Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Siswa yang cepat menyerah

Pertunjukan siswo among bekso di tim yang menampilkan langendriyo menakjinggo leno dan beksa bedoyo damarwulan. (tr)

17 Maret 1979 | 00.00 WIB

Siswa yang cepat menyerah
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TERASA ada yang mengganjal dalam pertunjukan Langendriyo Menakjinggo Leno oleh Siswo Among Bekso (SAB), di Teater Arena Taman Ismail Marzuki, 28 Pebruari - 3 Maret. Ganjalan itu adalah kemampuall vokal para pendukungnya. Tetapi dewasa ini, di kalangan tari Jawa, memang tak mudah menemukan penari yang sekaligus memiliki kemampuan vokal yang sama baiknya. Pemeran Damarwulan (Dinusatomo) adalah satu-satunya tokoh yang cukup mantap dalam kedua segi. Tentu saja satu dua di antara mereka ada yang cukup punya dasar suara yang baik, misalnya Kadaryati, Danisubroto, Rokhyanti. Kekurangan vokal itulah yang menyebabkan setengah pertama pertunjukan langendriyo ini (yang banyak menampilkan tembang berirama dua) terasa lamban. Juga suasana mat-matan yang ada tidak sepenuhnya mewujud. Sebab bentuk tontonan ini diciptakan tidak hanya untuk dilihat, tapi terutama memang didengar. "Mereka masih menghafal, helum sempat mengisi atau memberi jiwa kepada tembang yang dibawakan," komentar GBPH Soeryobrongto, salah seorang dewan ahli rombongan ini. Menarik, seluruh tarian yang hampir dua jam itu dibawakan dalam posisi jongkok. Dalam berjalan lutut tak boleh menyentuh lantai, kecuali jika sedang bersila atau nikelpada -- suatu olah gerak yang membutuhkan keuletan dan ketabahan. "Jika setiap penari sudah merasa mapan dengan posisi ini, sehingga tidak lagi merasakannya sebagai hambatan, tontonan begini niscaya akan sangat menarik. Sayang Siswo Among Bekso belum sampai ke sana. "Ada lutut yang gemetaran karena usia tua, tetapi ada juga yang karena kurang terlatih," ucap Retno Maruti, penata tari yang pernah menyuguhkan langendriyo gaya Sala. Siswo Among Bekso memang baru menanganinya selama 3 bulan -- jangka waktu yang tidak cukup lama untuk mengakrabkan posisi menari yang "khas" dengan kemampuan bokal. Apalagi waktu 3 bulan itu masih dikurangi untuk mencari dan menyalin naskah asli langendriyo, yang hampir 50 tahun terakhir tak pernah dipentaskan. Bedoyo Damarwulan Dalam kedua dan keempat, SAB menyuguhkan acara yang berbeda: 3 nomor tari klasik. Nomor pertama adalah Beksa Bedoyo Damarwulan gubahan baru drs. GBPH Puger. Bedoyo adalah sebuah komposisi tari yang dilakukan 9 orang puteri, yang menurut tradisi Yogya berasal dari Bekso Bedoyo yang diciptakan Sri Sultan Agung Hanyokrokusumo pada abad XVII dengan nama Bedoyo Semang. Seperti halnya bedoyo yang lain, bedoyo Damarwulan terdiri dari tiga bagian, tiap bagian diiringi gending-gending yang berlainan. Bedoyo-bedoyo yang lebih tua tidak membawakan tema cerita yang disebut sesuai dengan nama gending pengiringnya: Sumreg, Semang, Ketawang, Candrungmanis. Baru pada perkembangan kemudian timbul bedoyo-bedoyo yang menampilkan tema: Bedah Mediun, Sayemboro Sinto, Arjunowiwoho dan sebagainya. Yang menampilkan cerita, cerita itu diungkapkan pada bagian ketiga yang disebut enjeran. Apa yang digambarkan sesungguhnya hanya bagian terpenting dari cerita tersebut. Misalnya di dalam bedoyo Arjunowiwoho komposisi lama, hanya satu adegan pertemuan antara Sayemprobo dan Arjuno. Tapi pada perkembangan kemudian lebih banyak lagi adegan yang ditampilkan. Demikian pula Bedoyo Damarwulan, yang memang sengaja digarap sebagai perbandingan terhadap cerita yang sama yang disajikan dalam bentuk langendriyan Cerita digambarkan secara urut, adegan demi adegan: sejak Damarwulan meminta diri dari Anjasmara (isterinya) untuk pergi ke Blambangan, bertemu dengan dua orang selir Menakjinggo, berperang dan kalah oleh Menakjinggo, ditolong kembali oleh kedua selir tadi sampai akhirnya berhasil membunuh Menakjinggo. Tentu saja cerita ini hanya dapat ditebak-tebak oleh mereka yang paham jalannya cerita serta dapat menangkap kata-kata sindenan atau vokalnya. Sebab segenap peran dibawakan oleh hanya 9 penari puteri -- dengan kostum dan tata rias yang sama. Lagi pula semua adegan digambarkan dengan tempo perlahan yang serupa, bahkan juga ketika menggambarkan perang. Hanya saja dalam bedoyo, karakter gecul semacam Dayun tentu saja tak bakal mungkin digambarkan karena terlalu wadag. Empat Pokok Nomor kedua adalah beksan Harjunososro-Sunantri. Tapi yang paling menarik adalah nomor ketiga beksan Tuguwaseso. Ini sebuah tarian gagah kalang kinantang yang dibawakan oleh 4 orang penari putera, menggambarkan perang Prabu Tuguwaseso dari Jenggala melawan Prabu Dasalengkara, Raja Pudaksetegal. Tari ini diciptakan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Yang unik adalah konsepnya: masing-masing perang dibawakan dua penari. Jadi seandainya perbedaan figur keempat penari tidak terlampau menyolok, niscaya penampilannya akan lebih padu. Penampilan SAB ditutup dengan sebuah ceramah. GBPH Soeryobrongto mengetengahkan masalah Pendidikan Tari Di Dalam Kraton Yogyakarta. Menurutnya, ada dua tahapan penting bagi yang belajar menari. Pertama penguasaan gerak secara teknis dan fisik. Kedua, pendalaman isi, jiwa atau apa yang oleh beliau disebut sebagai "filsafat" Joged Mataram. Ada empat pokok yang dituntut dalam diri seorang penari pilihan: sewiji (konsentrasi), greged (semangat yang menyala), sengguh (percaya diri sendiri) dan ora mingkuh (teguh Iman). Penari sekarang pun, demikian penceramah, jika mendapat pelajaran dari guru yang baik akan mampu meningkatkan dirinya menjadi penari kelas I, asal memiliki dedikasi yang besar. Tapi justru dedikasi inilah menurut beliau tak dimiliki oleh generasi muda tari kita. "Mereka terlalu cepat puas dan cepat menyerah. " Sal Murgiyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus