Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Presiden Prabowo menginstruksikan pengecer kembali menjual elpiji 3 kilogram.
Larangan pengecer menjual elpiji 3 kilogram dinilai mendadak dan tidak tersosialisasi.
Perubahan distribusi elpiji 3 kilogram tidak bakal menekan lonjakan subsidi energi.
SEJAK 1 Februari 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melarang liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji ukuran 3 kilogram dijual di pengecer. Kebijakan ini membuat masyarakat hanya bisa membelinya di pangkalan resmi Pertamina dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan.
Imbasnya, distribusi elpiji bersubsidi tersebut terganggu. Di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pembeli elpiji 3 kg harus antre lama dan panjang. Di sebuah toko grosir di Jalan Bojongkoneng, warga berbaris panjang sambil membawa tabung gas kosongnya yang umumnya berjumlah dua buah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nurohmi, yang biasanya cukup melangkahkan kaki ke warung tetangganya yang berjarak delapan rumah di gang, kini harus mengayuh sepeda sambil membawa sebuah tabung gas melon kosong ke pangkalan yang berjarak sekitar 700 meter. Setelah setengah jam antre, Nurohmi baru bisa membeli elpiji 3 kg seharga Rp 19 ribu per tabung. “Baru hari ini antre gas begini,” ujarnya kepada Tempo, Selasa, 4 Februari 2025.
Kondisi serupa terjadi di Solo, Jawa Tengah. Pelaku usaha kuliner di kawasan Selter Manahan Solo, Retno Alviani, 48 tahun, mengatakan stok gas elpiji 3 kg di warungnya habis. Ia mencari di pengecer langganan dan tempat lain, tapi tidak ada stok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak hanya mencari di pengecer, ia juga sudah mencoba mendatangi hingga dua pangkalan gas. Namun hasilnya nihil. "Di warung saya sudah enggak ada stok, tinggal ini," katanya, Selasa, 4 Februari 2025.
Pelaku usaha lain, Sumarto, yang berjualan nasi goreng, mengatakan, mulai 1 Februari 2025, dia juga kesulitan mendapatkan gas elpiji di tingkat pengecer. Padahal, sebelum aturan itu berlaku, dia mudah mendapatkan gas LPG 3 kg.
Di Tangerang Selatan, Banten, Yonih Binti Saman, 62 tahun, tutup usia setelah antre elpiji 3 kg. Wanita yang memiliki warung kopi dan gorengan ini diduga kelelahan setelah antre selama kurang-lebih dua jam untuk mendapatkan elpiji 3 kg. "Almarhumah sebelum meninggal habis antre gas. Pulang bawa dua tabung gas dan lemas atau gimana, terus dia duduk," ujar Saiful, Ketua RT 01/07 Kelurahan Pamulang Barat, Tangerang Selatan.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad menilai larangan pengecer menjual elpiji 3 kg yang diterapkan Kementerian ESDM terlalu mendadak. Selain itu, kebijakan tersebut tidak tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat. Akibatnya, masyarakat kesulitan mendapatkan gas melon tersebut.
Setelah ricuh di berbagai daerah akibat antrean panjang konsumen di agen Pertamina untuk membeli elpiji 3 kg, Presiden Prabowo Subianto kemarin menginstruksikan agar pedagang eceran diizinkan kembali menjualnya. Hanya, pengecer berstatus menjadi sub-pangkalan resmi di bawah arahan Pertamina Patra Niaga.
"Perintah Presiden, pengecer semua kita naikkan kelasnya jadi sub-pangkalan," kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2025.
Saat ini sebanyak 370 ribu pengecer sudah terdata sebagai sub-pangkalan. Bagi para pengecer yang belum terdaftar sebagai sub-pangkalan, Kementerian ESDM akan secara aktif bersama Pertamina membekali mereka dengan sistem aplikasi dan membantu proses mereka menjadi sub-pangkalan.
Menurut Bahlil, perubahan distribusi elpiji dilakukan untuk mengatur subsidi energi yang telah digelontorkan sebesar Rp 87 triliun per tahun. Penataan tersebut diharapkan membuat penyaluran elpiji bersubsidi lebih tepat sasaran. Sebab, berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, sebesar 68 persen konsumsi elpiji 3 kg dinikmati oleh masyarakat kelas menengah atas. Dengan demikian, hanya 32 persen dari subsidi elpiji ini yang dinikmati masyarakat miskin.
Warga Kelurahan Curug antre membeli gas 3 kg di Bojongsari, Depok, Jawa Barat, 3 Februari 2025. TEMPO/Ijar Karim
Selain itu, Bahlil menuturkan, kebijakan ini bertujuan memastikan harga jual elpiji 3 kg lebih terkontrol dan seragam di seluruh Indonesia. Pasalnya, berdasarkan hitungannya, harga maksimal elpiji 3 kg seharusnya Rp 18-19 ribu per tabung, dan dalam kondisi paling buruk dengan penggelembungan, harga tertinggi sekitar Rp 20 ribu.
Namun, kata dia, fakta di lapangan menunjukkan harga elpiji bersubsidi bisa mencapai Rp 25-30 ribu per tabung. Ditambah elpiji bersubsidi sering disalahgunakan, seperti pengoplosan dan penjualan ke industri yang seharusnya tidak berhak menerima subsidi. “Artinya, subsidi kita ini banyak yang tidak tepat sasaran, itu satu dari sisi harga,” ucap Bahlil.
Menurut Bahlil, salah satu titik lemah dalam distribusi terjadi antara pangkalan dan pengecer. Pada titik ini, pengawasan sulit dilakukan karena belum ada sistem yang bisa melacak pergerakan elpiji bersubsidi dengan baik.
Karena itu, pengecer dinaikkan statusnya menjadi sub-pangkalan untuk memastikan subsidi lebih tepat sasaran. Ini dilakukan agar mereka bisa mendapatkan fasilitas izin resmi (IP) sehingga pemerintah dan Pertamina dapat mengontrol harga jual di tingkat pengecer.
Rukun warga juga dipertimbangkan untuk menjadi bagian dari sistem distribusi sebagai sub-pangkalan. Sebab, Bahlil menilai para ketua RW lebih mengenal masyarakat di wilayahnya dan bisa membantu memastikan distribusi lebih merata. Kartu tanda penduduk menjadi syarat pembelian untuk pencocokan data dengan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Hal ini guna memastikan hanya masyarakat yang berhak yang bisa membeli elpiji 3 kg.
Kendati demikian, sejumlah pihak menilai perubahan sistem distribusi elpiji 3 kg ini tidak bakal menekan lonjakan subsidi energi. Anggota Ombudsman RI Bidang Substansi Ekonomi, Yeka Hendra Fatika, berujar bahwa sumber persoalan yang terjadi selama ini ada pada sisi pengawasan. Berdasarkan temuan Ombudsman, kata Yeka, penyelewengan harga dari HET tidak hanya dilakukan oleh pengecer, tapi juga sudah dimulai dari pangkalan resmi Pertamina. “Kami temukan agen meningkatkan harga, pengecer juga,” ucapnya.
Karena itu, menurut dia, semestinya pemerintah cukup mengatur keuntungan (margin fee) elpiji. Dengan demikian, agen dan pengecer tidak memiliki ruang untuk menaikkan harga secara sepihak. Misalnya, jika margin keuntungan di tingkat pengecer ditetapkan sekitar Rp 800 per kg, keuntungan totalnya mencapai Rp 2.400 per tabung.
Warga Kelurahan Curug antre membeli gas 3 kg di Bojongsari, Depok, Jawa Barat, 3 Februari 2025. TEMPO/Ijar Karim
Direktur Next Policy Yusuf Wibisono mengatakan memang banyak masyarakat yang menjadi pengguna elpiji bersubsidi. Hal ini terlihat dari data realisasi subsidi elpiji 3 kg. Pada 2019, realisasi volume elpiji 3 kg mencapai 6,84 juta metrik ton, sedangkan pada 2022 mencapai 7,80 juta metrik ton. Pada waktu yang sama, realisasi volume elpiji non-subsidi turun dari 0,66 juta metrik ton pada 2019 menjadi hanya 0,46 juta metrik ton pada 2022. Artinya, terdapat konsumen yang semula mengkonsumsi elpiji non-subsidi beralih ke elpiji 3 kg yang disubsidi.
Konsumsi gas masyarakat Indonesia mencapai 8 juta ton per tahun. Sedangkan produksi dalam negeri hanya 1,7 juta ton. Akibatnya, Indonesia harus mengimpor 6-7 juta ton setiap tahun. Meski Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang kaya akan gas bumi, kandungan gas yang ada di Tanah Air lebih banyak C1 (refrigerated methane). Sementara itu, kandungan gas yang digunakan untuk elpiji merupakan jenis C4 (refrigerated butane) dan C3 (refrigerated propane).
Karena pasokan elpiji di Indonesia bergantung pada impor, tutur Yusuf, beban subsidi cenderung terus meningkat seiring dengan kenaikan konsumsi dan lonjakan harga komoditas global. Menurut dia, pengendalian konsumsi elpiji 3 kg menjadi krusial bagi pemerintah untuk menekan subsidi.
Pada 2016, subsidi elpiji 3 kg baru di angka Rp 24,9 triliun. Lalu, pada 2018, angka subsidi ini meningkat menjadi Rp 58,1 triliun dan pada 2022 menembus Rp 100,4 triliun. Melalui upaya pembatasan konsumsi dan pendataan konsumen, pemerintah berupaya menekan beban subsidi elpiji 3 kg. Hasilnya, realisasi subsidi elpiji 3 kg pada 2024 berhasil ditekan menjadi Rp 80,2 triliun.
Menurut Yusuf, strategi pemerintah membatasi konsumsi elpiji 3 kg saat ini keliru. “Cara melarang penjualan oleh pedagang eceran dan membatasi penjualan hanya oleh agen resmi Pertamina adalah kebijakan yang sangat tidak berkeadilan dan tak efisien,” ujar Yusuf kepada Tempo, Selasa, 4 Februari 2024.
Yusuf menjelaskan, jumlah agen elpiji di seluruh Indonesia hanya 260 ribu. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibanding pedagang eceran yang selama ini melayani pembelian elpiji 3 kg oleh konsumen yang umumnya adalah rumah tangga dan usaha mikro. Sedangkan jumlah warung dan toko kelontong yang selama ini menjadi pedagang eceran utama elpiji 3 kg bersubsidi diperkirakan lebih dari 3,9 juta unit.
Menurut Yusuf, kebijakan membatasi penjualan elpiji 3 kg di tingkat agen juga berpotensi besar tidak efektif membuat penyalurannya menjadi lebih tepat sasaran. Sebab, para agen pun tidak memiliki kapasitas mencocokkan data konsumen dengan DTKS atau P3KE.
Selama subsidi diberikan pada barang yang bisa diakses secara terbuka, risiko kebocoran selalu ada. Apalagi pemerintah belum menyelesaikan masalah lain, yaitu harga yang terpaut jauh antara elpiji bersubsidi dan non-subsidi. ●
M. Iqbal di Tangerang Selatan, Anwar Siswadi di Bandung, Septhia Ryantie di Solo, dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo