Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Koran Yang Suka Pindah

Kemampuan koran daerah tergantung prasarana seperti percetakan. Ongkos cetak di daerah tinggi, sehingga sukar bertahan. Ongkos cetak naik, maka ada koran daerah dicetak di Jakarta, Surabaya, Medan. (md)

23 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI satu pihak, ada gagasan -- yang disokong pemerintah -- menggalakkan "koran masuk desa" yang, tentu saja, juga berarti supaya jangan menumpuk di Jakarta saja. Buat Jakarta, 17 suratkabar harian sudah cukup banyak. Di lain pihak, masih ada saja seperti Yayasan Dwi Guna berusaha menerbitkan koran di Jakarta. Dan lahirlah harian Lensa Generasi mulai 6 Juni, hari lahir Bung Karno. Departemen Penerangan sudah tidak lagi mengeluarkan Surat Izin Terbit (SIT) baru. Sejak Kongres PWI 1978 di Padang, ada pendapat umum bahwa SIT, kalaupun dikeluarkan, hendaknya untuk daerah yang belum punya koran. Ternyata koran baru itu menggunakan SIT Lensa dari Lampung Rupanya dengan gaya baru, ia bisa pindah dari Lampung ke Jakarta. Dari penyajian beritanya, ia pun bukan koran daerah lagi, tapi mengarah ke koran nasional. Sering Ngutang Gejala ini merupakan tantangan bagi pemerintah dan Serikat Perusahaan Suratkabar (SPS) yang pekan ini memasuki periode baru sesudah Kongres ke-16. "Untuk survive (bisa bertahan) di Jakarta," komentar Zulharman Said, Sekjen SPS yang baru, "kan juga tidak mudah .... " Bahwa koran daerah sukar bertahan, itu sudah terbukti. Djamal Ali, bekas ketua SPS, mengatakan kemampuan koran daerah tergantung juga pada prasarana seperti percetakan. Di daerah, percetakan umumnya memang masih lemah, sedang biaya cetaknya cukup tinggi bagi penerbitan setempat. Pernah 3 koran Palembang dicetak di Jakarta. Ketiganya malah bertambah ambruk. Ytu Radar Selatan dan Berita Express, meski namanya harian, mampu terbit sebulan sekali. Api Pancasila yang juga dicetak di Ibukota malah padam alias tidak lagi terbit. Kemudian Letkol M. Ali, Ketua PWI Cabang Palembang, berteriak: "Kerjasama dengan setan pun jadilah asal kami bisa punya satu percetakan offset." Bukan hanya Palembang, tempat lain seperti Aceh, Lampung, Manado, Palu, Ambon, Irian Jaya juga belum beroffset. Setelah Manado April lalu meresmikan sebuah Wisma SPS, 7 koran setempat mogok terbit gara-gara ongkos cetak di Percetakan Negara naik 100%. Ongkos cetak bagi koran bisa turun, demikian Jacobus Makawangkel, Kepala Percetakan Negara Manado, kalau semua barang cetakan Pemda dicetak di tempat. "Boleh saja, asal jangan sampai kita dijadikan tukang cari order cetak," tukas Anwar Asrar, Sekretaris SPS Manado yang juga memimpin koran Warta Utara. Setelah Laksusda pun turun tangan, Makawangkel hanya menaikkan ongkos cetak sebesar 25% saja. Percetakan Negara di Aceh juga menaikkan ongkos cetak, meskipun mesinnya bikinan 1936. "Ongkos cetak yang lama sudah tidak sesuai," kata T. Bardan, Kepala Percetakan Negara Banda Aceh. Susahnya, koran-koran itu sering "ngutang sampai 10 kali penerbitan," tambah Bardan. Akhirnya Aceh Post mencetak di Medan. Gara-gara kenaikan ongkos cetak itu, Media Masyarakat di Banjarmasin yang sudah berusia 14 tahun terpaksa istirahat. Koran itu berhutang Rp 1 juta kepada Alma Mater Press. Juga Generasi Muda gulung tikar. Dan S.A. Abdis, Penanggungjawabnya, kemudian menjadi Manajer La Disco, Bar & Dancing Hall. Tidak semua koran di Banjarmasin menderita. Ada 5 koran lagi yang jalan terus, yaitu Banjarmasin Post, Pembabaru, Mingguan Dinamika, Indonesia Merdeka dan Utama. Mereka punya percetakan sendiri, malah 3 di antaranya offset. Hampir sama situasinya dengan Banjarmasin adalah Padang dan Ujung Pandang. Harian Haluan di Padang kuat bertahan dengan percetakan sendiri, sementara Singgalang dan Semangat yang dicetak oleh Percetakan Daerah Unit II belum sepenuhnya mampu menutup ongkos cetak. Di Ujung Pandang, hanya Pedoman Rakyat yang sudah punya percetakan sendiri. Penerbitan di Ujung Pandang lainnya seperti harian Tegas dan mingguan Gema mengalami kesulitan ongkos cetak. Dari Palu (Sul-Teng), Suluh Nasional mencetak di Surabaya supaya lebih murah. Hampir semua Pemerintah Daerah menyisihkan sekian prosen APBD-nya untuk pengembangan pers daerah. Jumlahnya tidak sama. Umpamanya Kalimantan Selatan Rp 30 juta, Sumatera Selatan Rp 15 juta. Tapi tidak semuanya dana tadi untuk kegiatan produktif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus