Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DAFTAR Forbes 2000 tahun 2023 yang dirilis majalah ekonomi Forbes pada Sabtu, 10 Juni lalu, membikin bungah Irfan Setiaputra, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Sebabnya, Garuda menempati peringkat 1.572 dalam daftar 2.000 perusahaan publik dunia dengan kinerja menjanjikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Garuda masuk daftar Forbes 2000 bersama 42 maskapai penerbangan lain serta perusahaan kedirgantaraan dan pertahanan dunia. Dari Indonesia, ada tujuh perusahaan lain yang masuk Forbes 2000. "Alhamdulillah, Forbes hitungnya 2.000, bukan 1.500. Walaupun dari delapan perusahaan Indonesia kami paling buncit," Irfan berseloroh dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Industri Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 13 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemeringkatan ini, menurut Irfan, dilakukan dengan empat ukuran, yaitu penjualan, laba, aset, dan nilai pasar. Data tersebut mengacu pada laporan keuangan perusahaan dalam 12 bulan terakhir, yang dipublikasikan pada 5 Mei lalu. Menurut Forbes, Garuda mencatatkan laba US$ 3,67 miliar atau sekitar Rp 54,8 triliun. Adapun total asetnya mencapai US$ 6,24 miliar (Rp 93,3 triliun) dengan nilai pasar US$ 393 juta (Rp 5,87 triliun).
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk meraih persetujuan atas proposal perdamaian pada agenda voting pada rangkaian dari proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bersama kreditur termasuk perwakilan lessor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 17 Juni 2022. Antara/HO-Garuda Indonesia
Irfan mengklaim capaian itu sebagai pengakuan terhadap Garuda yang sedang berbenah setelah menyelesaikan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) tahun lalu. Ketika gugatan PKPU diajukan pada akhir 2021, utang Garuda mencapai US$ 10,1 miliar atau Rp 138 triliun. Nilai utang kepada lessor atau perusahaan yang membiayai pembelian atau penyewaan pesawat Garuda mencapai US$ 6,019 miliar.
Pada 27 Juni 2022, Garuda mencapai kesepakatan perdamaian atau homologasi dengan para kreditor. Hasil homologasi mewajibkan Garuda membayar utang kepada 254 kreditor dengan tagihan tertinggi Rp 255 juta secara tunai. Selepas restrukturisasi utang, Garuda bisa mencetak pendapatan US$ 2,85 miliar atau Rp 42,6 triliun. Garuda juga mengumpulkan sinking fund alias penyisihan pendapatan untuk melunasi utang atau modal jangka panjang US$ 61 juta (Rp 912,2 miliar) sampai akhir triwulan I 2023. “Ini bentuk komitmen Garuda memenuhi janji homologasi PKPU,” kata Irfan.
•••
DALAM paparan publik pada Selasa, 30 Mei lalu, Garuda mengumumkan perolehan laba bersih US$ 3,8 miliar atau Rp 56,87 triliun sepanjang 2022. Manajemen Garuda mengklaim laba ini sebagai yang terbesar sepanjang sejarah. Ini berkebalikan dengan kondisi 2021, saat Garuda merugi US$ 4,16 miliar atau Rp 62,3 triliun. Tapi pengamat ekonomi Yanuar Rizky menilai capaian Garuda ini semu karena tidak berbasis kinerja. "Ini hanya memulihkan kondisi sebelumnya. Penyumbang pendapatan terbesar berasal dari penjadwalan ulang pembayaran vendor dan lessor, ada juga utang yang ditukar saham,” tuturnya pada Rabu, 14 Juni lalu.
Yanuar kemudian menyinggung penyelidikan korupsi di tubuh Garuda oleh Kejaksaan Agung, antara lain berupa penggelembungan dana dari penyewaan pesawat kepada lessor. Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan memperkirakan kerugian negara Rp 8,8 triliun dari pengadaan pesawat sejak 2011 hingga 2021 itu. Pemerintah kemudian bernegosiasi dengan para lessor untuk menekan beban ini, terutama pada pengadaan yang diduga menyalahi aturan. Hasilnya, ada penurunan beban hingga 65 persen.
Karena itu, Yanuar menyebutkan salah satu unsur penyumbang "keuntungan" Garuda dalam laporan keuangan 2022 adalah penyewaan pesawat yang dicantumkan dalam klaim penyelesaian sebesar US$ 4,085 juta. Pos ini, menurut dia, membuktikan bahwa laba yang dicatatkan Garuda adalah keuntungan di atas kertas. “Bukan laba on cash,” ujar mantan komisaris PT Pupuk Indonesia (Persero) ini.
Ekonom Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, mengatakan tindakan manajemen Garuda yang memamerkan hal tersebut sebagai sebuah keberhasilan sama saja dengan menzalimi para lessor dan kreditor yang semestinya mendapatkan haknya meski ada penundaan lewat PKPU. Dia menilai hal ini sebagai rekayasa keuangan atau financial engineering yang diperbolehkan sebagian. "Publik akan menilai manajemen Garuda berhasil. Tapi, bagi lessor dan kreditor, ini pertanda bahwa Garuda belum punya komitmen melunasi utang yang seharusnya bisa dibayar," katanya pada Kamis, 15 Juni lalu.
Dalam catatan atas laporan keuangan konsolidasi 31 Desember 2022 dan 2021, putusan homologasi mengakibatkan Garuda bisa mengakui keuntungan atas restrukturisasi utang sebesar US$ 2,85 miliar. Angka ini disajikan sebagai keuntungan atas restrukturisasi utang. Dari jumlah tersebut, pendapatan dari restrukturisasi utang maintenance, repair, dan operation serta manufaktur mencapai US$ 162 juta.
Pada 28 Desember 2022, Garuda juga mengkonversi utang hasil homologasi menjadi ekuitas baru dan surat utang baru senilai US$ 961 juta. Garuda juga mencairkan obligasi wajib konversi menjadi ekuitas baru senilai US$ 64 juta. Meski begitu, Garuda masih mencatatkan ekuitas negatif hingga kuartal I 2023 sebesar US$ 1,60 miliar atau Rp 23,94 triliun.
Bursa Efek Indonesia pun menempatkan Garuda dalam daftar Papan Pemantauan Khusus dengan notasi "E" sebagai tanda emiten dengan ekuitas negatif. Garuda pernah menempati papan klasemen emiten yang harus diwaspadai ini pada 2021 karena dua sebab, yaitu laporan keuangan terakhir mendapat opini disclaimer dan perusahaan tengah menjalani skema PKPU serta terancam pailit. Tempo meminta tanggapan Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengenai hal ini, tapi belum mendapatkan jawaban.
Di hadapan DPR pada Selasa, 13 Juni lalu, Irfan mengklaim manajemen Garuda sudah melakukan banyak transformasi setelah PKPU usai. Di antaranya efisiensi armada dan karyawan. “Manajemen Garuda punya keyakinan, bila menjalankan perusahaan dengan disiplin ketat, semestinya kejadian di masa lalu bisa terhindarkan,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jejak Laba Semu Garuda"