POPULARITAS bekas Wakil Direktur Utama Bank Duta, Dicky Iskandar Di Nata, sempat redup tersaput pelbagai kasus lain, di antaranya heboh tabloid Monitor. Namun, akhir pekan lalu, nama Dicky disebut-sebut. Saat itu Kepala Humas Kejaksaan Agung Soeprijadi, S.H. mengumumkan pemblokiran rekening atas nama Dicky di beberapa bank, yang jumlahnya total Rp 11 milyar. Jumlah uang sebanyak ini ternyata tidak bisa dikonfirmasikan, hatta, ke Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Murni Rauf, S.H. sekalipun. Kata Murni, yang penting harta tersebut masih tersimpan di bank masing-masing (nama bank dirahasiakan). "Demikian itulah kebijaksanaan kami," tuturnya tegas. Selama belum ada proses pengadilan yang memutuskan Dicky bersalah, uang sitaan tersebut sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab kejaksaan. Namun, pihak kejaksaan tidak boleh mengelola uang itu, misalnya untuk beli saham di Bursa Efek. Bahkan kalau hilang, harus pula diganti olehnya. Maka, menurut seorang pakar hukum, kebijaksanaan untuk menyimpan uang tersebut pada posisinya sekarang sudah tepat. Pemblokiran dilakukan semata untuk menghindarkan uang itu berpindah tangan. Selain Rp 11 milyar, sejumlah saham milik Dicky juga ikut disita. Soeprijadi tidak bersedia merinci jumlahnya dan dari perusahaan mana saja. Sedangkan penyidikan kejaksaan masih terus dilakukan secara intensif, sampai selesai awal Januari nanti. Adapun Dicky masih tak putus dirundung bencana. Sabtu lalu urat punggungnya menyempit sehingga leher Dicky tidak bisa digerakkan ke kanan atau ke kiri. Rupanya, ini penyakit lama yang kambuh dalam tahanan. "Lehernya kini ditopang oleh alat bantu. Untuk jalan menuju ke ambulans saja, ia harus dipapah," kata pengacaranya, Muhammad Assegaf. Ada niat dari pihak Dicky agar dibolehkan menjalani opname di rumah sakit alias meninggalkan kamar tahanan. Akan halnya uang Rp 11 milyar, keterangan Assegaf berbeda dari pernyataan pihak kejaksaan. "Dicky mengatakan pada saya," demikian Assegaf, "untuk segera membantah hal tersebut. Jangankan Rp 11 milyar. Dikatakan Rp 100 juta saja Dicky sempat marah besar. Dan kami menyayangkan pihak Kejaksaan Agung yang menyiarkan hasil penyidikan lewat media massa. Itu bisa menimbulkan opini bahwa Dicky benar-benar bersalah. Kalau pengadilan sudah memutuskan nasib Dicky, lain ceritanya." Perang pernyataan antara kejaksaan dan penasihat hukum Dicky tidak terhindarkan lagi. Soal Rp 11 milyar itu, umpamanya. Soeprijadi tetap yakin bahwa itu benar sehingga ia bertahan pada pernyataannya semula. "Terserah saja kalau Dicky mengatakan hanya Rp 100 juta. Tapi Kejaksaan Agung punya data dari berita acara, yang ditutup di bawah sumpah. Dan kami didukung oleh akta-akta otentik," tuturnya menandaskan. Pihak Dicky belum mengetahui rekening yang diblokir tersebut yang di bank mana saja. "Kami belum menerima penjelasan dari Kejaksaan Agung," kata Assegaf. Pemblokirannya memang berdasarkan prosedur, karena kabarnya sudah menerima izin dari Departemen Keuangan. Yang menyakitkan pihak Dicky tampaknya memang siaran pers Soeprijadi itu. "Kalau pihak Kejaksaan Agung terus-menerus mengeluarkan pernyataan lewat media massa, kami akan mengungkapkan semua ini dalam posisi sebagai pengacara," kata Assegaf. "Kami juga akan mengeluarkan pernyataan atau bantahan lewat media massa, bahwa yang diungkapkan kejaksaan tidak benar." Dia benar. Bersalah atau tidaknya Dicky, itu urusan pengadilan nanti. Penyidikan, yang sampai awal pekan ini sudah mendengarkan 36 orang saksi, masih terus dilakukan. Mohamad Cholid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini