Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koperasi Simpan Pinjam atau KSP Indosurya yang tengah mengalami gagal bayar disoroti oleh para pelaku koperasi lainnya. Anggota Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) Stephanus Toga Siagian tak habis pikir pengelola KSP Indosurya sejak awal bisa tak rasional dalam mengkaji produk sebelum menawarkan ke anggotanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengelola koperasi, kata Stephanus, seharusnya punya ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai sikap sehingga bisa menghasilkan produk dan layanan yang bermanfaat dan rasional. Rasional yang dimaksud di sini adalah masuk akal juga bagi para anggota koperasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dengan suku bunga yang dijanjikan sangat fantastis, saya juga bingung gimana muternya (mengelola dana investasi). Ternak tuyul? Atau jaga lilin?" ujar Stephanus dalam acara Editorial Meeting Forkopi di Jakarta, 27 Februari 2023.
Ia menekankan janji-janji para pengelola koperasi haruslah rasional dan jelas ke mana dana investasi dari para anggota dikelola. KSP Indosurya diketahui menjanjikan bunga keuntungan mencapai 8 hingga 11 persen per tahun atau jauh melampaui bunga pasar yang tak lebih dari 4 persen.
Dengan iming-iming itu, Stephanus juga mempertanyakan apakah benar Indosurya adalah KSP. "Dari sisi bisnis, apakah mereka sungguh-sungguh KSP? Nah, ini yang perlu disikapi," ujarnya.
Adapun KSP yang disebut di Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau dikenal UU PPSK dibagi menjadi open loop dan close loop.
Selanjutnya: "Sesungguhnya koperasi itu close loop..."
"Sesungguhnya koperasi itu close loop karena kami hanya melayani anggota. Delapan koperasi yang menurut pemerintah merugikan rakyat itu, saya pikir bisnisnya harus dilihat lagi," ujar General Manager Induk Koperasi Kredit (Inkopdit) atau Credit Union tersebut.
Selain KSP Indosurya, koperasi lain yang mengalami gagal bayar adalah KSP Sejahtera Bersama, KSP Pracico Inti Sejahtera, KSPPS Pracico Inti Utama, KSP Intidana, Koperasi Jasa Wahana Berkah Sentosa, KSP Lima Garuda, dan KSP Timur Pratama Indonesia.
Lebih jauh, Stephanus lalu membagikan pengalaman pribadinya. Sebelum ramai soal kasus KSP Indosurya, ia mengaku hanya tahu Indosurya sebagai money changer atau penyedia layanan jual beli mata uang.
"Saya kaget. Sedangkan dari sisi ilmu investasi saja, investasi currency (mata uang) itu tingkat risikonya paling tinggi," ucap Stephanus.
Kalaupun dana diputar oleh KSP Indosurya, menurut dia, seharusnya dikembalikan lagi pada fungsi intermediasi keuangan koperasi yang intinya penyaluran dana simpanan anggota, dari yang berlebih dana ke yang kekurangan dana. "Hal-hal itu juga tetap harus berputar di dalam anggota."
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.