Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Bukan Baru Dari Mbang

Desa Mbang, proyek pemukiman kembali bagi penduduk desa Blang Lancang, Arun yang tergusur oleh pendirian pabrik gas LNG. Penduduk segan menempatinya karena jalan, irigasi & dana bantuan tak diperhatikan.(ds)

23 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBANYAK 75 rumah beratap seng, dinding papan dan lantai tanah, berbanjar teratur. Di bagian lain 90 rumah berbentuk dan ukuran sama dibangun pula. Itulah seluruh isi Desa Mbang, proyek pemukiman kembali penduduk Desa Blang Lancang, Kecamatan Arun di Kabupaten Aceh Utara yang tergusur pendirian pabrik gas alam cair (LNG) beberapa tahun lalu. Sedemikian jauh masih tampak lengang dan mubazir. Dari 75 rumah yang sudah ada sejak 1975 lalu itu 50 di antaranya tanpa penghuni. Mbang terletak di selangkang bukit-bukit di pedalaman kabupaten yang kaya akan gas. Dari satu simpangan di jalan raya Lhok Seumawe-Medan desa itu berjarak 24 Km menembus kesunyian hutan. Di musim hujan jalan menuju desa itu "biasanya dicutikan," kata Tengku Nurdin (48) salah seorang penduduknya. Seolah-olah putuslah hubungan antara-desa itu dengan daerah lain. Maklum jalan licin dan berlumpur. Adalah masalah jalan itu pula yang selama ini menjadi salah satu penyebab sebagian besar dari 700 kepala keluarga korban gusuran pabrik LNG enggan hijrah ke sana. Walaupun proyek pemukiman kembali itu dapat mereka tempati tanpa bayar dan tanah pertanian yang subur di Mbang hanya tinggal menggarapnya saja. Manyak (36) bekas penduduk Blang Lancang, kini lebih suka menetap di Lhok Seumawe dan hidup sebagai penjual air keliling, meninggalkan rumah dan satu setengah hektar tanah pertanian pembagiannya di Mbang. "Bagaimana kami bisa betah di sana kalau hubungan tidak ada," katanya. "Daripada makan tanah di Mbang kan lebih baik minum air di sini." Susah payah Abidah, janda dengan 4 orang anak, masih mencoba untuk betah tinggal di Mbang. Pekerjaannya dulu mengumpulkan garam, kini berubah menjadi petani palawija. Memang berat, untuk menjual hasil pertaniannya ia harus berjalan kaki setengah hari mencapai Pintu Karo sebagai pasar terdekar. Setahun lalu sebenarnya ada truk yang disediakan kabupaten untuk menjalani rute itu. Tapi, seperti dikatakan seorang staf kantor Bupati, "sejak beberapa waktu kendaraan itu hancur dimakan jalan." Pertengahan Mei lalu Gubernur Aceh, Majid Ibrahim, datang melongok Mbang. Maksudnya tentu saja untuk mengetahui perkembangan proyek ressetlement (pemukiman kembali penduduk) itu. Iringan mobil rombongan Majid membuktikan sendiri: tertatih-tatih di antara lumpur, benjolan dan lubang jalanan. Gubernur dapat merasakan, kendati pembuatannya oleh Pertamina dan perusahaan Mobil Oil -- yang bertanggung jawab urusan korban Proyek LNG -- keadaan pemukiman memang parah. "Biaya pembuatan jalan yang dikehendaki penduduk kini sedang kita pikirkan," janji Mariman Djarimin, Kepala Direktorat Pembangunan Desa Pemda Propinsi Aceh. Namun itu tak menjamin pemukiman kembali penduduk di Blang Lancang akan lancar. Penduauk punya banyak persoalan. Tidak Diperhatikan Makmun Azis, misalnya, yang sehari-hari hidup sebagai nelayan, enggan pindah menjadi petani di Mbang. "Kami telah puluhan tahun jadi nelayan, untuk berubah menjadi petani sulit," katanya. Makmun tetap memilih sebagai nelayan di daerah Batu Phat. Hasan Basri, kini bekerja sebagai buruh di pelabuhan Lhok Seumawe, lain lagi ceritanya. Selama dua tahun dia bersama isteri dan 6 orang anaknya pernah mencoba menetap di Mbang. Sambil menggerutu belakangan meninggalkan desa barunya itu karena pemerintah tidak memperhatikan nasibnya, katanya, "Dulu dijanjikan akan dibikinkan jalan bagus, lantas dibuatkan irigasi dan akan juga diberi bantuan. Mana buktinya?" tuntut Hasan Basri. Mbang, mula-mula hanya dengan 75 rumah, diresmikan Oktober 1976. Penduduk yang segera menempatinya ketika itu hanya 13 kepala keluarga. Menurut seorang staf Mobil Oil "memang satu permulaan yang mengecewakan." Menjelang pembangunan 90 rumah baru sekarang ini formulir bagi penduduk sudah diedarkan. Tapi sampai pembangunan hampir siap baru 20 keluarga saja yang berminat. Belajar dari Mbang, Pemda Aceh boleh lebih siap mengurus 450 kepala keluarga penduduk 5 buah desa calon korban gusuran pabrik pupuk Asean di Kreuenggeukeuh nanti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus