Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sinyal Pasar

Tantangan Ekonomi Indonesia di Paruh Kedua

Tantangan yang menghadang ekonomi Indonesia pada semester II 2023 bakal lebih berat. Surplus perdagangan merosot.

18 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Imam Yunianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ekonomi Indonesia menghadapi dua tantangan.

  • Bank sentral agresif menaikkan suku bunga.

  • Harga berbagai komoditas ekspor Indonesia makin melorot.

TANDA-TANDA itu makin jelas. Tantangan yang menghadang ekonomi Indonesia pada paruh kedua tahun ini bakal lebih berat. Ada dua hal yang mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Yang pertama adalah cekikan inflasi, yang memaksa para pemimpin bank sentral menaikkan suku bunga secara agresif. Yang kedua adalah pemulihan ekonomi Cina yang tak sekuat dugaan banyak analis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semula pasar optimistis bahwa titik puncak inflasi sudah tercapai pada pertengahan tahun ini. Karena itu, muncul harapan suku bunga tak akan naik lagi, bahkan bisa mulai turun pada kuartal terakhir 2023. Ekspektasi itu sepertinya terwujud pada pekan lalu ketika The Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat, tidak menaikkan suku bunga acuannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ternyata kebijakan The Fed itu bukanlah titik perhentian kenaikan bunga, yang sudah berlangsung tanpa henti sejak Maret 2022. Ini ternyata hanya jeda sejenak. Saat merilis kebijakan itu, Ketua The Fed Jerome Powell malah melempar isyarat pahit: bunga The Fed masih akan naik lagi tahun ini karena inflasi di Amerika Serikat belum teratasi. Inflasi masih dua kali lipat di atas target The Fed sebesar 2 persen. Bahkan besar kemungkinan The Fed harus menaikkan lagi bunga acuan Fed Fund Rate pada sidang berikutnya, Juli mendatang.

Bukan cuma Amerika Serikat yang sulit mengatasi inflasi dan terpaksa menaikkan bunga. Uni Eropa, Inggris, Kanada, hingga Selandia Baru menghadapi masalah serupa. Analis memprediksi bank sentral Inggris akan menaikkan bunga dari 4,5 persen menjadi 4,75 persen pekan ini. Kenaikan ini terjadi 13 kali berturut-turut sejak akhir 2021. Sedangkan Bank Sentral Eropa (ECB) pekan lalu mengerek bunga hingga mencapai 3,5 persen, rekor tertinggi sejak 2001.

Meskipun suku bunga sudah melambung sedemikian tinggi, Presiden ECB Christine Lagard juga menyampaikan kemungkinan besar bunga acuan itu harus kembali naik bulan depan. Bunga yang terus naik di semua penjuru bumi akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan konsekuensi yang sangat serius. Tujuan para pemimpin bank sentral di seluruh dunia melawan inflasi dengan pelan-pelan memperlambat ekonomi tak akan bisa tercapai. Alih-alih hanya memperlambat, kenaikan bunga yang terus berlanjut bisa jadi menjerumuskan ekonomi dunia ke jurang resesi. Risiko itu kini menjadi makin nyata.

Ketika ekonomi global akan kembali terseok-seok, pasar berpaling ke Cina. Banyak prediksi menyebutkan pemulihan ekonomi Cina yang sudah lepas dari pandemi Covid-19 dapat mencegah kejatuhan ekonomi dunia ke jurang resesi. Namun berbagai data terakhir malah memberi gambaran yang pesimistis. Pertumbuhan ekonomi Cina sepertinya tak akan cukup kencang untuk menjadi motor penggerak ekonomi global. Salah satu penyebabnya adalah sektor properti di sana, yang mencakup 30 persen dari seluruh output ekonomi, masih belum pulih dari krisis.

Ekspor Cina yang juga menjadi mesin penggerak utama ekonomi negeri itu belum kembali normal. Sebagai contoh, pada Mei lalu nilai ekspor Cina ke Amerika Serikat merosot 8,5 persen secara tahunan. Inflasi sudah menurunkan daya beli konsumen dan menggerus permintaan akan berbagai barang buatan Cina.

Itulah dua persoalan besar yang akan menjadi ujian bagi Indonesia pada semester II 2023. Tingginya bunga di seluruh dunia dan lemahnya pemulihan ekonomi Cina dapat mengerem pertumbuhan ekonomi Indonesia. Permintaan akan berbagai komoditas dari Indonesia akan menurun. Permintaan yang lemah, karena lesunya ekonomi global, juga akan membuat harga berbagai komoditas ekspor makin melorot.

Statistik perdagangan Mei lalu mulai mencerminkan persoalan berat itu. Neraca perdagangan Indonesia Mei 2023 memang masih surplus, melanjutkan tren positif selama 37 bulan berturut-turut. Namun, jika kita melihat nilainya, surplus perdagangan merosot sangat tajam jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, dari US$ 3,94 miliar menjadi US$ 440 juta.

Penurunan surplus perdagangan yang amat tajam menjadi peringatan dini. Jika tren ini berlanjut, ekonomi Indonesia menghadapi tantangan serius pada paruh kedua 2023.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dua Tantangan di Paruh Kedua"

Yopie Hidayat

Yopie Hidayat

Kontributor Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus