Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan memberlakukan aturan truk over dimension over loading atau truk ODOL-- yang mengangkut barang dengan kelebihan muatan, secara bertahap mulai awal 2023. Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan penerapannya masih perlu dibicarakan dengan lintas sektoral.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena pelaku dari angkutan ini kan sebenarnya banyak kementerian dan lembaga lain yang terkait. Penindakan di lapangan juga dengan kepolisian lebih lanjut secara kolaboratif dulu dengan lintas sektoal tadi,” ujar dia di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, pada Senin, 26 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan zero ODOL sebenarnya diluncurkan awalnya pada 2018, namun terus molor hingga ditargerkan bisa berlaku mulai tahun depan. Adita menuturkan Kemenhub, sebenarnya tetap menginginkan kebijakan tersebut dimulai tahun depan.
“Karena sudah cukup lama ya tertunda. Tapi kembali lagi ini tentu harus kita bagaimana impelemntasinya lintas sektoral harus duduk bareng lagi. Nanti kita lihat ya (apakah berlaku Januari 2023),” tutur Adita.
Sebelumnya, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Hendro Sugiatno memastikan pemberlakuan kebijakan ini pada tahun depan tidak bisa ditunda lagi. "Tidak ada kebijakan memperpanjang Zero ODOL di 2023," ujar Hendro.
Namun, hasil survei Institut Transportasi dan Logistik (ITL) pada Agustus 2022 menyebutkan bahwa pemberlakuan Zero ODOL 2023 dikhawatirkan bisa mengerek biaya angkutan barang. Larangan truk ODOL berdampak pada volume barang yang boleh dimuat per satuan trip perjalanan berkurang sehingga keuntungan perusahaan yang diterima semakin menipis.
Selanjutnya: Kebijakan Larangan Truk Odol Direspons Negatif
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Hariyadi B. Sukamdani menjelaskan kebijakan larangan truk ODOL direspons negatif. “Penerapan kebijakan ODOL akan diberlakukan Januari 2023, itu sudah direspon sangat negatif oleh seluruh produsen dalam negeri,” ujar dia dalam diskusi hybrid pada Senin, 5 Desember 2022.
Hariyadi mengatakan dirinya sempat mendapatkan gambaran dari asosiasi keramik yang menceritakan bahwa jika kapasitas ODOL diturunkan, maka ongkosnya bisa lebih mahal. Rata-rata per meter persegi bisa Rp 5.000 untuk pengiriman di Pulau Jawa.
Asosiasi tersebut, kata dia, membandingkan ongkos tersebut dengan jika keramik itu impor dari Cina langsung ke titik pelabuhan, misalnya Tanjung Priok di Jakarta; Tanjung Emas di Semarang; dan Tanjung Perak di Surabaya. Jatuhnya per meter persegi itu menjadi Rp 1.800 itu ongkos logistiknya.
“Jadi ini sangat signifikan (naik harga ongkosnya) yang ini tentu juga akan memicu inflasi,” kata Hariyadi.
Dia meminta agar aturan soal ODOL itu menjadi perhatian pemerintah. Hariyadi menyarankan agar kebijakan tersebut diiringi dengan adanya fase transisi. Dia mmebayangkan bagaimana kebijakan itu berlaku, tanpa adanya transisi, maka kegiatan bisa berhenti.
“Besok suruh diganti terserah apa pokoknya enggak boleh pakai kendaraan fosil, ya kan bisa chaos ya, kita bisa berhenti semuanya kegiatan kita,” ucap dia. “Ini yang akan menimbulkan kekacauan di awal tahun depan.”
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.