LIMBAH Pertamina rupanya tidak cuma diincar oleh Bimantara dan rekan-rekannya (Shell, C. Itoh, Mitsubishi, dan International Finance Corporation). Tapi juga sudah dibidik oleh raja kayu lapis, Prayogo Pangestu. Pekan lalu, sang raja, yang menjadi Preskom Andromeda Bank ini, telah memper- oleh izin pembangunan industri olefin -- yang memanfaatkan naftah minyak -- dengan investasi total Rp 3,4 trilyun. Menurut rencana, pabrik yang akan dibangun di kawasan industri Cilegon, Jawa Barat, ini akan memproduksi berbagai produk kimia -- seperti ethylene, propylene, butene, polyethy- lene, MTBE (campuran bensin premix), dan tiga jenis bahan kimia lainnya -- dengan kapasitas 1,5 juta ton per tahun. Untuk sementara, inilah investasi terbesar yang tercatat di BKPM tahun ini. Seorang pejabat di BKPM menambahkan "Proyek ini nantinya akan menjadi proyek petrokimia hulu terbesar di Indonesia." Tak percaya? Bandingkan saja dengan pabrik olefin yang dibangun Bimantara beserta mitranya di Cilacap, yang dibangun dengan investasi 1,5 milyar dolar (sekitar Rp 2,7 trilyun), dan berkapasitas 375 ribu ton setahun. Dari kapasitasnya saja, jelas terlihat bahwa pabrik olefin milik Prayogo itu, yang baru akan selesai dibangun pada 1994, lebih besar empat kali jika dibanding Olefin Centre, milik Bimantara cs. Tapi jangan keburu terkesima. PT Chandra Asri -- ini anak perusahaan PT Barito Pacific Timber milik Prayogo -- yang menanamkan modal di sini, toh mencari be- berapa mitra lain yang akan bersama-sama menanggung beban investasi Rp 3,4 trilyun itu. Tapi siapa? Apa Bimantara lagi, yang adalah mitranya di Andromeda Bank? Atau beberapa mitra Jepang yang tak sulit memasok dana raksasa? Ya mengapa tidak? Bukankah Barito dan Prayogo sudah identik sebagai -- yang terbesar? Yang pasti, kalau pabrik olefin ini jadi, nilai ekspor Barito Group akan berkembang menjadi 1 milyar dolar AS setahun. Maklum, 49% dari produk industri kimia ini akan diarahkan ke pasaran internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini