Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kita Tunggu IBM

Sesuai uu no 6/1968 tentang pmdn menetapkan batas waktu 31 desember 1977, pengalihan usaha dagang ketangan nasional. 19 perusahaan asing terkena peraturan itu. ibm masih bandel.

22 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAKAH IBM akan menutup usahanya di Jakarta? Inilah pertanyaan yang sedang ramai ditunggu kalangan bisnis. Sampai minggu lalu hanya perusahaan IBM Indonesia -- yang berinduk di AS - masih 'ngotot' mempertahankan eksistensinya yang sekarang. Sementara UU No. 6/1968 tentang PMDN jelas menetapkan 31 Desember 1977 sebagai batas waktu pengalihan usaha dagang ke tangan nasional. Tak kurang dari 19 perusahaan dagang asing yang terkena peraturan tersebut di samping IBM, antara lain Unilever, BAT, Dunlop dan Hoechst. Pekan lalu PT Ericson Indonesia dan PT Siemens Indonesia sudah pula menyusul. Kini tinggal IBM saja yang belum mau. Apa sebabnya? IBM (International Business Machine) Corp. yang beroperasi di 126 negara - rupanya tak pernah memberikan keagenannya. Juga di Perancis dan Jepang yang terkenal fanatik. Hanya di Jepang ada pembatasan bahwa komputer yang boleh mereka jual terbatas pada yang belum bisa diprodusir di dalam negeri. Merasa sejak lama menganut dan dibiarkan melakukan cara berdagang seperti itu, agaknya pihak pusat IBM di AS tak ingin membuat preseden dengan menyerahkan keagenan mereka pada perusahaan nasional di Indonesia. IBM mulai bergerak di Indonesia sejak tahun 1937, dengan menyediakan mesin-mesin kantor, dan sejak 1957 - seperti halnya di banyak negara lain berhasil merebut pasaran dengan tenang. Cara beroperasinya di Indonesia memang, menarik untuk dipertanyakan. Kontrak yang berlangsung antara para langganan di Indonesia itu langsung dilakukan dengan kantor pusat Bukan dengan Indonesia Dengan sendirinya komputer yang disewakan itu bukan milik perwakilan di sini, tapi milik IBM Corporation. Penyewa juga diharuskan membayar bea masuk, ongkos pengangkutan, pengepakan serta biaya asuransi. Biaya pemasangan komputer pun menjadi tanggungan penyewa, hingga PT Asuransi Jiwasraya misalnya, awal tahun ini terpaksa mengeluarkan sekitar Rp 175 juta untuk bisa menyewa komputer IBM System 70. Dengan demikian kedudukan PT IBM yang berkantor di Wisma Metropolitan, Jl. Jenderal Sudirman Jakarta itu - seperti kata beberapa penyewanya -- bertindak selaku perantara saJa. Khawatir Timbul pertanyaan, apa akibatnya kalau tokoh IBM memutuskan untuk angkat kaki dari sini. Apakah tindakannya itu tak akan membuat sulit para langganan? Mesin IBM saat ini menguasai 60% dari pasaran komputer di Indonesia. Langganannya sebagian besar (kurang lebih 80%) adalah instansi-instansi pemerintah. Perusahaan seperti Pertamina misalnya adalah contoh langganan terbesar di Indonesia. Pekan lalu kepada TEMPO ir Trisulo, direktur Eksploitasi & Produksi Pertamina mengakui "akan sulit kalau IBM sampai menarik diri." Sebabnya adalah dana besar yang dibutuhkan bila kita sampai harus membeli komputer sendiri. Itupun bisa ketinggalan mengingat perkembangan teknologi yang demikian cepat. Tapi kata Trisulo pula, "kalau itu sudah jadi policy pemerintah, harus kita amankan." Herman Syaftari, dir-ut Jiwasraya juga berpendapat serupa. Tapi ir Rudy J Pesik (36), veteran IBM Indonesia yang kini berdiri sendiri, punya pendapat lain. Pesik, kini dir-ut PT Aliansi Telekomunikasi & Informatika Utama tak mengelak bakal timbul kesulitan jika IBM sampai pergi. "Tapi itu bukan kesulitan yang tak terpecahkan," katanya. Juga duduk sebagai ketua harian Ipkin (Ikatan Pemakai Komputer Indonesia), dia menopang pendapatnya dengan hasil survei Ipkin belum lama berselang. Namun dia juga beranggapan kerjasama dengan IBM harus diteruskan untuk penyediaan suku cadang serta untuk latihan cara penggunaan model-model komputer baru. Namun begitu, kekhawatiran para langganan mungkin juga tak akan terjadi. Dalam edaran persnya, PT IBM Indonesia menyatakan sedang dilanjutkan perundingan dengan pemerintah untuk mencari jalan keluar yang menyenangkan kedua pihak. Bagaimana hasil dari medan perundingan itu baiknya kita tunggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus