SEBUT nama seseorang, dengan mengejanya perlahan, untuk
mengkonfirmasikan jadwal penerbangan. Apa yang bisa diperbuat
komputer perusahaan Garuda? Hanya perlu waktu beberapa detik
saja, komputer akan memanggil kembali rekaman jadwal orang itu,
yang tersimpan di pusat pengolahan data perusahaan penerbangan.
Hampir pada saat bersamaan pula, permintaan konfirmasi serupa,
atau permintaan memperoleh kursi datang dari pelbagai tempat
terpisah, juga bisa dipenuhi pusat pengolahan data dengan cepat.
Komputer tak syak lagi telah menerobos batas waktu dan tempat
dengan ketangkasan mengagumkan. Hasil teknologi mutakhir itu
kini banyak dijadikan tumpuan harapan untuk turut mendukung
pelbagai aktivitas bisnis dan keilmuan. Dalam upaya
memperkenalkan jasa komputer itulah, PT Usaha Sistem Informasi,
pekan depan (8-13 Agustus) akan menyelenggarakan pameran terbuka
di Wisma Metropolitan, Jakarta. Pelbagai produk komputer
International Business Machines (IBM), akan dipertontonkan di
markas besar agen komputer terkemuka itu.
Usaha Sistem Informasi (USI), yang mewakili kepentingan IBM di
sini tentu mengharapkan agar pameran itu berhasil memancing
lebih banyak pemakai produknya. Dikenal di sini sejak 1938, IBM
memang telah dipakai secara luas oleh pelbagai sektor industri:
perminyakan, jasa perbankan, konstruksi, dan lain-lainnya. Sudah
ratusan komputer merk itu, dari yang berharga puluhan juta
sampai ratusan juta rupiah, laku. "Pertumbuhan penjualan kami
rata-rata mencapai 30% setiap tahun," ujar IG.M. Mantera,
direktur operasi USI.
Otomatisasi perkantoran dengan komputer memang telah mendorong
penjualan produk itu naik dengan mengesankan. Juni lalu dalam
usaha melayani kebutuhan pelbagai perusahaan kecil dan menengah,
USI mulai memasarkan jenis personal computer (pc), yang dijual
Rp 5,6 juta lengkap dengan mesin pencetaknya. Belum jelas benar,
seberapa jauh komputer mikro merk itu akan berhasil mengambil
porsi merk lain, seperti Xerox Apple, Commodore, Radio Shack,
Wang dan Tele Video, yang sudah lebih awal memasuki pasar lokal.
IBM memang dikenal sebagai pembuat komputer besar (mainframe).
Tapi tahun ini IBM berhasrat menjual 400-500 ribu komputer mikro
di seluruh dunia, atau 21% dari total penjualan seluruh komputer
mikro dunia yang diperkirakan mencapai US$5,4 miIyar. Tahun
lalu, hanya 14 bulan sesudah IBM memperkenalkan jenis komputer
mikro, penjualannya baru mencapai 200 ribu. Agen tunggal IBM di
Jakarta jelas mempunyai tugas berat untuk ikut berperan agar
memenuhi ambisi markas besarnya di New York.
Peluang besar tampaknya tetap terbuka mengingat sejumlah agen
tunggal komputer hingga kini masih mampu meraih angka penjualan
tinggi setiap bulannya. PT Info Data Commodore, agen tunggal
komputer merk Commodore di Jakarta, misalnya, rata-rata mampu
menjual 15 unit komputer. Sedang perusahaan Computerland, yang
di Indonesia, antara lain, mengageni merk Apple, Fortune, Altos,
Corpus, Atari, dan Digital, setiap bulan menjual 20 unit.
Bahkan komputer mikro Xerox, sekalipun baru setahun hadir di
sini, sudah mencapai angka penjualan 100 buah hingga bulan lalu.
Karena beranggapan pasar masih longgar, PT Borsumij Wehry
Indonesia (BWI), tahun ini merasa mampu menjual komputer Hermes
dengan nilai Rp 2,5 milyar. "Prospek untuk bisnis ini cukup
cerah, karena pengusaha, jika tak mau ketinggalan, harus pula
menggunakan komputer untuk menunjang kegiatannya," ujar A.
Sukandar, wakil direktur pemasaran BWI.
BWI yang bertindak sebagai distributor untuk pelbagai komoditi
perdagangan, sudah hampir tiga tahun lm memanfaatkan jasa
komputer. Di kantor pusat perusahaan itu di Jalan Kartini,
Jakarta, ada seperangkat komputer Hermes berharga Rp 200 juta.
Dengan jasa alat inilah, pembukuan induk perusahaan, monitoring
perkembangan penjualan pelbagai komoditi, sampai ke soal
kalkulasi harga suatu produk, bisa ditangani.
Jika manajemen ingin mengetahui perkembangan penjualan susu Cap
Bendera yang ditanganinya, informasi pun bisa cepat diperoleh,
dan akurat. Kecepatan dan keakuratan menyediakan informasi
memang menjadi kelebihan komputer. Ribuan informasi berupa kata
dan angka, bisa disimpan di dalam sebuah diskettes (piringan
perekam data) yang jika diperlukan bisa dituangkan kembali ke
atas kertas, dengan kecepatan luar biasa, dan tanpa salah.
Karena itulah ratusan lembar kertas dan puluhan jam kerja bisa
dihemat. Meja ruang rapat direksi pun tak perlu tumpukan map.
"Dengan cepat pula kini kami bisa segera memutuskan, apakah
harga penjualan suatu barang bisa diturunkan atau tidak, dan
konsekuensi keuntungan yang akan diperoleh pun cepat diketahui,"
ujar Sukandar.
Kecepatan memberikan informasi semacam itu juga telah dilakukan
sejumlah lembaga keuangan swasta di sini. Coba Anda berdiri di
loket pelayanan nasabah di cabang Bank Niaga di Ratu Plaza,
Kebayoran. Katakan Anda saat itu ingin mengambil sejumlah uang,
yang sebelumnya pernah Anda bukukan dalam rekening kantor cabang
bank itu di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Hanya dalam tempo
beberapa menit, komputer di loket akan memberi informasi, apakah
saldo uang di rekening Anda masih memadai atau tidak guna
memenuhi permintaan itu.
Sejak Mei lalu, Bank Niaga telah menggunakan jasa komputer
Univac untuk melayani kepentingan nasabahnya. Di pusat
pengolahan data bank itu, semua catatan mengenai posisi keuangan
nasabah disimpan dalam puluhan, atau mungkin ratusan diskettes
Informasi mengenai nasabah ini diperoleh pusat pengolahan data
tadi dari komputer di lima cabang bank itu di Jakarta. Jika
diperlukan, pusat pengolahan data itu bisa memberikan informasi
cepat kepada komputer di meja pelayanan nasabah.
Dengan demikian, nasabah tak perlu lagi berdiri antre untuk
memperoleh konfirmasi. Idham, direktur utama Bank Niaga,
menyebut peningkatan pelayanan itu merupakan usaha mengejar
ketinggalannya. "Ibarat orang bepergian, bank-bank lain sudah
menggunakan mobil, masak kami pakai sepeda," katanya kepada
Julizar Kasiri dari TEMPO.
Sejauh ini orang nomor 1 di Bank Niaga itu belum bisa
mengungkapkan berapa besar keuntungan akibat pemakaian sistem
komputer berharga Rp 2 milyar tadi. Yang sudah pasti, karyawan
bagian pengolah data nasabah tak perlu lagi kerja hingga larut
malam menyiapkan laporan terakhir. "Sekarang pukul delapan malam
kantor sudah kosong," ujar Hari S. Nugroho, kepala Bagian
Pengolahan Data Elektronik Bank Niaga.
Pelayanan seperti itu sesungguhnya sudah dilakukan lebih dulu
oleh BNI 1946, sejak awal Maret silam. Bank dengan kekayaan Rp
3,4 trilyun ini, baru melayani kepentingan nasabah yang punya
rekening giro, tabungan, dan pinjaman di kantor pusatnya di
Jalan Lada, Jakarta Kota. Di sini seorang nasabah hanya menunggu
lima detik untuk memperoleh kepastian, apakah saldo dananya
masih mencukupi untuk memenuhi permintaan, misalnya, pencairan
selembar cek.
Secara bertahap, menurut Somala Wiria, direktur utama BNI 1946,
pelbagai kantor cabang bank itu juga akan dilengkapi dengan
komputer, dan diintegrasikan dengan pusat pengolahan data
elektronik kantor utama. Dengan komputerisasi itu, seorang
nasabah kelak bisa mengambil tabungannya di mana saja. Jadi jika
seseorang yang menabung di cabang bank itu di Kramat Raya,
Jakarta, "maka bisa saja suatu saat dia mengambil tabungan,
misalnya, di kantor cabang Cikini," katanya.
Tidak semua bank tentu menganggap komputer mendesak dipakai
untuk membantu meningkatkan pelayanan pada nasabah. Panin Bank
Jakarta, hanya menggunakan komputer NCR, yang dibelinya Rp 200
juta, khusus untuk melayani pembukuan di dalam kantor cabang
Jalan Sudirman saja. Komputer, menurut Fuady Mourad, direktur
bank itu, bukan satu-satunya sarana untuk menyenangkan
kepentingan nasabah." Jangan lupa, buat nasabah yang penting
adalah hasil akhirnya," katanya. "Ibarat orang makan nasi,
mereka tak akan tanya apakah Anda masak pakai komputer atau
tidak -- yang penting enak, dan mereka menyukainya."
Selain perlu persiapan matang, menurut Fuady, pemakaian komputer
secara terintegrasi antara kantor pusat dan cabang Panin Bank
juga membutuhkan kemulusan saluran telekomunikasi. Dia belum
bersedia menghubungkan pusat pengolahan data elektronik bank di
Jalan Sudirman, dengan cabang di Jalan Kopi, Kota, mengingat
pengalaman selama ini. "Saya masih ragu, apakah saluran telepon
yang dipakai itu nanti bisa rapi," katanya. Karena pertimbangan
itulah Fuady memberi ancar-ancar, "baru tahun 1986 nanti kami
bisa pakai komputer penuh."
Keraguan semacam itu tentu tak dialami Walter Wriston, direktur
utama Citicorp, AS, mengingat jaringan telekomunikasi di sana
sudah sangat maju. Induk perusahaan Citibank itu malah memakai
jasa satelit untuk menghubungkan markas besarnya di New York
dengan 2.437 kantor cabangnya di 95 negara. Dengan semboyan "The
Citi Never Sleeps" jaringan komunikasi elektronik bank terbesar
di dunia itu, dengan kekayaan US$130 milyar (1982), selama 24
jam melayani kepentingan nasabahnya.
Melalui jaringan itulah ribuan terminal komputer nasabahnya di
AS dihubungkan dengan pusat pengolahan data elektronik Citibank,
New York. Dan lewat jaringan ini pula, pusat pengolahan data
elektronik itu memberikan informasi, misalnya, mengenai harga
saham, atau obligai dari suatu perusahaan yang sudah go public
kepada nasabah. Dan nasabah bank itu bisa saja memanfaatkan
fasilitas tadi untuk berbelanja, tanpa beranjak sedikit pun dari
rumah, dengan menggunakan dananya yang tersimpan di Citibank.
Dengan beberapa kali isyarat elektronis, di Citibank perpindahan
dana jutaan, bahkan mungkin milyaran dollar bisa dilakukan hanya
dalam tempo beberapa detik.
Selain mempertimbangkan kepentingan nasabah, kata seorang
konsultan, manajemen suatu perusahaan setidaknya juga harus
memperhitungkan banyaknya volume kerja yang harus ditanganinya.
Luasnya kegiatan usaha, penyediaan sumber daya manusia, dan
akibat apa yang mungkin timbul dengan diperkenalkannya pemakaian
komputer di situ, harus pula diperhitungkan. Pada hakikatnya
memang, menurut Tigran T. Adhiwiyogo, wakil direktur utama PT
Astra Graphia, komputer tidak diperlukan jika skala kerja yang
bakal ditanganinya tidak luas. "Buat apa pakai komputer mikro
untuk pembayaran gaji kalau karyawannya hanya 50 orang,"
katanya.
Tanri Abeng, direktur utama PT Multi Bintang Indonesia, menganut
sikap dan wawasan seperti itu. Untuk menyusun penggajian 1.100
karyawannya, yang tersebar di Tangerang, Surabaya, dan Medan,
dia merasa cukup dengan hanya menyewa komputer perusahaan lain.
Hanya untuk monitoring produksi, inventarisasi, dan proses
pemasakan, pabrik bir itu menggunakan komputer. "Belum tentu
dalam satu, atau dua tahun mendatang, saya akan memakai komputer
terintegrasi di kantor ini," ujar Tanri Abeng. "Saya masih akan
menilai apakah komputer dibutuhkan, atau tidak."
Tidak semua pimpinan puncak perusahaan tentu punya wawasan baik
seperti Tigran dan Abeng. Buktinya, menurut Amirullah Rasyim,
manajer penjualan Computerland, banyak di antara calon pemakai
komputer buru-buru ingin memborong alat itu untuk menyelesaikan
menumpuknya pekerjaan. "Kalau dilayani begitu saja, komputer
kami akan laris," katanya. "Terpaksalah kami menjelaskan dulu
prosedurnya, apa persoalannya, baru sesudah itu kami layani."
Bahkan jika perlu dilakukan pula survei ke kantor calon pembeli.
Dengan cara itulah, Astra Graphia, yang mengageni komputer mikro
Xerox, berusaha mengetahui persoalan yang dihadapi calon pemakai
alat itu. Dari situ, penjual akan mengetahui komputer macam
apakah yang akan berguna secara maksimal untuk menolongnya.
"Kalau dari hasil survei perusahaan itu belum membutuhkan
komputer, kami akan mengatakan terus terang," ujar Tigran
Adhiwiyogo.
Apa yang harus dilakukan calon pemakai sebelum membeli komputer?
"Pastikanlah, apa yang Anda mau dari komputer, dan bagaimana
memperlakukannya kelak, sebelum Anda memutuskan untuk
membelinya," begitu nasihat seorang pemakai komputer kawakan.
Tapi demi selamatnya dana perusahaan, demikian nasihat sebuah
majalah manajemen, lebih baik "mengundang seorang konsultan
untuk menangani komputerisasi kantor Anda."
Konsultan berpengalaman dianggap akan banyak membantu penempatan
fungsi komputer secara tepat dalam Sistem Informasi Manajemen.
Dengan bantuan komputer yang dipakai secara maksimal itulah,
kelak sistem itu diharapkan bisa memberikan segala informasi
yang dibutuhkan pimpinan secara cepat dan akurat. Dalam upaya
otomatisasi itu, kata sebuah sumber, perlu juga diperhatikan
apakah sistem komputerisasi itu terpusat, atau terpecah-pecah.
Juga apakah sistem akan digunakan hanya untuk menolah dalam
penyusunan laporan, atau akan dipakai membantu menyelesaikan
masalah.
Dengan bantuan konsultan ini, calon pemakai diharapkan bisa pula
menyusun suatu kontrak, yang melindungi kepentingannya sendiri,
dengan pihak penjual komputer. "Kontrak yang disusun pensuplai
komputer mungkin tidak melindungi kepentingan nasabah secara
menyeluruh," ujar konsultan SGV Oetomo dalam brosurnya.
"Biasanya nasabah berada di pihak yang lebih lemah dan
dirugikan, terutama bila itu merupakan kontrak pembelian
komputer yang pertama kali."
Kalau toh tak ingin pakai konsultan, apa yang harus dilakukan
calon pemakai? Tiga tahun lalu, dalam penerbitan Juli 1980,
majalah manajemen Inc. memberi sejumlah nasihat untuk calon
pembeli. Menurut media cetak itu, ada empat hal harus
diperhatikan dalam membeli sistem komputer: Piranti keras
(hardware), dukungan data dan keamanan, pelayanan purna jual,
dan biaya pemasangannya. Untuk piranti keras, misalnya, yang
harus diperhitungkan adalah berapa kapasitas penyimpanan
diskettes, apakah nyala angka dan huruf di layar terminal tidak
cepat melelahkan mata, dan apakah piranti keras itu mudah
diperluas?
Calon pemakai juga dinasihati untuk memperhitungkan berapa biaya
pemasangan dan perawatan sistem komputer itu. Besarnya biaya
pemasangan ini bagi PT Toyota Astra Motor, agen tunggal mobil
Toyota, merupakan faktor paling menentukan dalam memutuskan
pemasangan komputer. "Komputerisasi baru layak, kalau biayanya
tidak lebih tiga persen dari keuntungan bersih perusahaan," ujar
Handi A.A., Asisten Manajer Sistem Kantor TAM. Baru tiga tahun
lalu sesudah melewati jangka penyewaan, agen itu membeli
komputer IBM US$65 ribu untuk menangani pengadaan dan
pengeluaran suku cadang pelbagai tipe mobil Toyota.
Yang harus diingat pula, kata majalah inc. lebih lanjut,
komputer tidak bisa diajak memecahkan evaluasi persoalan yang
bersifat subyektif, dan tidak bisa diajak turut menyelesaikan
masalah jadwal produksi perusahaan. Alat pintar itu juga tidak
selalu benar. "Konsep bahwa komputer itu jauh dari kekeliruan
sesungguhnya merupakan kesalahpahaman," kata seorang ahli hukum.
"Sistem akan dan dapat melakukan kesalahan, jika terjadi
kesalahan pada sirkuit komputer," katanya.
Karena harus selalu diperintah, menurut Uday Ahmad, Manajer
Akuntansi PT Adhiguna Shipyard, Jakarta, komputer hakikatnya
adalah makhluk "paling bodoh" di dunia. Dia juga menganggap
hasil teknologi mutakhir itu hanya "merupakan alat bantu dalam
pekerjaan." Karena itu, tulis Inc., komputer juga tidak bisa
diajak menghapuskan sama sekali kesalahan prosedur manual,
misalnya, seperti dalam pencatatan pembukuan.
Bagi para pemakai di sini, sejumlah kekurangan komputer semacam
itu bukan merupakan soal penting yang menghalangi penggunaannya.
Pelbagai instansi pemerintah memang kelihatan paling gemar untuk
segera meminta jasa mesin pintar itu, dengan membelinya kontan,
untuk menyusun daftar gaji, menghitung jumlah kerbau, dan
membuat rekening tagihan. Tapi karena aplikasi terbatas, dan
beban puncak pemakaian hanya tercapai beberapa hari, akibatnya
komputer banyak menganggur (idle).
Ambil contoh komputer besar ICL milik Pemerintah Daerah Jawa
Timur, yang dibeli Rp 600 juta, pertengahan tahun lalu. Mesin
itu ditugasi mengumpulkan data pegawai negeri sipil, dan
menyusun pajak pendapatan daerah Jawa Timur. Ternyata hanya
disuruh bekerja sembilan jam. Bahkan pihak pemerintah daerah di
sana kini baru akan mencari masalah lain, "yang memerlukan
bantuan komputer." Dalam keadaan seperti itu, pihak pemerintah
daerah, seperti dikatakan R. Abd. Aziz, kepala biro tata
laksananya, masih merasa perlu untuk "menambah jumlah
peralatannya."
Nasib komputer mini NCR milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Jawa Barat, yang dibeli kredit selama dua tahun dengan harga Rp
86 juta, pada pertengahan 1980, juga mengalami nasib serupa.
Mesin pintar yang hanya ditugasi mencatat kubikasi pemakaian air
dan membuat rekening tagihan bagi 40 ribu pelanggan PDAM itu,
ternyata hanya disuruh bekerja delapan jam. Baru tahun depan
komputer itu mendapat tugas tambahan mengumpulkan data, dan
membuat KTP warga Bandung.
Tapi Eddy Kurniady, direktur PDAM Ja-Bar, tetap merasa bangga
komputer itu banyak berjasa dalam membantu tugasnya. Berkat
komputer, katanya, rekening tagihan sudah bisa cepat disampaikan
ke alamat pelanggan, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.
Sejumlah 20 petugas pengetik di bagian langganan, kini tidak
lagi "sampai lembur malam" untuk menyelesaikan tagihan rekening.
Singkat kata, selain bisa menekan biaya lembur, komputer juga
berjasa mencegah kebocoran uang PDAM akibat laporan palsu
petugasnya.
Karena peranan komputer itulah, maka PDAM Ja-Bar bisa
meningkatkan pendapatannya. Jika pada 1979 pendapatannya hanya
Rp 500 juta, maka pada 1980, 1981, dan 1982 naik tajam dengan Rp
1,5 milyar, Rp 2,4 milyar, dan Rp 3,7 milyar. Berkat jasa
pemakaian komputer ini pula, pemutusan saluran karena pelanggan
dicurangi petugas, kini semakin berkurang. Dalam tiga tahun
terakhir ini, sesudah pencatatan dilakukan dengan benar oleh
komputer, hanya terjadi pemutusan 50 saluran. Padahal sebelumnya
rata-rata terjadi 200-300 pemutusan saluran air minum setiap
tahunnya.
Keuntungan rupiah sebesar yang diterima PDAM Ja-Bar itu tak akan
diperoleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Jawa Tengah,
yang sudah memakai komputer sejak 1979, sekalipun sedikitnya
sudah 15 macam aplikasi ditanganinya. Selama 16 jam penuh,
komputer itu, antara lain, menangani masalah kependudukan,
monitoring proyek, Ipeda, agraria sampai pariwisata. Segera
sesudah mesin mutakhir itu dipakai, penyusunan gaji 220 ribu
pegawai sipil provinsi itu bisa diselesalkan dalam tiga hari
saja, sebelumnya sampai tiga minggu.
Komputer milik Bappeda Jawa Tengah itu, hebatnya lagi, juga
digunakan untuk aplikasi penghitungan konstruksi bangunan. Untuk
penghitungan konstruksi, dan keperluan bahan bangunan berlantai
empat, komputer ini bisa menyelesaikannya dalam dua minggu, yang
jika dikerjakan manual konon makan waktu lebih sebulan.
Kendati aplikasinya tidak ramai, komputer IBM milik Bank
Indonesia ternyata sudah bekerja selama 22 jam penuh. Dua jenis
komputer IBM digunakan otoritas moneter ini untuk menghimpun
data lalu lintas dana dari 1.200 lembaga keuangan di seluruh
Indonesia.
Ruang lingkup dan besarnya beban kerja, yang ditanggung BI,
memang memaksa otoritas moneter itu menuju ke arah otomatisasi
secara menyeluruh. Tapi bagi perusahaan swasta semacam Toyota
Astra Motor, otomatisasi dengan komputer, dianggap belum
waktunya secara menyeluruh dilakukan, mengingat di beberapa
bagian, pekerjaan masih bisa ditangani secara manual. Hanya
bagian pengadaan suku cadang, bagian komponen terurai, dan
bagian data produksi serta penjualan saja, yang sudah
memanfaatkannya.
Sikap agak hati-hati memasukkan teknologi komputer ke dalam
manajemen itu juga dianut oleh direksi PT Sarihusada, Yogya.
Manajemen pabrik penghasil susu SGM itu, baru memasukkan
komputer mikro Apple II (Rp 20 juta) untuk kepentingan bagian
keuangan saja. Jenis pekerjaan yang ditanganinya, antara lain,
membuat bukti faktur, bukti kas, laporan realisasi anggaran, dan
neraca keuangan. "Komputer memang dibutuhkan, tapi belum
merupakan keharusan," ujar Roesdi, Kepala Bagian Akuntansi
Sarihusada.
Rusdi tampaknya ingin mengingatkan, pemakaian komputer dalam
otomatisasi kantor secara menyeluruh akan membawa banyak
implikasi. Pengaruh baik, kontrol organisasi dan distribusi
wewenang akan terpusat, atau malah terbagi-bagi. Pengambilan
keputusan, yang kelak dilakukan para manajer pun, tidak lagi
dilakukan kasus per kasus, tapi secara umum berdasar satu
aturan. Kepuasan menangani pekerjaan, yang bersifat pelayanan
juga akan meningkat, tapi akibatnya para karyawan kelak akan
merasa tidak aman -- karena menganggap komputer akan menyaingi
peranannya.
Perasaan semacam itu, menurut beberapa pengamat manajemen,
justru akan muncul dengan kuat pada tingkat manajemen menengah,
dan tingkat paling bawah. Maklum pekerjaan mereka, yang umumnya
hanya bersifat pelayanan, secara berangsur akan diambil alih
komputer. Jika pimpinan tertinggi ingin mengetahui perputaran
uang, dia tinggal memencet sebuah tombol maka layar di terminal
akan memperagakan data yang dimintanya -- tanpa repot memanggil
manajernya. Diperkirakan kehadiran komputer secara lebih jauh
akan meningkatkan jumlah para manajer dengan spesialisasi
khusus. "Hanya para manajer, yang masih punya motivasi baik
sajalah, yang kelak tak tergusur dengan komputerisasi itu," kata
Direktur Utama Tanri Abeng.
Ada benarnya. Cepat atau lambat, 'mesin otak' yang mampu
memperingan beban manajemen itu akan dibutuhkan setiap
perusahaan yang mulai berkembang. Setidaknya, komputer akan
tampil sebagai simbol usaha yang modern.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini