2025

Pedagang pengecer kawasan Palmerah, di warung Sumarni di Jalan Kompleks Anggaran Nomor 7, Kemanggisan, juga mengaku sudah berminggu-minggu tidak lagi menjual gas yang acap disebut gas melon itu. “Udah sebulan yang melon nggak ada, adanya yang pink, saya beli di agen. Masyarakat pada nyariin, saya biasanya stok 10 tabung, sekarang nggak ada lagi,” ujarnya saat ditemui Ahad, 2 Februari 2025.

Bergeser sekitar seratus meter, di Warung Madura milik Pak Amron tak jauh berbeda. “Udah sebulan mas nggak ada. Saya biasanya stok 20-22an, biasanya itu habis dalam sehari. Saya menjualnya kisaran 20 ribu,” katanya.

Tempo juga mendatangi sektor Agen elpiji 3 Kg Pertamina di Jalan Palmerah Barat IX Nomor 59, petugas mengaku sebagai agen, dia mendapat stok LPG sebanyak 1120 tabung perhari, yang disuplai oleh dua truk masing-masingnya 560 tabung. “Ada yang dari Tanah Abang ke sini, masyarakat pagi-pagi juga ada yang antre. Untuk tingkat pembelian sama seperti hari normal, karena di sini itu tempat drop-nya, nanti akan disalurkan juga ke sektor pengkalan resmi,” kata petugas itu saat ditemui Ahad malam.

Kata Pemerintah Soal Elpiji 3 kg langka

Terkait kelangsungan gas melon, Bahlil memastikan bahwa distribusi gas elpiji atau LPG 3 kg masih berjalan dengan baik dan tidak mengalami kelangkaan. Menurutnya, isu kelangkaan yang beredar di masyarakat lebih disebabkan oleh adanya pembatasan pembelian guna menjaga agar distribusi tetap sesuai dengan sasaran.

“Sebenarnya tidak ada kelangkaan. Saya pastikan hal itu. Distribusi berjalan normal, hanya saja ada kebijakan pembatasan untuk memastikan gas subsidi ini benar-benar dimanfaatkan oleh pihak yang berhak,” ujar Bahlil.

Dani Aswara dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus