Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa mengatakan sektor energi dan sumber daya mineral, konstruksi, atau pengadaan air dan pengolahan sampah memperoleh skor terendah dalam Indeks Persaingan Usaha (IPU). Fenomena ini tercatat dalam hasil IPU yang dirilis Center for Economic Development Studies (CESD) Universitas Padjadjaran pada 7 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Untuk itu KPPU akan terus meningkatkan monitoring, pemberian advokasi, dan jika diperlukan penegakan hukum atas sektor-sektor yang konsisten nilai IPUnya rendah, serta advokasi dan sosialisasi pada provinsi dengan nilai IPU rendah,” kata Asa dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat, 10 Desember 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil Survei Indeks Persaingan Usaha CEDS mengungkapkan bahwa nilai Indeks Persaingan Usaha (IPU) mengalami kenaikan sebesar 0,04 menjadi 4,95 poin pada 2024. Artinya tingkat persaingan usaha di Indonesia masih di kategori menuju tinggi dan hanya meningkat tipis dibandingkan tahun lalu, yakni dari angka 4,91 poin pada 2023.
Sementara itu, sektor penyediaan akomodasi, makanan, minuman, perdagangan besar atau eceran, dan jasa keuangan serta asuransi ditemukan sebagai sektor dengan nilai IPU tertinggi. Indeks di beberapa sektor seperti energi, pertambangan, air dan pengelolaan sampah, serta konstruksi tidak berubah sebagai sektor dengan tingkat persaingan terendah.
Provinsi DK Jakarta disimpulkan memiliki IPU tertinggi, sementara dua provinsi terujung Indonesia, Aceh dan Papua Barat tercatat sebagai provinsi dengan IPU terendah. Berdasarkan hasil tersebut, CEDS merekomendasikan KPPU untuk konsisten mengkaji dan intervensi melalui saran dan pertimbangan kepada pemerintah di sektor-sektor yang memiliki IPU rendah.
“Ini telah sejalan dengan prioritas KPPU sejak awal tahun lalu, dan kembali akan menjadi fokus kami di tahun ini. Jika perlu, kami juga akan masuk ke sektor pengolahan sampah atau limbah,” kata Asa.
Selain itu, KPPU juga mencatat bahwa tekanan atas IPU 2024 berasal dimensi kinerja dan penawaran. Penyebabnya dapat berupa meningkatnya hambatan keluar masuk maupun potensi kartel dan persekongkolan.
“Artinya, perilaku pelaku usaha atau kebijakan pemerintah yang terlalu mengintervensi pasar perlu menjadi perhatian KPPU,” kata Asa.
Di lain sisi, KPPU juga melihat bahwa indikator riset dan pengembangan dan produktivitas di 2024 mengalami penurunan dibandingkan pada 2023. Menurut Asa, fenomena ini perlu diwaspadai karena menunjukkan bahwa tingkat inovasi Indonesia lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
“Inovasi yang rendah dapat menjadi penghambat bagi pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen serta tercapainya Indonesia Emas 2045,” kata dia.
Sebelumnya, Ketua Tim Survei CEDS Maman Setiawan juga telah meneliti dan menyimpulkan bahwa dibutuhkan tingkat persaingan usaha atau nilai IPU 6,33 poin untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen. KPPU menilai bahwa dibutuhkan lompatan tingkat persaingan usaha dibandingkan kondisi saat ini.
Karena itu, Asa mengatakan indeks persaingan usaha masih perlu 1,38 poin atau sekitar 28 persen untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.
“Untuk itu, Pemerintah wajib memandang penting persaingan usaha dan peran KPPU untuk mencapai target pertumbuhan tersebut,” kata dia.
Pilihan Editor: Inflasi 2024 Terendah Sepanjang Sejarah. Apa Artinya?