Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lenggang Kangkung Baja Paduan

Aturan pengecualian bea masuk antidumping menyebabkan aliran impor kawat baja paduan berkarbon rendah tak terbendung. Menggerus produsen baja hulu nasional.

9 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pabrik PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis pekan lalu./ANTARA/Asep Fathulrahman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lima perwakilan PT Master Steel dan PT Ispat Indo mendatangi kantor Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) di lantai 5 Gedung 1 Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat dua pekan lalu. Direktur Master Steel, Ismail Mandry, menginisiasi pertemuan ini untuk mengusulkan kajian terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 Tahun 2018 tentang bea masuk antidumping kawat baja atau baja tulangan (steel wire rod) dari Cina.

Ismail tak sreg dengan peraturan yang berlaku sejak pertengahan April 2018 itu. Bukannya membendung derasnya impor kawat baja dari Negeri Tirai Bambu, aturan ini justru memuat pengecualian yang ditengarai dipakai eksportir dan importir untuk meraup keuntungan dalam memasok kawat baja ke Indonesia. “Impornya masif. Artinya peraturan antidumping tidak efektif,” kata Ismail, Senin pekan lalu.

Badan Pusat Statistik mencatat total impor baja jenis wire rod hingga Juni 2018 mencapai 278.211 metrik ton, atau hampir setengah dari total impor sepanjang 2017 yang sebesar 618.474 metrik ton. Ismail menyebutkan total impor kawat baja hingga Desember tahun lalu 700-800 ribu metrik ton.

Ismail meminta pasal pengecualian dalam peraturan Menteri Keuangan tentang bea masuk antidumping dihapuskan. Peraturan itu mengatur pengenaan bea masuk antidumping untuk tujuh pos tarif kawat baja. Namun, dalam pasal 1, bea tidak dikenakan untuk beberapa spesifikasi baja tergantung diameter penampang, kandungan karbon, dan aluminiumnya.

Salah satu yang mendapat pengecualian adalah baja berkode HS 7227.90.00 dengan diameter lebih dari atau sama dengan 5,5 milimeter serta kurang dari atau sama dengan 16 milimeter dengan kandungan karbon kurang dari 0,2 persen. Seorang petinggi produsen baja hulu mengatakan aturan ini bermasalah karena mayoritas produk yang digunakan industri hilir adalah baja dengan karbon di bawah 0,20 persen.

Dengan demikian, hampir semua impor wire rod boron HS 7227 tidak dikenai bea masuk antidumping. “Semestinya pengecualian untuk high carbon di atas 0,35 persen karena kemampuan produksi domestik untuk jenis itu terbatas,” kata Ismail.

Selanjutnya, dalam pasal 2 disebutkan terdapat 30 perusahaan yang memproduksi dan/atau mengekspor produk baja Cina. Perusahaan itu wajib membayar bea masuk antidumping dengan tarif berbeda-beda. Besarnya 10-13,5 persen. Aturan pasal 2 ini, menurut Ismail, tak efektif lanta-ran terpatok pengecualian dalam pasal 1.

Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel (Persero) Purwono Widodo mendukung revisi peraturan Menteri Keuangan tersebut. Selain terhindar dari bea masuk antidumping, banyak eksportir dan importir baja yang terbebas dari bea masuk umum sebesar 10-15 persen dengan memanipulasi kode tarif dari baja karbon menjadi baja paduan dengan menambahkan unsur boron. Dari Cina, eksportir juga mendapat pengembalian pajak sebesar 9-13 persen, “Sehingga mereka mendapat keunggulan di atas 20 persen,” tutur Purwono.

Walhasil, industri kawat baja dalam negeri mengalami kelebihan pasokan. Dari kapasitas produsen nasional sebesar 2,1 juta ton dan total konsumsi 1,5 juta ton, penggunaan produksi dalam negeri hanya 800 ribu ton. Sisanya dipenuhi dari impor.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 Tahun 2018 disusun berdasarkan hasil penyelidikan KADI terhadap dumping impor baja kawat dari Cina pada 2017. Saat itu, Master Steel dan Ispat Indo mengajukan petisi pemberlakuan bea masuk antidumping untuk kawat baja dari Cina. Menurut laporan akhir penyelidikan KADI, baja kawat yang diproduksi industri dalam negeri memiliki kesamaan dengan yang diimpor dari Cina.

Dalam laporan itu, KADI menyebutkan mayoritas produsen baja hulu sebetulnya bisa memproduksi berbagai tipe produksi kawat baja, “Namun saat ini lebih memfokuskan produksi steel wire rod dengan diameter kurang dari atau sama dengan 16 milimeter dan berkandungan karbon rendah.”

Penyelidikan KADI mengungkap barang impor dumping dari Cina mengakibatkan kerugian materiil industri dalam negeri sepanjang 2014-2015. Pangsa pasar kawat baja impor dari Cina melonjak hingga 85 persen. Dalam tanggapannya—disertakan dalam dokumen laporan akhir penyelidikan antidumping atas impor steel wire rod oleh KADI—Asosiasi Besi dan Baja Cina membantah jika importasi kawat baja dari Cina disebut merusak pasar lokal. Anjloknya utilitas lokal ditengarai sebagai dampak penambahan kapasitas produksi pembuat petisi, yaitu Master Steel dan Ispat Indo.

Asosiasi juga menyatakan terdapat kawat baja yang tidak diproduksi oleh produsen Indonesia. Di antaranya kawat baja untuk tali ban, juga baut dan mur dengan ketebalan tertentu. Akibatnya, kawat baja impor banyak diminati industri hilir. “KADI harus merekomendasikan pengecualian kedua kode HS (7213.91.90.00 dan 7227.90.00.00) agar konsisten dengan temuan,” tulis Asosiasi Besi dan Baja Cina.

Direktur PT Timur Megah Steel Lukito- Agusalim mengatakan industri hilir tak lagi mengimpor baja berkarbon di bawah 0,2 persen dengan tambahan unsur boron setelah muncul aturan bea masuk antidumping. Yang banyak diimpor produsen mur dan baut adalah kawat dengan kandungan karbon tinggi atau cold heading quality. “Banyak pabrik mur dan baut mengganti konten karbon agar terhindar dari bea masuk antidumping, yang tidak menguntungkan industri ini,” ujar Lukito.

Ia mengakui pabrik pelat, siku, dan besi beton kadang menambahkan unsur boron untuk mengubah nomor pos tarif sehingga terhindar dari bea masuk antidumping. Menurut Lukito, kondisi ini terjadi lanta-ran produk kawat baja karbon rendah dari pabrik lokal mudah pecah. “Mereka harus mengakui kualitas mereka harus ditingkatkan.”

Belakangan, produsen mur dan baut juga mengimpor baja karbon rendah dengan tambahan aluminium. Alasannya, baja kualitas ini tidak diproduksi di Indonesia. Impor baja jenis ini juga tidak dikenai bea masuk antidumping.

Ketua KADI Bachrul Chairi mengatakan pengecualian dalam peraturan Menteri Keuangan tersebut muncul lantaran mempertimbangkan kondisi stok dan penawaran. Menurut dia, pengenaan bea masuk antidumping hanya berlaku untuk industri yang mengalami kerugian karena perusahaan negara lain mengekspor dan memberlakukan tarif murah (dumping). “Kalau industri dalam negeri tidak produksi, ya kami kecualikan,” kata Bachrul.

Menurut Bachrul, pemerintah bisa mengkaji ulang aturan tersebut paling cepat satu tahun, tepatnya pada April nanti. Peraturan itu berlaku selama tiga tahun hingga 2021. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan mengatakan perubahan peraturan pengecualian harus melalui penyelidikan ulang oleh KADI. “Untuk selanjutnya diusulkan ke Kementerian Perdagangan, setelah itu disampaikan kepada kami,” dia menjelaskan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi- menyebutkan peraturan bea masuk antidumping telah dibahas Tim Pertimbangan- Kepentingan Nasional, yang terdiri atas Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Kementerian Keuangan. “Pertimbangannya tak semua spesifikasi bisa diproduksi di dalam negeri, terutama bahan baku industri hilir,” ucapnya.

Januari lalu, Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 110 Tahun 2018 yang mensyaratkan pertimbangan teknis untuk menyaring izin impor baja paduan oleh Kementerian Perindustrian. Purwono Widodo berharap aturan baru ini dapat memperbaiki kinerja industri baja nasional. “Paling tidak bisa menyaring izin impor baja paduan yang penggunaannya tak memerlukan baja jenis itu.”

PUTRI ADITYOWATI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus